Catatan keseharian selama kuliah di turki. Sebelum, ketika, dan setelah berangkat ke turki. İnformasi apa saja tentang turki secara santai. Setiap perjalanan menarik, termasuk destinasi keren yang saya kunjungi selalu saya catat dengan bahasa yang a...
Pagi hari sekitar jam 9, kami kumpul lagi bareng teman-teman konsulat Lampung Gontor, ngomongin acara bulan depan. Jujur, waktu itu saya bilang gak bisa ikut karena kemungkinan akhir bulan sudah berangkat ke Turki. Teman-teman juga pada memaklumi.
Siangnya, saya sama Baqi pulang duluan ke Kotabumi. Alasannya ada acara keluarga. Nanti malam saya ada acara perpisahan dengan anak murid, Kelas 3 (IX). Acara bakar-bakar ikan lagi. Jadi, dua acara bakar-bakar berturut-turut. Walaupun begitu, pasti beda rasanya. Kalau kemarin hubungannya antar teman, maka malam ini hubungan antar guru-murid.
Saya sampai di rumah waktu sudah sore. Ketika saya ke Pondok, mereka juga sudah beli lengkap persiapan untuk nanti malam. Yah, walaupun badan masih pegal sehabis perjalanan. Tapi kalau tajuknya perpisahan ya, gak bakal mungkin cari-cari alasan. Malam itu pun, kami bakar-bakar ikan plus jagung, lalu makan bareng. Lumayan seru karena mungkin ini pertama bagi mereka (mungkin). Selepas makan, saya beri mereka beberapa kutip nasehat perpisahan.
"Antum, kemanapun pergi nantinya, jangan sampai lepas hubungan dengan teman, kerabat, apalagi guru. Cari banyak-banyak teman. Karena yang bikin kamu betah di pondok, ya pasti teman.
'1000 teman terlalu sedikit,
1 musuh terlalu banyak'
Dan kalau sudah ketemu teman yang baik, loyal, dan sejoli dengan kamu, jangan sampai dilepas. Karena mungkin mencari teman itu gampang. Tapi menemukan yang benar-benar baik, loyal, dan bisa terima kita apa adanya itu sulit banget. Langka, gak banyak di bumi ini. Maka jaga hubungan dengan mereka baik-baik"
Suasana agak hening sejenak, sampai saya lanjutkan kata-kata. "Lalu, untuk perempuan, jaga pergaulannya, jaga auratnya. Karena hakikatnya, perempuan itu suka sekali dipandang. Nah,kalau laki-laki ya kebalikannya. Mereka suka sekali memandang. Maka sebaik-baik perempuan adalah yang menjaga perilaku, pergaulan dan auratnya dari orang lain. Sedangkan, sebaik-baik laki-laki adalah mereka yang senantiasa menjaga pandangannya dan menghormati Wanita. Oleh karena itu, saling Kerjasama aja, yang perempuan jangan kecentilan. Yang laki-laki gak usah jail dan nakal sama perempuan. Hal ini penting saya sampaikan karena diantara kalian pasti ada yang melanjutkan SMA nya di tempat lain."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah panjang nasehat saya sampaikan, saya ambil buku novel karya saya sendiri, "Santri kuat" untuk diberikan kepada santri terbaik menurut saya dari masing-masing kelas. Kebetulan, kelasnya ada dua, 3a dan 3b. Jadi, ada dua buku untuk dua santri.
"Setelah ini saya ingin memberikan hadiah kenang-kenangan untuk antum. Buku novel ini saya berikan kepada santri terpilih yang akan disebutkan. Ya, setelah ini yang disebutkan silahkan maju!
Dari kelas 3a, silahkan maju, Arif Prayoga! Dari kelas 3b, silahkan maju, Fakkar!"
Untuk kelas 3b, mereka kayaknya benar-benar udah bisa menebak siapa yang bakalan maju. Mereka berdua ini saya pilih bukan karena kepintarannya, tapi karena adab dan perilakunya yang bagus. Sengaja saya gak milih perempuan, karena..... (isi sendiri).
"Ya, yang tadi disebutkan namanya silahkan maju kedepan. Kita foto dulu." Kami pun foto bergantian dengan latar belakang langit yang hitam.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Tad, novelnya boleh dipejeng di kelas aja gak?" tanya mereka dengan saya.
"Ya terserah kalian aja, kalau mau ya silahkan!", jawab saya.
"Oke, ini mungkin terakhir saya berbicara didepan kalian sebelum saya berangkat ke Turki. Untuk selanjutnya, antum akan dibimbing sama wali kelas yang lain. Ustadzah Reza, Ustadzah Anisa dan lain-lain. Oke, mungkin sudah selesai......."
Salah satu dari mereka, Fadilah berdiri lalu melangkah ke depan sambil memberi saya kado kecil. "Ustadz, ini dari kami. Hadiah perpisahan untuk antum. Diterima ya!". Ya, agak campur baur perasaan saya. Sedih juga sih meninggalkan mereka ini. Saya sudah anggap mereka semua ini adik saya sendiri, karena kami dekat sekali.
"Makasih ya, apapun hadiahnya. Saya berterima kasih kepada antum. Buka sekarang gak ini?"
"Besok aja tadz!" jawab mereka kan.
"Apa waktu di Turki aja? Hehe", tanya saya dengan iseng.
"Terserah antum aja, tad", jawab mereka.
"Ya sudah, mungkin besok saja saya bukanya, ya"
Yang bikin saya agak ganjal meninggalkan mereka ini yaitu, waktu saya mengajar mereka di kelas, mereka bilang ke saya, "Ustadz, baru kali ini kami punya guru yang dekat banget. Sudah kayak kakak sendiri". Mungkin karena umur kami yang beda 3-4 tahun saja. Makanya obrolannya selalu nyambung dan terconnected. Kalau sama guru senior mungkin mereka agak canggung. Sedangkan sama guru pengabdian yang lain mereka terlalu dekat, sampai kadang gak bisa bedakan antara teman dengan guru. Terlebih lagi, saya ini care dan open banget sama mereka. Mereka kalau ada masalah ya, ngomongnya ke saya. Bukannya apa-apa, karena saya percaya memang inilah tugas wali kelas. Sebagai orang tua dan kakak santri ketika di pondok.
Acara lalu kami akhiri dengan doa, dan mereka pun balik ke asrama untuk tidur. Apalagi waktu juga sudah menunjukkan waktu 00:00. Kalau belum bubar juga, bisa-bisa dimarahin ntar.
"Jangan lupain kami ya, tadz!", kata mereka sebelum pergi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.