PERANG DINGIN

132 2 0
                                    

  "Mama sudah pulang? Bukannya lusa, ya?" Cecar Abian heran.

  Mama memang pulang lebih awal dan mendapati rumah kita di segel polisi.

  "Ada apa sebenarnya?" Regina menuntut penjelasan.

Abian harus menelan ludah sebelum menceritakan apa yang terjadi, tentu versinya berbeda dengan yang diceritakan oleh Lashira.

  "Jadi wanita ular itu berbohong? Dasar kurang ajar!" Regina menggerutu kesal.

"Mama kan sudah tahu Lashira itu seperti apa?" Sahut Abian.

"Aku pikir dia sudah berubah karena mau menyelamatkan kita. Ternyata cuma pura-pura." Azora menimpali.

  "Papa jadi penasaran dengan yang namanya Lashira? Dasar wanita licik." Sela Juna.

  "Dia yang waktu itu datang ke pernikahan Azora dan Abian, kan?" Tanya Mariska.

   Azora mengangguk. "Iya, Ma."

  "Lalu apa yang Lashira katakan, jika itu omong kosong?" Regina menatap lurus ke arah Azora.

  Semua orang terdiam dan saling pandang, sangat tak menyangka jika Regina akhirnya mengetahui rahasia itu dan yang parahnya dia justru mengetahuinya dari orang lain.

  Akhirnya Regina paham apa alasan Azora dan keluarganya bersandiwara, setelah Juna menceritakan yang sebenarnya. Dia bisa memaklumi semua itu walaupun sedikit kecewa.

  "Harusnya dari awal kalian jujur saja, jika Azora nggak mau menikah dengan Abian. Aku nggak akan memaksa."

  "Sekali lagi aku minta maaf." Ini menjadi permohonan maaf yang ke sekian kalinya dari Juna.

  "Aku hanya ingin menepati janji kepada keluargamu, Regina."

"Tapi bukan dengan mengorbankan Azora dan membuatnya terlibat dalam sandiwara ini. Apa kalian nggak pikirkan perasaannya?" Sesal Regina.

  "Enggak apa-apa, Ma. Aku ikhlas justru aku bersyukur bisa menikah dengan mas Abian dan memiliki mertua sebaik Mama." Sela Azora.

  "Kamu memang wanita berhati baik dan tulus. Mama nggak peduli siapapun kamu. Bagi Mama, kamu tetap menantu terbaik." Regina memeluk Azora dengan penuh haru.

  "Maafkan Mama karena sempat berpikiran buruk tentangmu tadi."

  "Aku juga minta maaf untuk semuanya, Ma." Balas Azora.

Semua orang bisa bernapas lega, satu persatu masalah selesai dengan sendirinya. Tuhan memang selalu tahu waktu dan cara yang tepat untuk menghadirkan kebahagiaan, terkadang bahkan dengan cara yang paling tak terduga sekalipun. Semua akan indah pada waktunya.

  "Sekarang kita lupakan yang telah terjadi, dan mulai lembaran baru." Ujar Mariska.

  "Iya, hidup ini cuma sekali. Terlalu sayang untuk di lewatkan dengan sia-sia." Sahut Regina.

  Azora yang sudah melepaskan pelukannya dari Regina, kini mendekati Fardhan lalu menggenggam erat tangannya.

  "Mas, maafkan Papaku, ya? Demi aku." pinta Azora memohon.

Fardhan menghirup udara dalam-dalam lalu menghembuskannya.

  "Iya, mas sudah memaafkan."

  Saat mengatakan itu, seolah beban dan sesak yang mengimpit dada Fardhan keluar entah kemana, berubah menjadi kelegaan serta ketenangan.

"Terima kasih, mas."

"Terima kasih banyak, Dhan." Ucap Juna dengan senyum mengembang, dan Fardhan hanya menganggukkan kepalanya.

BUKAN SALAH DI JODOHKAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang