Tekad

0 0 0
                                    

Lampung, 07 Oktober 2021

Seperti biasa, bangun pagi lalu sholat subuh, terus liat notif di HP. Disitu grup Dokuz Eylul lagi rame perihal ketidakjelasan urusan kami di kampus. Sudah awal Oktober, tapi belum ada info resmi dari univ yang mengumumkan kejelasan gelombang kedua. Waktu itu teman-teman banyak yang udah frustasi menunggu, dan banyak yang ambil peluang ke universitas yang lain, yang notabene peringkatnya gak sebagus dokuz.

Saya juga agak bimbang dan tiba-tiba mulai kepikiran tentang itu setelah sebelumnya saya tidak mengurus ini sama sekali. Karena saya sendiri sedang fokus membina santri untuk persiapan acara olimpiade di hari santri nanti.

Ternyata, diam-diam udah ada kisaran sepuluh orang yang mengelist Namanya di pendaftaran Univ lain, macam Afyon, Kırklarelli, Dumlupınar, dan Necmettin. Melihat ini tambah bingung lagi lah saya. Obrolan di grup juga makin panas. Ada banyak pertimbangan dalam diri kami. Pertama, kami ibarat sudah terlanjur nyemplung ke dalam laut, kalau naik ke permukaan tanpa hasil, maka sama saja seperti mandi di dalam sumur, gak dapat apa-apa. Mutiara gak dapat, apalagi ikan. Pertimbangan kedua adalah sekarang sudah masuk awal Oktober, dan sampai sekarang belum ada kejelasan dari univ tentang kapan gelombang kedua sebenarnya. Pendaftarannya saja belum dibuka apalagi pengumuman kelulusannya. Makin bingung kami kan.

"Udah, ayo coba aja di univ lain. Dumlupinar bareng gw", kata Revaldi, teman dokuz saya.

"Tanggung bre. Udah nunggu berbulan-bulan loh, masa gak dapat apa-apa", jawab saya.

"Ya mau gimana lagi, kita terancam gak jadi berangkat ke Turki kalo gini"

Tambah panas dan pusing kan kepala ini. Mood pengen ngajar di hari itu pun agak sedikit hilang. Saking kepikirannya tentang ini. Berabe juga urusan ya kan, kalo gak jadi berangkat. UIN juga sudah saya tolak, sekarang juga udah tutup. Masa gap year lagi sih. Beginilah pikiran kami saat ini kira-kira.

Akhirnya, siang hari saya coba diskusi bareng orang tua. Gimana baiknya. Disatu sisi, saya udah terlanjur nunggu lama di Dokuz, sampai-sampai Ankara saya relakan ya kan. Disisi lain, sekarang sudah bulan Oktober.

"Emang teman-teman kamu pada pindah?", tanya ayah saya.

"Iya, pah. Setengah nya pada pindah. Sebenarnya ada positifnya sih, ngurangin saingan. Tapi takutnya ya itu, malahan gak jelas. Gak jadi berangkat akhirnya", jelas saya.

"Ya terserah kamu sih, Papa mah ikut aja. Tapi emang nanggung kalo kamu pindah sekarang. Udah nunggu lama soalnya", kata ayah saya.

"Ari sih maunya stay dulu aja. Seenggaknya sampai tanggal 20 lah, kalo masih belum ada kemajuan kabar, ya udah mau gimana lagi. Terpaksa pindah", ujar saya.

"Ya udah gitu aja kalau bisa mah", akhirnya diskusi pun selesai dengan hasil sebagaimana obrolan di atas.

Saya mulai meyakinkan teman-teman saya untuk tetap stay di Dokuz, seenggaknya sampai tanggal 20 lah. "Ya, gitu aja lah", timpal Zaki, pentolan Mumtaza . Sebenarnya Dokuz ini sudah benar-benar jadi destinasi univ impian kami. Karena selain biaya terjangkau, ada kualitasnya juga. Alasan sebagian besar dari kami, bahkan hampir seluruhnya memilih Dokuz karena jurusan HI nya bagus. Terus peringkat univnya juga ada di 20 besar universitas terbaik Turki. Hal itu gak bisa dipungkiri karena 90% dari kami memasukkan jurusan HI dalam pilihannya. Sedangkan, Ankara yang Univ top 10 besar, kami agak keberatan dengan biayanya yang 2x lipat dari Dokuz Eylul University. Hal inilah yang bikin kami bela-belain untuk menunggu lama, disaat teman-teman kami sudah mulai pada berangkat duluan ke Turki.

Akhirnya, keputusan bulat diambil oleh sebagian kami, tetap stay setidaknya sampai tanggal 20 nanti atau mendekati lah. Sedangkan sebagian lain sudah mengelist namanya di univ lain. Gak lama setelah itu, ada chat dari Reza teman saya.

"Masih stay?", chat nya diawali dengan pertanyaan.

"Masih InsyaAllah, ini lagi konsultasi ortu. Kayaknya sih stay, ja", jawab saya.

"Serius stay? Lama pake banget"

"Soalnya dulu gw bela2in pindah dari Ankara ke dokuz untuk stay. Gw gak masalahin waktu. Cuma masalahin kepastiannya", kata saya menjelaskan.

"Lah lu kenapa pindah dari Ankara, sob?"

"Mahal", itu doang alasan saya.

"Apa bedanya Bambang? Lama pake banget itu= gak ada kepastian"

"November tapi pasti ya oke aja sih gw mah. Gw istilahnya udah terlanjur jebur duluan, ja"

"So, kalo lu naudzubillah dokuz belum rezeki, gimana?", kata Reza masih penasaran.

"Ya, sisanya. Kayak Afyon gitu. Yang penting udah usaha", kata saya kan.

Lalu, saya tambah lagi, "Kalo dokuz naudzubillah gak dapet, gw ambil univ apa aja tapi sekalian kedokteran ae"

"Oke gw paham keputusan lo"

"Itulah ja, ortu juga udah support untuk stay. Kalo belum keterima juga, berarti bukan rezekinya"

"Iya si bener sob. Ya udah sob good luck ya sob. Sukses terus dimanapun"

"Oke siap ja!"

Notes from TurkiyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang