Hikmah

0 0 0
                                    

Lampung, 02 Oktober 2021

Pagi hari, para santri sedang senam bersama sebagaimana hari jum'at yang lain. Saya dan Andres nongkrong di serambi masjid melihat dari kejauhan. Ketika itu tiba-tiba terlintas lagi pikiran di otak saya untuk melaksanakan kegiatan yang sudah lama saya inginkan agar diadakan, yaitu Daarul Khair Olympiad. Acara ini sebenarnya udah lama saya canangkan, bahkan saya sudah tawari ke santri-santri ketika saya mengajar mereka. Tentu saja jawaban mereka 'mau'. Kalau melihat kondisi, acara ini jika mau diadakan haruslah Ketika masa kepengurusan kelas 6, dan mesti awal tahun. Supaya kegiatan bisa berjalan selancar mungkin. Masalah sebelumnya adalah keberangkatan saya yang terlanjur cepat dan belum ada yang benar-benar mampu dan mau untuk mengambil peran sebagai penanggung jawab. Dan sekarang, kendala tersebut telah teratasi setelah saya kemarin belum lulus. Tinggal menentukan kapan acara tersebut dilaksanakan.

Setelah lama berpikir kapan, saya teringat satu tanggal besar untuk para santri, yaitu: 'Hari Santri Nasional' yang waktunya sekitar 20 hari lagi saja.

"Ndres, hari santri disini ngapain sih?"

"Gak tau lah, gw kan bukan santri sini"

"Lah iya"

Karena saya pikir, waktunya sempit dan gak banyak. Saya buka Hp, dan ajak Mbak Hepi sama Angga untuk ke Masjid guna mengadakan rapat kecil-kecilan.

"Kira-kira kalau mau ngadain lomba kayak gini, mau apa aja ya?"

"Ya olahraga kek", kata Andres

"Tapi kan kita lagi hari santri nih, yang berhubungan dengan santri ya pasti ngaji, khutbah atau yang lainnya". Nah, dari sinilah saya ingat dan mempunyai ide cemerlang untuk pelaksanaan lomba secara garis besarnya. Sistemnya saya buat sama seperti sistem lomba Muharram Cup di Gontor 5 Magelang dulu. Yaitu perlombaan dibagi menjadi 3 cabang divisi : Olahraga, Olahfikir, dan Olahzikir.

Gak lama setelah itu, Angga dan Hepi datang. Akhirnya kami berempat berkumpul dan saya mulai menjelaskan tentang hajat saya yang ingin melaksanakan lomba Daarul Khair Olympiad. Kami pun mulai menyusun agenda.

"Gimana kalau main bola pakai sarung?", kata Hepi mengajukan.

"Bukan lomba kayak gitu yang saya maksud, mbak. Maksud saya tuh format lombanya resmi. Bukan seperti lomba 17-an atau lomba seru-seruan doang", jawab saya coba untuk menyampaikan.

"Terus gimana?", tanya Angga.

"Jadi ini tuh mau saya konsep jadi acara besar tahunan. Yang beda dari yang lain. Mereka lomba ya pakai sepatu, pakai wasit, pakai peraturan yang sah, dan ada jurinya juga untuk perlombaan kayak Tilawah dan sejenisnya.", ujar saya menjelaskan.

"Tapi kan santri memang terkenal mainnya dengan sarung", kata Angga.

"Nah ini, walaupun santri, mereka juga harus tau benarnya kayak gimana. Supaya ngerti semua gitu loh"

"Oke, terus formatnya gimana?"

"Nah, saya berencana untuk agenda ini, berlangsungnya selama seminggu"

"Gila, lama amat", kata Angga.

"Jadi kita ambil waktu sore aja. Pagi tetap masuk sekolah. Kalau sistemnya kayak gini kemungkinan besar bakal disetujuin sama atasan". Lanjut saya menjelaskan.

Yang saya lihat di pondok ini tuh soalnya, kalau ada lomba, pasti paginya libur. Padahal kan waktu sore juga panjang. Dari situ kami mulai merumuskan lombanya apa saja. Total ada 20 lomba yang bakal dilaksanakan dan akan dibagi menjadi 3 divisi :Olahraga, Olahzikir, dan Olahfikir.

"Mbak, ini perempuan mau diadakan panco, gak?"

"Gak usahlah perempuan mah!"

Akhirnya udah fix format lomba seperti itu, masalahnya ada satu yang saya bingungkan waktu itu. Ini lomba nya mau diadakan per apa? Kalau di Gontor kan diadakannya per rayon/asrama. Kalau disini enaknya per apa? Gak cocok kayaknya kalau dilaksanakan disini per rayon. Karena kultur dan kondisinya juga beda.

Notes from TurkiyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang