008

2K 171 0
                                    

Renza masih berusaha memenangkan Shaka, ia dari tadi masih menangis, belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Renza masih berusaha memenangkan Shaka, ia dari tadi masih menangis, belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.

"Mereka ga akan ganggu Kay lagi, abang ada disini," Renza masih memeluk Shaka, mengecup pelan pucuk kepala adik bungsunya itu.

Deg

Shaka tertegun, Kay? Itu adalah panggilannya saat kecil, disaat Renza masih menyayanginya. Dan setelah terjadi suatu hal, kakaknya itu berubah, dia mulai mengacuhkan Shaka, bahkan tak pernah mau meliriknya sedikitpun.

Renza yang merasakan Shaka terdiam, menangkup pipi adiknya, menatap netra sang adik yang terlihat kosong, seakan-akan ia akan tenggelam dalam lubang hitam jika tak segera Renza selamatkan.

"A-Abang ..." Shaka terisak kembali, menatap netra Renza yang memandangnya dengan tatapan khawatir, bukan tatapan dingin dan acuh seperti dulu.

"Udah, jangan nangis lagi, nanti dada Kay sesak, abang ada disini, jangan takut."

Renza memeluk Shaka, matanya kembali menajam ketika melihat kondisi tubuh adiknya yang memperihatinkan, terdapat beberapa memar dan lebam ditubuhnya.

Shaka memeluk Renza erat, ia takut Renza akan meninggalkannya sendirian lagi. Tak lama, Renza merasakan napas Shaka mulai teratur, ia mengeceknya, Shaka tertidur, mungkin kelelahan karena terlalu lama menangis.

Renza menggendong Shaka ala koala, menyandarkan kepala adiknya keceruk lehernya, mengusap pelan punggung sempit milik adiknya itu. Ia membawa Shaka ke uks, membaringkan tubuh ringkih pemuda itu, namun saat ingin melepaskan pelukannya, Shaka kembali terbangun dan mulai menangis lagi.

*****

Renza berjalan memasuki rumahnya, mereka pulang lebih awal karena kondisi Shaka yang tak kondusif, ia demam. Renza membawa Shaka kekamarnya, sekarang masih pukul 11 siang, Renza mengganti baju seragamnya dan Shaka dengan baju santai, tak lupa memasangkan ByeBye Fever di jidat sang adik.

Ia duduk di samping Shaka yang masih tertidur pulas, ia mengerjakan sesuatu dilaptopnya, jari-jemarinya dengan lihai mengetikkan sesuatu di keyboard-nya, angka dan huruf-huruf acak muncul dilayar layar.

Tak terasa sudah 4 jam lamanya Renza mengotak-atik laptop itu, Shaka mulai terbangun dan melamun sebentar. Shaka menoleh kearah Renza, ia terkejut dan langsung terduduk, membuat kepalanya pusing dan hampir jatuh ke lantai jika tak ditahan oleh Renza.

Renza masih memangku laptopnya, menatap Shaka sekilas, namun ia heran karena Shaka yang terlihat linglung.

"Kok gue disini?" Shaka bertanya kepada Renza, ia kemudian teringat kejadian saat ia menangis sambil memeluk Renza. Wajah Shaka memerah, ia sangat malu! Mau ditaruh dimana tampang cool dan cueknya itu?

"Masih pusing?" Renza bertanya namun atensinya tak teralihkan sedikitpun dari laptopnya.

Renza yang merasa diperhatikan, menoleh kearah Shaka, satu alisnya terangkat.

"Ekhem."

Shaka langsung tersadar dari lamunannya, ia menggelengkan kepalanya agar pikirannya kembali fokus.

"Makasih karena udah nyelamatin gue," Shaka berterimakasih kepada Renza dengan tulus.

"Hm," Renza hanya berdehem singkat, matanya masih fokus pada layar laptopnya.

"Kenapa gue disini? Kan ini masih jam sekolah?" Shaka menyibakkan selimut yang menutupi dirinya, ia baru sadar jika pakaiannya sudah terganti.

"Lo yang ganti baju gue?" Shaka bertanya pada Renza

"Hm," Renza menjawabnya singkat.

"Jangan kasih tau kondisi gue ke ayah," Shaka berkata dengan pelan, ia takut Angga akan marah padanya.

"Tidak," Renza menolak mentah-mentah permohonan Shaka, bagaimanapun, sebagai ayah, Angga berhak mengetahui kondisi anak-anaknya.

"Bangs-" Renza menatap tajam Shaka yang ingin mengumpat.

"Gue mau kekamar," Shaka berdiri namun ditahan oleh Renza.

"Apaan sih anjing?!" Shaka memandang sinis Renza.

"Pertama, jangan make lo-gue. Kedua, jangan ngomong kasar, belajarlah sopan pada orang yang lebih tua."

"Ga! Gue gamau ya babi!"

Renza dengan kasar menyentak tangan Shaka, membuat adik bungsunya itu langsung terduduk kembali ke kasur. Shaka memberontak dan berusaha melepaskan cengkraman Renza, umpatan serta makian sedari tadi keluar dari mulutnya.

Renza naik pitam, semakin kuat menggenggam tangan Shaka. Mata Shaka sudah berkaca-kaca, tangannya sungguh nyeri sekarang. Renza melepaskan cengkramannya dengan kasar, "keluar," Renza berucap dengan dingin kepada Shaka.

Shaka tak bergeming, ia hanya menunduk, tubuhnya bergetar ketika mendengar nada dingin Renza, "keluar," Renza kembali mengusir Shaka, ia sangat emosi dengan adik bungsunya ini, kenapa sangat keras kepala?

Shaka tersentak dan dengan terburu-buru berdiri, pergi meninggalkan Renza yang masih emosi. Renza menghela nafas gusar, ia ingin meluapkan emosinya sekarang. Namun ia tetap diam, melanjutkan mengotak-atik laptopnya, menyelesaikan pekerjaannya yang sedikit lagi selesai.

*
*
*
*
*

𝐑𝐚𝐲𝐚𝐧𝐳𝐚'𝐬 𝐧𝐞𝐰 𝐥𝐢𝐟𝐞 [𝐭𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 || 𝐨𝐧 𝐠𝐨𝐢𝐧𝐠]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang