006

2.3K 189 1
                                    

Renza menepuk bahu siswi itu pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Renza menepuk bahu siswi itu pelan.

Puk

Siswi itu menoleh, terkejut melihat Renza di belakangnya, namun dengan cepat ia menormalkan wajahnya.

"Sejak kapan?" Renza bertanya.

"Bukan urusan lo," Rafani Clarissta Bimantara, adik kembarnya, menjawabnya dengan ketus.

Renza mengambil puntung rokok di jari Fani, membuangnya ke lantai lalu menginjaknya, "ck! Apaan sih!" Fani berdecak dan menatap marah Renza.

"Jangan ngerokok, ga baik," Renza menasehati.

"Hidup-hidup gue ya bangsat! Ga usah ngatur-ngatur sialan! Apa peduli lo, hah!? Selama ini lo ga ada tuh peduli sama gue, dan sekarang? Mau lo apasih brengsek?!" Fani membentak Renza.

Renza yang mendengar Fani membentaknya hanya diam, menatap Fani dengan tatapan tajam, namun Fani tak menanggapi tatapan Renza.

"Lo brengsek tau ga! Gue benci banget sama lo, ga sudi gue nganggep lo sebagai kakak! Lo cuma cecenguk sialan yang menjijikkan!"

Oke, Renza rasa itu sudah cukup. Rahangnya mengeras, tatapannya berubah menjadi lebih tajam dan juga mengintimidasi, aura tak mengenakkan keluar dari tubuhnya, membuat nyali Fani seketika menciut dan menunduk takut.

Sebastian dkk yang notabenenya berada di posisi yang lumayan jauh dari keduannya pun turut merasakan aura Renza, mereka juga ikut terdiam, entah mengapa mereka merasa seperti ditekan oleh sesuatu.

Fani merutuki kebodohannya karena telah membentak Renza, seharusnya ia ingat bahwa kakaknya ini cukup buruk mengendalikan emosinya, dan ia dengan kesadaran penuh justru memaki dan membentaknya.

Renza menghela napas, ia menetralkan emosinya. Ia jarang marah, namun ketika mendengar kata-kata Fani entah mengapa emosinya membludak, sepertinya itu perasaan Renza asli.

Fani perlahan mendongak, menatap Renza dengan tatapan takut, "maaf ..." ucapnya pelan.

Renza hanya diam, membuat Fani kembali menunduk, ia menggigit bibirnya gugup, sudah pasrah jika Renza akan memukulnya seperti dulu setiap kali dirinya membuat emosi kakak kembarnya itu.

Tetapi hal tak terduga terjadi. Bukan pukulan yang ia rasakan, bukan pula bentakan yang ia dengar, justru kini ia ditarik oleh Renza, membawanya ke dalam dekapan hangat sang kakak.

Fani mematung, tak pernah terpikir olehnya bahwa Renza akan memeluknya, pelukan yang selama beberapa tahun ini sangat ia rindukan kini dapat ia rasakan kembali.

Renza merasa bersalah karena telah membuat gadis yang berstatus adik kandung dari tubuh yang ia tempatin sekarang ketakutan, tapi ia juga tak sepenuhnya salah, karena Fani duluan lah yang memakinya dengan kata-kata kasar itu.

Fani membalas pelukan Renza, perlahan air matanya mulai membendung, ia terisak dipelukan Renza, tak sadar sang empu yang tengah ia peluk kini merasa kebingungan karena dirinya yang tiba-tiba menangis.

𝐑𝐚𝐲𝐚𝐧𝐳𝐚'𝐬 𝐧𝐞𝐰 𝐥𝐢𝐟𝐞 [𝐭𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 || 𝐨𝐧 𝐠𝐨𝐢𝐧𝐠]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang