RESEPSI

206 6 0
                                    

Kalau kebanyakan orang di sini menatap takjub ke arah Azora, maka berbeda dengan Abian. Dia masih saja setia menghadiahi Azora dengan tatapan tajamnya. Entah apa maksudnya, mungkin penglihatannya sudah rabun kali ya? Pasalnya sekarang Azora dengar sayup-sayup orang memujinya cantik, eh malah Abian seperti ingin ... membunuhnya.

  Azora duduk berdampingan dengan Abian. Mama dan tante Regina pergi menyingkir. Sebenarnya tadi Azora sempat menahan lengan mama agar tetap menemaninya, tapi malah mama menepisnya pelan.

  "Nah, sekarang pengantin putri silahkan tanda tangani buku nikah ini." Pak penghulu menyodorkan buku nikah serta bolpoin ke arah Azora.

  Azora menerimanya dengan tangan gemetar. Bayangkan saja, semua gerak-gerik Azora masih saja tak luput di perhatikan oleh Abian. Bukan karena Azora grogi ada didekatnya, tapi karena Azora takut dia benar-benar akan membunuhnya.

  Selesai mendatanginya, Azora mendekatkan kembali buku nikah serta bolpoin itu ke arah pak penghulu.

  "Karena ini belum ada fotonya pengantin wanita di buku nikah ini, jadi kapan-kapan diharapkan kalian menyetorkan fotonya ke KUA ya, biar bisa diurus. Jangan terburu-buru, nikmati saja dulu bulan madu kalian." Ucapan pak penghulu seketika membuat tawa orang yang mendengarnya, terkecuali Azora dan tentu saja Abian.

  Azora dan Abian hanya menanggapinya dengan menganggukkan kepala. Ya masa mau mendebat pak penghulu dan memberitahu bahwa mereka tak akan bulan madu. Bisa runyam kan nanti.

  Selesai sesi penandatanganan buku nikah dan lainnya, pembawa acara mengarahkan Azora dan Abian berdiri untuk sesi penyematan cincin nikah. Mau tidak mau Azora pun mengikuti arahan konyol itu. Kenapa Azora bilang konyol, ya karena pasti ukuran cincin tak akan sesuai di jari manisnya. Sebab cincin itu kan seukuran dengan calon pengantinnya Abian. Ralat, mantan calon pengantin.

  "Ayo Abian, pasangkan cincinnya di jari Azora." Entah sejak kapan tante Regina sudah kembali berada di dekat mereka.

  Abian mengambil cincin berlian dari kotak beludru berwarna merah, kemudian memasangkannya di jari manis tangan kanan Azora.

  Ajaib! Cincinnya pas di jarinya, tidak sempit dan tidak kebesaran juga. Apa mungkin ukuran jarinya mantan calon pengantinnya Abian sama dengannya? Bodo amatlah, Azora tak mau memikirkannya.

  "Hmmm ... cincinnya bagus juga, mahal nih pasti." Batin Azora sambil memandangi cincin yang baru saja tersemat di jarinya. Azora tersenyum melihat cincin ini, membayangkan seberapa banyak rupiah yang bisa dia terima jika Azora jual cincin berlian ini.

  Nah, ijokan mata Azora, dasar mata duitan.
"Azora ayo salim dan cium tangan suami kamu." Ih, apaan sih mama, masa suruh salim sama si kutukupret. Eh, tapi kan dia sekarang sudah jadi suami Azora.

  Dengan takut-takut, Azora memandang ke arah Abian yang masih saja menatapnya tajam. Padahal kan Azora ingin meminta ijin boleh apa enggaknya salim ke dia.

  Mengerti dengan tatapan ketakutan Azora, Abian menyodorkan tangan kanannya pada Azora. Sesuai perintah mama tadi, Azora pun salim dan mencium tangan Abian. Eh, kok rasanya kayak kesetrum ya? Jangan-jangan Abian ini tiang listrik berjalan lagi.

   Jepretan kamera pun mengiringi sesi ini.
  Sebetulnya Azora ingin cepat-cepat melepaskan tangannya dari tangan Abian, tapi entah kenapa seperti ditahan oleh Abian. Hmmm ... pasti nyaman kan pegang tangan Azora yang lembut ini, makanya nggak mau lepasin.

  "Abian, sekarang saatnya kamu cium Azora."

  Azora melongo mendengar perintah tante Regina, kemudian menatap Abian sambil memberi kode agar tidak menuruti permintaan gilanya tante Regina. Tapi dia hanya menatap Azora datar.

BUKAN SALAH DI JODOHKAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang