"Untuk mendapatkan sesuatu perlu ada yang di korban kan"
-fake loveSeorang laki-laki berjaket kulit menemui laki-laki berhoodie hitam.
"Apakah saatnya kita melaksanakan rencana kedua?" tanya pria berjaket kulit.
"Laksanakan karena sudah terlalu lama bersantai," jawab pria berhoodie hitam.
"Apakah kamu yakin?" tanya pria berjaket kulit yang dibalas anggukan.
"Agar masalah ini cepat selesai," ucap pria berhoodie hitam.
Pria berjaket kulit pergi keluar dari ruangan tersebut, ia tampak menelpon seseorang, sedangkan pria berhoodie hitam hanya tersenyum memandang sebuah foto seraya berkata, "tak lama lagi semua berakhir."
###
Gelap dan kumuh.
Kiranya, dua kata itu mampu menggambarkan isi gedung terbengkalai ini. Tanpa ragu Dani menjajakkan kakinya ke tanah, menyusuri gedung dan menaiki anak tangga menuju lorong lantai atas.
Dani menemui beberapa anak buahnya yang menyambut dengan hormat, kemudian tanpa basa-basi menanyakan di mana keberadaan sanderanya.Malang.
Dani menatap anak buah Niko dengan tatapan sinis, berusaha tak memedulikan sorot cemas dengan bulir keringat yang membasahi dahi. Kedua tangan dan kakinya diikat di kursi kayu yang tampak lapuk. Tak lupa, plester hitam yang menutupi mulut dan lebam yang tertoreh di area wajah. Tampaknya, anak buahnya telah menjalankan tugas yang cukup baik di bawah perintahnya.
Dani melangkahkan kaki lebih dekat. Sunyi membekap, hanya derap langkah kaki yang terdengar. Semakin dekat, Dani tersenyum manis sembari menatap sanderanya. Namun sedetik kemudian, senyum manis itu hilang, digantikan dengan cengkraman erat pada dagu lawan bicaranya. Sesaat kemudian, tangan kanan Dani melepaskan plester hitam dengan kasar.
Sang lelaki menjerit, Dani berusaha meredam jeritan dengan cengkraman yang lebih erat."Beri tahu aku di mana keberadaan anak Dani," ucap Dani dengan tenang.
Lawan bicaranya diam. Ia meredam sakit, marah, dan sejuta perasaan lainnya dalam batin.Tak menanggapi ucapan pria di hadapannya ternyata hanya akan membuat dirinya tersiksa. Bagaimana tidak? Pria itu mulai mengeluarkan sebuah pisau lipat dari balik saku jasnya, kemudian menggoreskannya di bagian pipi kanan. Perih. Darah mengalir pelan, Dani tersenyum penuh kemenangan.
Masih diam tak berkutik, Dani semakin memperdalam sayatannya. Menyiksa lelaki di hadapannya dengan perlahan. Barangkali jika Dani tidak dapat membunuhnya dalam sekejap, ia dapat menyiksanya secara perlahan namun pasti.
Darah yang mengalir semakin banyak. Sekali lagi, Dani tersenyum manis kala semakin banyak cairan merah yang berjatuhan dari mata pisau dalam genggamannya.
"Di mana keberadaan anak Niko?" Lelaki di hadapannya melenguh, namun masih diam seribu bahasa.
Dani mencabut pisau dari pipi kanan laki-laki itu. Laki-laki itu sejenak menarik napas. Tanpa basa-basi, Dani kembali menyayat pipi bagian kiri laki-laki itu. Semakin banyak darah yang bergelimang. Bahkan, baju abu-abu muda lelaki itu sudah bercampur dengan warna merah.
"Sekali lagi, di mana keberadaan anak Niko? Ah, begini saja. Di mana ia bersekolah? Anaknya benar masih duduk di bangku SMA, bukan?" Laki-laki itu hanya merintih menahan perih.
Dani tak sabaran. Melihat lelaki itu hanya diam, Dani kemudian menyayat leher lelaki itu menggunakan mata pisau yang sudah merah, terkontaminasi oleh darah.
Dani hanya perlu sedikit bersabar, menunggu waktu perlahan, membiarkan laki-laki di hadapannya merasa tak tahan dan kemudian menjawab. Benar saja, tak lama kemudian, lelaki itu terbata-bata berbicara.
Dani masih tak melepas sayatannya hingga mendapatkan jawaban yang ia mau."D-dia bersekolah di SMA Merah Putih," jawabnya lirih.
Rupa-rupanya, hanya inilah bentuk kesetiaan laki-laki di hadapannya kepada Niko. Tapi tak apa, dengan begitu, Dani tak perlu repot-repot untuk menyayat seluruh tubuh lelaki ini.
"S-sudahkan, tuan?" Dani tersenyum sinis. Alih-alih melepaskan tali dan siksaan terhadap lelaki ini, Dani justru semakin membuatnya tersiksa secara perlahan.
"Sudah bagaimana? Kau kira aku hanya ingin bertanya 1 hal itu saja? Tentu tidak." Dani mendekatkan wajahnya ke wajah pria itu.
"Kau tidak ingin memberiku hal lain? Apa aku harus menggorok lehermu atau memenggal kepalamu terlebih dahulu? Bisa beri tahu aku di mana kelas dan hmm, mungkin ciri-cirinya?" Pria itu menatap takut-takut, namun tetap diam.
Sepertinya pria ini memang memancing emosi dan harus diberi kekerasan dahulu. Dani kembali menancapkan pisaunya di leher sebelah kanan, menyayat hingga cairan kemerahan itu kembali bergelimang.
"D-dia dia berada di kelas XII IPS 1." ucap pria itu terbata-bata
"Apakah kau berbohong, informasi yang aku dapatkan Niko hanya memiliki satu orang anak, tetapi ketika aku mencari informasi di kelas XII IPS 1 tidak ada anak tunggal yang memiliki Ayah bernama Niko!" bentak Dani.
"Se-sebenarnya Niko memalsukan identitas anaknya, di sekolah tersebut ia sengaja membuat anaknya memiliki saudara," ucap pria itu.
"Sebutkan nama anak itu!" bentak Dani.
"A-aku ti-dak tau nama anaknya, aku han-ya tau ciri-cirinya saja" Dani memperdalam pisaunya hingga cairan merah itu kian banyak keluar.
"Sebutkan ciri-ciri tersebut!" Pria itu tampak terengah-engah.
" D-dia menggunakan liontin berbentuk bulan sabit dan permata biru di tengah bulan itu-Ah harusnya aku tidak bilang-" Sedikit lebih puas, setidaknya itu yang Dani rasakan. Keadaan masih mencekam, namun pria itu merasa lebih lega sebab Dani menarik pisau dari lehernya.
Pria itu menghela satu napas panjang. Barangkali itu adalah napas terakhirnya, sebab ternyata penderitaannya masih bertambah. Terdengar suara tembakan keras dari dalam ruangan, beriringan dengan napasnya yang mulai tercekat dan kesadaran yang mulai hilang.
Hidupnya hanya sampai di sini.
Dani segera menghubungi Zea, ia sungguh bahagia bisa memberikan informasi yang berharga ini.
"Hallo Zea, om mempunyai kabar baik untuk kamu," ucap Dani.
"Kabar baik apa om?" tanya Zea di seberang sana
"Om berhasil mendapatkan informasi berharga, om berhasil menangkap anak buah Niko dan dia memberikan informasi penting terkait anak Niko, setelah Om telusuri ternyata anak Niko memang benar berada di kelas kamu, hanya saja di sana ia di kenal bukan sebagai anak tunggal tetap anak yang memiliki saudara, satu hal yang tak kalah penting mengenai Ciri-ciri anak tersebut, mulai besok kamu cari tau tentang anak yang memiliki liontin berbentuk bulan sabit dengan permata biru di tengah bulan itu karena dia lah anak Niko," ucap Dani menggebu-gebu.
Dani memutuskan sambungan teleponnya, ia tersenyum licik, menantikan permainan yang segera di puncak.
"Lihatlah Niko segera hadapi kehancuranmu," ucap Dani.
Kemudian ia menelpon Gilang memberitahu segala informasi yang telah ia dapatkan hari ini, respon Gilang sama seperti Zea, mereka akhirnya bisa menemukan anak Niko dengan mudah.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Dua tiga bebek gosong
Jangan buat like dan komen kosongSalam kece
Tertanda author keren
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Love (ENS) BSP
Teen FictionCinta itu hanya genjutsu yang berkamuflase dalam kata bahagia ~Fake Love~ sebagian orang mengira cinta itu sebuah ketulusan tetapi tidak bagi mereka, bagi mereka cinta hanya sebuah kesakitan. Berada di lingkaran kepalsuan membuat kehidupan 3 remaja...