Kring
Alarm Renza berbunyi dengan nyaring, membuat Renza dengan terpaksa harus bangun. Ia mematikan alarmnya, jam menunjukkan pukul 5.47 pagi. Renza melamun sebentar lalu ia beranjak dari kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi, ia mandi selama 10 menit.
Setelah selesai, Renza keluar dari kamar mandi dan mengenakan seragam sekolahnya sesuai jadwal. Renza kemudian berjalan keluar dari kamarnya dan menuruni tangga menuju ruang makan, sebuah ransel berwarna biru tua tergantung dengan apik dibahu kanannya.
Renza duduk di bangku kosong di sebelah Gabriel. Merasa diperhatikan, Renza mengangkat pandangannya, di bangku yang bersebrangan dengannya itu terdapat seorang gadis yang tengah menatap rumit kearahnya.Renza mengangkat bahunya acuh dan menoleh kesebelah kirinya, terdapat Shaka yang tengah menatap tak suka gadis yang berada didepan Renza.
"Ngapain sih mereka di sini," Shaka bergumam pelan, Renza yang mendengarnya hanya diam dan tak mau berkomentar.
"Ella kemarin ikut mama papa keluar negeri, Ella juga lupa ngabarin kakak," yap, gadis itu adalah Ella, di sebelahnya terdapat Azzalea.
"Pantas saja dia tiba-tiba menghilang, tetapi mengapa harus kembali muncul?" Renza bergumam dalam hati.
Shaka mendengus kasar, entah mengapa ia tak menyukai Ella. Dulu, Shaka biasa-biasa saja saat melihat Ella. Tetapi sekarang, ia merasa bahwa Ella seperti ingin merebut Renza. Mana mau ia berbagi Renza dengan perempuan yang bahkan tak ada hubungan keluarga dengannya.
Ella yang merasa Shaka menatapnya lalu menoleh, "kenapa Shaka liatin Ella?" tanyanya. Shaka hanya menggeleng pelan.
Ingin sekali rasanya Shaka menabok wajah Ella dan mencaci-makinya dengan kata-kata mutiaranya, namun ia lebih memilih diam. Shaka memutuskan untuk memakan makanannya.
Posisi mereka duduk:
Azza // Ella // Samuel // Samudra // Putri
[ Meja makan. ] Angga
Shaka // Renza // Gabriel // Fani // Asha
Angga berdehem pelan, mengisyaratkan yang lain untuk memulai sarapan, ruang makan itupun menjadi sunyi, hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu.Para maid berjejer dengan rapi disudut ruangan, berjaga kalau-kalau para tuan dan nyonya mereka ingin memakan makanan lain atau tidak suka dengan masakan mereka.
Setelah beberapa menit, Renza selesai makan, ia berdiri dan menatap Angga, "aku selesai." Renza menenteng kembali ranselnya dan hendak keluar dari ruang makan.
"Bang, boleh Kay berangkat sama abang?" Shaka menatap Renza dengan tatapan berharap, Renza hanya mengangguk singkat.
Ella yang mendengar ucapan Shaka pun ikut menatap Renza dengan tatapan memohon, "Ella boleh ikut?"
Renza mengernyitkan dahinya heran, sebenernya apa maunya? Padahal selama ini Renza asli selalu membully-nya, dan sekarang? Dia bahkan memohon untuk berangkat kesekolah bersama? Orang gila mana yang mau berangkat bersama orang yang sering menyakitinya?
Haruskah ia tetap memainkan peran Renza asli yang kerap mem-bully Ella? Lagian ia penasaran bagaimana rasanya mem-bully orang lain. Dahulu hidupnya sangat monoton, bangun-makan-disiksa-istirahat-tidur, selalu seperti itu setiap hari.
Ella yang melihat Renza mengernyitkan dahinya pun menghela nafas pelan, "ga boleh ya? Yaudah deh.." Ella menundukkan kepalanya, nada bicaranya yang awalnya bersemangat, kini menjadi sedih.
Angga menatap Ella, "Ella, ga usah ya? Biar ayah aja yang anter gimana?" Angga mencoba membujuk Ella. Mau bagaimanapun ia tahu watak anaknya itu yang kerap menyakiti Ella.
Ella kemudian menggeleng pelan, "ga usah, yah, Ella berangkat sama kakak aja," Ella tersenyum manis kearah Angga. Shaka menatap Ella tak suka, bibirnya mencibik kesal. Ia beranjak dan meninggalkan ruang makan tanpa berkata sepatah katapun, Renza menyusul di belakangnya.
*****
Renza memilih membawa mobil karena ia melihat awannya agak mendung. Dan benar saja, baru beberapa menit mengendarai mobilnya, air mulai menetes dari awan-awan keabu-abuan itu, bukan hujan deras namun hanya gerimis kecil.
Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, ia sesekali menoleh kesebelahnya, disana terdapat Shaka yang masih kesal dengan kejadian diruang makan tadi, padahal tidak ada yang salah.
Renza menghentikan mobilnya saat lampu lalu lintas menujukkan warna merah, kemudian ia menatap Shaka, ia menyadari bahwa Shaka lebih diam dari biasanya, "kenapa, Kay?"
Shaka menggeleng dan mendengus kasar, tak tahu mengapa ia menjadi lebih kesal saat mendengar pertanyaan dari Renza, abangnya itu sungguh tidak peka.
Renza menghela nafas lelah dan menatap kedepan, tak tahu harus berbuat apa, hingga ia merasakan Shaka mencubit lengannya, cukup kuat namun tak membuat Renza merasakan sakit.
Renza menjauhkan tangannya dan kemudian mengelus lembut pucuk kepala Shaka, "kenapa, Kay? Abang ada salah sama Kay?" Shaka merasa emosinya mulai mereda seiring ia merasakan elusan lembut di kepalanya.
Shaka menghela nafas lelah, "abang, jujur sama Kay, abang suka sama Ella?" oke, pertanyaan ini memang sangat aneh, namun Shaka merasa bahwa Renza tertarik dengan Ella, yang mana membuatnya merasa sakit hati.
Renza terdiam sebentar lalu ia menggeleng, "tidak, kenapa?" Renza merasa heran dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Shaka secara tiba-tiba. Shaka menghela nafas, entah mengapa ia merasa tidak puas mendengar jawaban dari Renza.
Renza yang menyadari bahwa Shaka nampak tak sepenuhnya percaya padanya pun hanya diam.
"Bang, Kay bukannya ngelarang abang buat suka sama orang, tapi Kay ga akan rela kalo abang suka sama Ella, Kay ga suka dengan cara Ella natap abang, tatapannya itu jelas kalo dia suka sama abang, dan Kay ga mau kalo abang tertarik sama dia."
"Kenapa?" Renza menaikkan satu alisnya.
"Abang bodoh, kita kan ga tau sepenuhnya seperti apa Ella itu, dia itu ibaratnya kaya air laut, tenang tapi menghanyutkan. Terus juga, Kay ga mau abang nanti jadi nyuekin Kay karena terlalu fokus sama Ella."
"Cemburu?" Shaka mendengus sebal mendengar pertanyaan Renza, namun ia mengangguk pelan.
Renza terkekeh, ia menyukai sisi Shaka yang ini: sisi yang jujur dan selalu mengungkapkan semua apa yang ia rasakan, baik itu perasaan sedih, senang, marah, kecewa, atau apapun. Ia suka ketika Shaka lebih terbuka dengannya.
"Kay, mau abang suka sama siapapun, abang ga akan pernah nyuekin Kay, Kay itu adek bungsunya abang, Kay bakal selalu jadi orang nomor satu buat abang, jadi jangan berpikir bahwa abang bakal lupain Kay hanya karena satu wanita yang bahkan belum jelas bisa meluluhkan hati abang atau tidak, mengerti?"
Shaka mengangguk mantap, ia tersenyum lebar, kata-kata Renza barusan langsung menghapus segala firasat buruk dj benaknya. Renza selalu bisa membuatnya merasakan nyaman dan aman saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Renza mengelus lembut kepala Shaka kemudian ia kembali menjalankan mobilnya karena lampu sudah menunjukkan warna hijau, gerimisnya sudah berhenti, suasana pagi ini terasa sangat sejuk dan menenangkan.
*
*
*
*
*
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐚𝐲𝐚𝐧𝐳𝐚'𝐬 𝐧𝐞𝐰 𝐥𝐢𝐟𝐞 [𝐭𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 || 𝐨𝐧 𝐠𝐨𝐢𝐧𝐠]
Mystery / Thrillerִֶָ 𓂃˖˳·˖ ִֶָ ⋆★⋆ ִֶָ˖·˳˖𓂃 ִֶָ Transmigrasi, memiliki konsep di mana jiwa seseorang berpindah ke raga yang berbeda. Rayanza Bagaskara, merupakan salah seorang pemuda yang tidak sengaja mengalami nasib di lu...