"Kita tidak pernah tau takaran sakitnya seseorang, karena yang bisa merasakannya hanya dirinya sendiri,"
~AltanPagi ini tampak Enzo dan Zea berboncengan memasuki gerbang sekolah. Pemandangan ini tak luput dari penglihatan Darren. Api cemburu di mata Darren kian berkobar. Darren menarik nafas dengan kencang.
Enzo dan Zea memasuki ruang kelas. Mereka mengobrol seperti biasa. Darren memasuki ruangan kelas ia langsung saja duduk di bangkunnya tanpa menyapa Enzo dan Darren.
"Ca nanti kita pulang bareng ya," ajak Darren.
Zea menatap Darren dengan sinis sembari berkata, " Enggak, lo pikir gue gak tau niat lo deketin gue buat. Selama ini gue pikir lo tulus berteman sama gue ternyata enggak, gue muak sama lo Ren, gue bener-bener kecewa." Zea pergi meninggalkan Darren dan Enzo.
Terdengar suara seseorang tertawa. Darren melirik ke sumber suara, ternyata itu Enzo yang sudah tertawa dengan tatapan sinis ke hadapannya.
"Pasti ini semua gara-gara lo," ucap Darren.
"Gimana Ren? Baru permulaan loh, gue yakin lo gak akan bisa dapatin Zea," ucap Enzo meremehkan Darren.
"Awas aja lo ya, temuin gue di rooftop sekolah nanti," tantang Darren.
Saat ini Darren dan Enzo tengah berada di rooftop sekolah. Suasana sekolah saat ini begitu hening karena sudah memasuki jam pulang sekolah. Tampak raut wajah Darren penuh amarah. Sedangkan Enzo masih memasang saat wajah meremehkan ke arah Darren.
"Hei anak mami mau ngapain lo ngajak gue kesini?" ejek Enzo.
"Gue gak nyangka Zo, kita sudah bersama dari kecil, tetapi kenapa lo sejahat ini sekarang?" tanya Darren.
"Gue gak pernah jahat tuh, memangnya kejahatan apa yang udah gue lakuin ke lo?" Enzo bertanya balik.
"Gue tau kemarahan bokap akhir-akhir ini itu penyebabnya adalah lo kan? Lo sengaja fitnah gue di depan bokap, sehingga bokap sering ngehukum gue, dan sekarang lo ngefitnah gue di depan Zea, memang sakit lo," bentak Darren.
Enzo tertawa lagi, ia mendekati Darren lalu memukul pipi Darren dengan pelan sembari berkata, "Selama ini lo itu terlalu manja Ren, lo harus ngerasain sakitnya dunia, lo itu gak lebih dari pengecut! Lo gak lebih dari beban untuk orang lain!" ucap Enzo penuh penekanan.
Rasanya hati Darren bagai di peras ketika Enzo mengucapkan kalimat itu, Darren akui ia memang tak seberani Enzo selama ini, ia memang selalu menjadi beban bagi Enzo, tetapi entah mengapa tetap saja kalimat itu cukup menyakitkan bagi Darren.
"Iya gue akui gue hanya beban untuk siapa saja!" Setetes air mata jatuh dari mata Darren.
"Gue gak nyangka lo bakalan begini Zo, gue kira lo emang tulus menerima gue." sakit itu lah yang Darren rasakan ketika ia mendengar ucapan Darren yang menyayat hatinya.
"Dasar cengeng, pecundang seperti lo mau deketin Zea, bisa-bisa Zea harus momongin lo tiap hari." Enzo menggelengkan kepalanya, senyum meremehkan menghiasi wajahnya.
Bugh
Satu tinjuan mendarat di pipi Enzo. Ia memegang sudut bibirnya sedikit bercak darah di sana.
"Wah wah berani-beraninya lo ya!" bentak Enzo.
Lagi-lagi Darren menghantam Darren. Enzo tersungkur ke lantai. Enzo tidak terima atas perlakuan Darren, ia pun bangkit lalu menghantam muka Darren dengan satu bogeman, sudut bibir Darren sedikit sobek.
Pertarungan antara mereka berdua terjadi, karena hanya ada mereka berdua saja di sana pertarungan pun terjadi tanpa ada yang melerai. Enzo terus saja menghantam Darren, begitu pula sebaliknya. Darren menendang perut Enzo membuat Enzo jatuh tersungkur. Merasa tak terima Enzo yang posisinya di bawah pun menendang kaki Darren yang membuat Darren terjatuh. Tak membuang kesempatan Darren langsung saja mengukung Darren, Ia memukul pipi Darren berkali-kali hingga Darren babak belur.
"Uhuk." Darren terbatuk, ia mengeluarkan darah. Dengan badan yang sedikit lemas ia berusaha menghentikan Enzo.
Enzo menghentikan pukulannya. Melihat kondisi Darren yang tak berdaya membuat hati Enzo tersentil. Ia tak menyangka akan memukuli saudaranya sendiri sampai segitunya. Enzo terpaku beberapa saat.
"A-pa sa-lah g-ue sa–ma lo Zo, kena—pa lo teg–a sama gue uhuk" Darren terbatuk beberapa kali.
"Aaaa diam lo Ren, gue benci kalian." Enzo memukul meja yang ada di dekat mereka membuat meja tersebut patah. Ia mengacak-acak rambutnya sembari berteriak.
"Kalian semuanya sama saja, cuma bisa lihat kesalahan orang lain," teriak Enzo.
Emosi Enzo kian tidak stabil ia menendang apapun yang ada di dekatnya. Sekali lagi ia menatap Darren yang sudah terkapar di lantai rooftop ini. Setelah itu ia berlalu pergi begitu saja.
Dengan sisa tenaga yang ada Darren berusaha untuk bangun dari posisinya. Rasanya semua badan Darren terasa begitu nyeri. Ia pun bersandar di dinding rooftop, tatapan Darren lurus kedepan, melihat sikap Enzo tadi ia seperti bukan Enzo yang ia kenal, seumur-umur dia tinggal bersama Enzo, ia tidak pernah melihat anak tersebut semarah itu. Bagaimana pun keadaannya ia akan tetap tenang menghadapinya, namun kini ia seperti kerasukan. Seperti bukan dirinya. Darren berpikir kesalahan apa yang telah ia perbuat sehingga membuat Enzo berubah seperti itu.
Saat sedang melamun, tiba-tiba saja tangan seseorang terulur di depannya.
"Om Altan," Altan menyamakan posisi dengan Darren ia tersenyum kearah Darren yang masih di landa kebingungan.
"Kok om ada di sini?" tanya Darren.
"Baru kali ini om lihat muka kamu sebonyok ini,makin jelek aja." Bukannya menjawab pertanyaan dari Darren, Altan justru mengejek Darren.
"Ternyata bang Niko sudah membesarkan dua ayam jago ya, udah gede malah bertarung gini, udah kek sambung ayam aja." Altan membuka kotak P3K yang ia bawa. Ia mulai membersihkan luka-luka Darren.
"Om kok tau kami berdua berantem?" tanya Darren.
"Apa sih yang gak om tau dari kalian," jawab Altan.
Altan membersihkan luka-luka Darren dengan begitu telaten.
"Om kok aku lihat Darren seperti orang yang berbeda ya om. Dia emosinya meledam-ledak om seperti bukan Darren yang kukenal, " ucap Darren.
Altan menghembuskan nafasnya lalu berkata, "tidak semua yang kita lihat baik-baik saja tidak menyimpan masalah besar, kita gak tau sebesar apa masalah seseorang sehingga membuat orang tersebut bisa berubah, Darren kamu masih mau kan maafin Enzo. Om yakin dia hanya kebawa emosi saja tadi. Om harap kalian baikan lagi ya."
"Iya om, aku juga merasa kok apa yang di bilang Enzo benar," ucap Enzo.
"Kamu memang selalu legowo dalam menghadapi masalah. Om bangga sama kamu karena mampu memaafkan kesalahan orang lain." Altan memeluk Darren.
"Yaudah yuk kita pulang, kamu butuh istirahat," ajak Altan.
Mereka beranjak meninggalkan rooftop tersebut. Altan memapah Darren menuruni anak tangga.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Dua tiga ayam gosong
Jangan biarkan like dan komen kosongSalam kece
Tertanda author keren
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Love (ENS) BSP
Teen FictionCinta itu hanya genjutsu yang berkamuflase dalam kata bahagia ~Fake Love~ sebagian orang mengira cinta itu sebuah ketulusan tetapi tidak bagi mereka, bagi mereka cinta hanya sebuah kesakitan. Berada di lingkaran kepalsuan membuat kehidupan 3 remaja...