SALAH PAHAM

116 3 0
                                    

  "Aku nggak akan rela kehilangan Abian! Ini satu-satunya cara agar aku bisa terbebas dari si brengsek Damar."

  Abian kembali ke rumah, tapi hanya mendapati Regina yang sedang menonton televisi seorang diri. Sementara Azora tidak terlihat bersama dengan Regina.

  "Masih ingat pulang?" Sindir Regina dengan mata yang masih fokus ke layar televisi.

  Abian menghela napas lalu berjalan mendekati Regina dan duduk di samping Mamanya itu.

  "Ma, aku minta maaf. Aku nggak ada maksud apa-apa, tadi aku hanya ingin membantu Lashira saja." Ujar Abian. Dia tak mengatakan jika Lashira hanya berpura-pura, sebab tak ingin ibunya semakin marah.

  "Jangan minta maaf pada Mama, minta maaf sana sama istrimu! Kamu sama sekali nggak memikirkan perasaannya, suami macam apa kamu ini?" Gerutu Regina dengan wajah masam.

  "Di mana dia, Ma?" Tanya Abian.

  Sejak kembali dari rumah wanita ular itu, Azora langsung masuk ke kamar dan nggak keluar lagi. Kalau Mama jadi dia, Mama akan mengunci pintu dan nggak akan biarkan suami seperti mu tidur di kamar." Sahut Regina kesal.

  Abian tak membalas omelan Mamanya, dia lebih memilih beranjak dan melangkah ke kamar. Dia membuka handle pintu dan syukurnya tidak di kunci, ternyata Azora tidak seperti Mamanya.

  Abian menutup kembali pintunya dengan perlahan kemudian berjalan mendekati Azora yang sudah tertidur dengan jejak-jejak air mata yang belum sepenuhnya mengering, bukti jika wanita itu menangis sebelum tertidur.

  Abian mengusap pipi mulus Azora dengan lembut dan menatap wajah cantik itu dalam-dalam, terselip rasa bersalah di hatinya.

  "Aku minta maaf karena sudah membuatmu terluka. Aku janji nggak akan mengulanginya." Ucap Abian tulus lalu mengecup kepala Abian.

  Azora menggeliat dan berbalik, kemudian tertidur lagi. Abian tersenyum lalu ikut membaringkan tubuhnya di samping Azora sambil memeluk wanita itu dari belakang, menikmati aroma parfum yang melenakan dan membuat nyaman.

  "Selamat tidur istriku, mimpi yang indah." Bisik Abian di telinga Azora dan semakin mengeratkan pelukannya.

  Rasanya begitu tenang saat berada di sisi istrinya itu, sehingga Abian merasa enggan untuk melepaskan.

  Tak butuh waktu lama, Abian pun sudah terlelap dalam heningnya malam sambil memeluk Azora yang lebih dulu terbang ke alam mimpi.

                         °°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

    Setelah melihat isi brankas milik Mamanya, Fardhan bergegas menemui Papanya yang tergolek tak berdaya di kamar sebelah.

  Pa, aku mau bicara." Ujar Fardhan dengan mata memerah dan di penuhi kilatan kemarahan.

  "Ada apa, Dhan?" Tanyanya bingung.

  "Aku ingin dengar penjelasan papa! Apa maksudnya semua ini." Fardhan memberikan sepucuk surat yang dia temukan di brankas Mamanya.

  "Mata papa membulat saat melihat surat itu.
  "Dari mana kamu mendapatkannya?"

  "Dari brankas Mama. Aku mohon jelas kan, pa!"
Sudarso memejamkan mata dan menelan ludah berkali-kali, dia tak menyangka Fardhan akan menemukan sesuatu yang sudah lama dia rahasiakan.

  "Pa, kenapa diam? Ayo, jelaskan semuanya!" Desak Fardhan tak sabar. Tapi Suroso tetap bergeming.

  "Jadi ini sebabnya Mama bersikap dingin kepada Papa dan aku selama ini?"

BUKAN SALAH DI JODOHKAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang