"Lo berdua kenapa sih narik-narik gue?" Lion merapikan pakaiannya yang di tarik oleh Rhein dan Kay.
"Duduk dulu, lo pengen tahu kan kenapa Nesha bisa berurusan dengan Ariel?"
"Ngapain ngomong di luar? Kan di dalem bisa, adem juga."
"Ya biar kayak detektif - detektif gitu lah."
"Gaya-gayaan lo.. Udah gue mau masuk."
"Iih bentar dulu Liooon, gak bisa diem deh."
"Ya udah iyaa, nih gue duduk. Apaan? Lo berdua mau ngomong apaan?."
Flashback.
Seperginya Nesha dari dalam toilet, Rhein dan Kay pun masuk untuk melihat keadaan Tara. Mereka sedikit khawatir karena sempat mendengar suara perdebatan antara Nesha dan Tara.
"Tar.. Tara.. Lo gapapa kan? Lo gak di apa-apain kan ama si boncel?." Tara menggeleng lemah, entah mengapa tubuhnya seakan tidak memiliki tenaga untuk berbicara.
"Kay, tangan Tara berdarah." Kay langsung saja melihat ke arah tangan Tara yang sudah terbalut kain yang mulai bercampur darah.
"Ya Tuhan.. Tar, sejak kapan lo belajar tawuran weh?."
"Lah si ogeb malah ceramah, buruan bawa nih anak ke gedung unit kesehatan."
"Gak usah, gue mau balik ke ruang BEM."
Tanpa menunggu tanggapan kedua sahabatnya, langsung saja Tara mendahului kedua sahabatnya keluar dari toilet dengan sempoyongan. Namun baru saja kakinya menapaki luar toilet, seorang cowok dan beberapa temannya menghalangi jalur Tara.
"Hai say- eh tangan kamu kenapa?." si cowok menarik tangan Tara yang terluka.
"Riel lepasin, gue mau ke ruang BEM."
"Ngga, jawab aku siapa yang udah buat tangan indah kesayanganku seperti ini?."
"Please Ariel, gue gak mau sampai cowok gue ngeliat ini."
"Gue gak perduli Tar, malah bagus dong biar dia bisa ngelepasin kamu buat aku."
Mendengar suara perdebatan yang berasal dari Tara, kedua cewek yang berada di toilet tadi segera menyusul.
"Woy cogil, lepasin temen gue." Kay menarik tangan Tara yang berada dalam genggaman Ariel membuat Tara meringis kesakitan.
"Gila lu Kay, temen lu kesakitan nih." Rhein memprotes tindakan spontan Kay.
"Sorry Tar." Kay menatap bersalah ke pada Tara. "Gara-gara lo sih ini, ngapain sih lo mondar-mandir di gedung kedok?."
"Minggir deh janda pirang, gue mau ngecek cewek gue."
"Apa lo bilang?!! Janda pirang?!! Wahh belum pernah ngerasain bogem gue lo ya."
Kay menarik kerah jaket milik Ariel dan menaikkan kepalan tangannya siap untuk memukul. Rhein menggeleng kepala. Ia tidak heran sebenci itu seorang Kay terhadap cowok tampan di hadapannya itu.
Dimanfaatkan dari orang yang kita suka agar bisa dekat dengan sahabat kita sendiri, siapa yang bisa terima coba?
Sebelum terjadi pertumpahan darah walaupun kemungkinannya 0.0001%, lebih baik Rhein menarik mundur sahabatnya itu dan membawa Tara dan Kay menjauh dari Ariel.
"Udah Kay, kita pergi sekarang, Tara perlu penanganan."
"Tapi gue belum puas buat garuk muka nih orang, sok kecakepan!."