Hari Keberangkatan

1 0 0
                                    

Jakarta-Istanbul, 7&8 Desember 2021

Gak kerasa, akhirnya hari keberangkatan saya tiba juga. Saya sampai di bandara jam 3 sore. Setelah pembimbing datang, saya urus masalah tiket, barang-barang yang ternyata masih di atas dari jatah 30 kg dan 7 kg yang diberikan, mulai ditata ulang. Barang-barang yang kiranya bisa didapat di Turki, saya keluarkan dari koper untuk mengurangi beban, termasuk Indomie. Sampai saat ini saya taunya Indomie juga sampai ke Turki, karena waktu itu teman saya videoin, dan ternyata emang tersedia di market-market. Ujung-ujungnya hanya dua buah saja yang saya bawa. Dendeng gak mungkin saya keluarin sih, hehehe. Gak mungkin ada soalnya di Turki. Akhirnya saya timbang barang, 29 kg saja. Saya taruh koper di bagasi pesawat. Eh ternyata, teman saya banyak yang lebih 1-3 kg tapi gak diminta charge -biaya tambahan-. Yang 7 kg untuk kabin pun gak ditimbang. Akhirnya ya, barang yang tadi dikeluarin, dimasukkin lagi ke tas yang ditaruh di kabin. Lumayan, beberapa barang saya masukkan, termasuk celana panjang yang saya pakai ketika mengetik tulisan ini.

Akhirnya jam 7, saya ke imigrasi, dan tiba saatnya untuk pamit. Saya peluk kedua orang tua saya. Waktu itu ingat banget Mama nangis ketika melepas saya. Saya bisikkan ke telinga beliau, "Ikhlasin ya, Ma. Doain aja sukses nantinya". Beberapa hari sebelum keberangkatan memang terlihat sekali, Orang tua terutama Mama tuh berat banget melepas anaknya. Wajar aja, sebelumnya saya sudah mondok di Jawa selama 6 tahun. Lalu sekarang, baru setengah tahun di rumah, udah pergi lagi ke tempat yang berkali-kali lipat jauhnya dari sebelumnya. Mama sempat nanya ke saya, gimana rasanya bentar lagi ninggalin rumah. Ya saya jawab senang-senang saja. Lalu Mama bilang sambil tertawa, "Kamu mah senang-senang aja kuliah jauh. Gak tau aja perasaan orang tua yang ditinggalin". Walaupun Mama ngomong sambil tertawa, tapi saya sendiri tau itulah yang sedang dirasakan. Tapi memang, terkadang untuk mencapai sesuatu yang lebih baik, kita harus keluar dari zona nyaman kita, tanpa lupa untuk kembali. Karena kalau kita diam di tempat saja, maka kita akan menjadi orang yang itu-itu saja pula. Makanya, saya bisikkan, "Ikhlaskan", karena saya butuh keikhlasan orang tua untuk melepas saya sebentar, untuk menjadi pribadi yang lebih baik, untuk menuntut ilmu, mencari pengalaman dan relasi. Walaupun saya selingi semua itu dengan jalan-jalan dan main-main. Tapi itu semua hanya selingan, bukan inti. Jujur, saya ketika mengetik tulisan ini, benar-benar menahan keluar air mata. Rasa malu, kalau misalkan bertahun-tahun di negeri orang, biaya puluhan juta dikeluarkan, namun ketika pulang gak bawa apa-apa.

Akhirnya, kami pergi berangkat 3 orang ke Turki jam 10 malam. Pesawat Turkish Airlines, jadi pesawat pertama yang saya naiki untuk pergi ke luar negeri. Saya yakin, kedepannya saya akan sebisanya menjelajah bumi Allah yang luas ini, seperti dalam firmannya dalam surah Ali Imron ayat 137, Al-Mulk ayat 15, Al-Ankabut ayat 20, dan masih banyak lagi. Dan konteks saya sekarang ini, pergi ke luar negeri untuk belajar sebagai tujuan utama. Lalu menikmati keindahan dari bumi-Nya yang luas ini. Banyak yang bisa saya pelajari dari Turki ini, dari situs sejarahnya sampai peradaban yang modern. Semoga bisa saya bawa pulang ke Indonesia.

Kembali di pesawat, saya terkesan dengan pesawat dan pelayanannya. Karena saya termasuk orang yang kalau naik pesawat, hanya pesawat domestik, -gak pernah naik Garuda- jadi saya merasa Wah banget sama pelayanannya. Dari makanan sampai pramugarinya saya terkesan. Saya dengar dari teman saya, makanan di pesawat gak enak, gak cocok sama lidah Indonesia. Makanya makan banyak-banyak sebelum naik pesawat, kalau perlu nasi padang katanya. Tapi nyatanya, saya malah turun dari pesawat dalam keadaan kenyang. Bahkan, KFC yang saya bawa sebelum naik, belum sempat dimakan karena sajian yang dihidangkan enak-enak menurut saya. (Ayam, nasi goreng, omelette. Masih cocok lah dengan lidah Indo).

Jam 5 (ternyata belum subuh), saya turun dari pesawat. Dingiiin banget! Anginnya kencang sekali, dan tentunya masih gelap langitnya. Kami di bandara Istanbul, besar sekali. Sesampainya kami di sana, kami sempat bingung ingin kemana, walaupun pada akhirnya bisa keluar juga dengan lancar. Kurang satu aja sih bandara ini, troli nya bayar, haha. Mana bayarnya pakai lira, dan kita belum ada yang megang.

Notes from TurkiyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang