"Ada kekosongan yang semakin terasa kala hadirmu sudah tidak lagi mewarnai hatiku. Duhai Tuan, hatiku sedang tidak baik-baik saja. Aku merindukanmu .... "
-FARADISA RENJANI-
🍂🍂🍂
Written By: nonamarsanda
Huh, Hafidz menghela napas seraya menyugar rambutnya ke belakang. "Baiklah, kalo memang mau kamu kita seperti itu, aku tidak akan memaksa, aku akan ikuti kemauanmu. Kita hanya akan menjadi sebatas teman."
"Maaf," lirih Disa melihat Hafidz yang pasrah.
Hafidz menggeleng. "Tidak Disa. Jangan minta maaf. Keputusanku untuk menerima perjodohan dengan wanita pilihan Ibuku semakin yakin, terima kasih banyak, Disa."
Jleb!
Apa katanya? Di jodohkan?
Disa mengangkat wajah, menatap mimik wajah Hafidz yang serius meski kedua matanya memerah, ia tahu jika ucapannya sudah sangat menyakiti Hafidz. Tapi hatinya lebih sakit saat mendengar ucapan terakhir Hafidz.
Kenapa rasanya ia tidak rela, membayangkan Hafidz akan menikah dengan wanita lain, hatinya terasa sakit bak di tusuk belati.Belum lagi, ia tahu seberapa keras pria ini menerobos masuk ke dalam hatinya. Senyum manisnya, tutur katanya yang lembut, sungguh beruntung sekali rasanya wanita yang akan mendapatkan Hafidz. Sementara dirinya hanya akan mendapatkan penyesalan yang besar, akibat kecerobohannya yang telah melepaskan pria seperti Hafidz begitu saja.
"Di--di jodohkan?" lirih Disa. Jika memang dari awal pria itu sudah di jodohkan, kenapa ia datang dan mendekat padanya.
Hafidz tampak mengusap wajah dengan telapak tangan. Faradisa tidak bisa memungkiri jika hatinya ikut sakit, kala matanya menemukan adanya cairan bening yang keluar dari kelopak mata Hafidz.
Apakah ia sudah terlalu jahat?
Hafidz tersenyum getir. "Iya. Dari awal, aku sudah di jodohkan, namun aku bersikeras menolak. Karena apa? Karena aku jatuh cinta padamu Faradisa Renjani."
Jleb!
Lagi-lagi Disa merasakan ada sebuah belati yang menusuk hatinya. Kali ini, Disa sudah tidak lagi bisa menahan air matanya, ia membiarkan tetesan bening itu mengalir membasahi wajahnya.
"Aku mencoba untuk mendekatimu, sebagai bentuk penolakan terhadap perjodohan itu. Tapi sulit, karena hanya aku yang berjuang. Aku membuat kesepakatan dengan Ibuku, aku boleh mengejarmu namun jika kamu menolakku, maka aku akan menerima perjodohan itu." paparnya yang membuat hati Faradisa semakin meradang, ia bahkan sampai tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya.
Ia tidak tahu, jika dirinya sudah menyakiti perasaan Hafidz begitu dalam.
Hafidz tampak menghela napas, sebelum akhirnya pria itu mengambil ponsel dan menempelkannya pada daun telinga, menghubungi seseorang.
"Hallo, Bu. Iya, Hafidz masih di luar." Lalu tatapannya beralih kepada Faradisa. "Hafidz sudah memutuskan untuk menerima perjodohan itu Bu. Ya sudah, Hafidz tutup teleponnya, iya Bu sebentar lagi Hafidz pulang."Faradisa masih mematung di tempatnya, semua ini sungguh terasa sangat menyesakkan baginya. Ia sendiri bahkan tidak sadar jika wajahnya sudah sangat basah karena air mata.
"Ayo, aku antar pulang." kata Hafidz setelah memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya.
Hafidz segera memanggil pelayan, dan membayar makanan mereka. Faradisa sendiri menarik beberapa lembar tisu untuk mengusap wajahnya, ia tidak peduli jika kini penampilannya sangat buruk karena menangis.
Selama dalam perjalanan, keduanya kembali tidak terlibat percakapan sampai di depan rumah Disa. Hafidz bahkan tidak ikut turun dari mobilnya, bahkan sebelum ia masuk ke dalam rumah, mobil itu sudah pergi dalam sekejap.
Faradisa merasakan dadanya yang terasa semakin sesak. Ia mencengkeram tas selempang yang di kenakannya dengan erat, apakah ia sudah benar-benar kehilangan sosok Hafidz Nugraha yang selama ini datang membawakan pelangi, dan mewarnai hidupnya. Sosok yang hadir bak pelita yang menerangi hidupnya yang gelap, dan sosok penolong yang berhasil menariknya dari jurang kesedihan yang selama ini menawannya.
"Maaf .... " Pada akhirnya, hanya kata itulah yang bisa ia ucapkan di keheningan malam, setelahnya ia melewati malam ini dengan tangisan.
*****
Sudah terhitung satu minggu lamanya, dari malam itu, sosok Hafidz Nugraha tidak pernah lagi datang ke tokonya untuk sekedar merecoki harinya seperti biasa.
Rasa sesak kembali mendera, sungguh ia baru menyadari jika hatinya telah terpaut sepenuhnya kepada seorang Hafidz Nugraha.
Rahma, dan Dwi yang melihat Faradisa selama seminggu ini terus melamun, mengingatkan mereka pada saat Faradisa kehilangan sosok mendiang Sandi. Mereka berdua tentu tidak bisa terlalu ikut campur dalam kehidupan pribadi Faradisa.
Namun, mereka semua cukup tahu jika sang pemilik toko bunga ini sedang tidak baik-baik saja.
Yang Faradisa lakukan setiap hari adalah duduk di ruang tamu toko, seraya menatap jalanan dengan tatapan mata yang kosong. Bibirnya mulai bergetar, biasanya setiap pagi atau saat jam makan siang ia dapat melihat sosok Hafidz yang tersenyum seraya memasuki toko bunganya. Ah, rasanya benar-benar sangat sesak.
Hatinya bertanya-tanya, apakah sekarang Hafidz tengah melaksanakan pertunangan dengan wanita pilihan ibunya? Atau keduanya sedang fiting baju pengantin untuk pernikahan mereka?
Ah, sungguh rasanya benar-benar menyakitkan.
Ting!
Suara lonceng pertanda pintu toko terbuka mengalihkan atensi Rahma, dan Dwi yang semula memperhatikan Faradisa yang tenggelam dalam kesedihannya itu untuk melayani pelanggan yang baru saja masuk.
"Selamat siang, selamat datang di Disa's--Mas Hafidz?"
Kedua pegawai itu terkejut, karena yang datang adalah Hafidz Nugraha, orang yang selama satu minggu ini hilang bak di telan bumi, kali ini datang berkunjung masih dengan mengenakan setelan jas berwarna coklat muda.
Nama yang di sebutkan Rahma dan Dwi barusan juga berhasil menarik atensi Faradisa. Wanita itu juga membalikkan tubuhnya menghadap pria yang satu minggu ini membuatnya rindu.
"Ada keperluan apa Mas? Mau ketemu Mbak Disa ya?" tebak Dwi.
Namun Hafidz menggeleng. "Bisa buatkan satu buket bunga? Mawar merah yang cukup besar ya, Ma." ucapnya.
Hati Faradisa kembali berdenyut, pria itu bahkan sama sekali tidak meliriknya sedikit pun. Pria itu bahkan memesan bunga mawar merah, sebuah buket yang jelas bukan untuknya. Karena Hafidz sebelumnya tidak pernah memberikan bunga jenis itu kepadanya.
"Buat Mbak Disa?" Tanya Rahma, sedangkan Dwi sudah mulai mengambil beberapa tangkai bunga pesanan Hafidz.
Namun Hafidz lagi-lagi menggeleng. "Untuk calon istri saya."
Deg!
Sama dengan Disa, Rahma juga turut terkejut.
Disa menggigit bagian dalam pipinya. Calon istri? Berarti Hafidz memang sudah menerima wanita pilihan ibunya.
'Ayolah Disa. Memangnya apa yang salah? Kamu sudah menolak Hafidz, maka jangan salahkan Hafidz jika akhirnya hubungan kalian seperti ini sekarang.' Disa membatin.
"Oh, Hai Disa." Hafidz menyapanya, namun tidak dengan wajah cerah dan semringah seperti biasanya.
Hafidz hanya memberikan senyuman tipis, sebelum kembali berfokus kepada Dwi yang mulai merangkai bunga pesanannya, seraya mengambil sebuah kursi plastik dan menaruhnya di samping meja kasir.
Alih-alih duduk di ruang tamu bersama Disa seperti biasanya, laki-laki itu memilih duduk di dekat meja kasir. Hal yang tentu saja mengundang banyak tanya dari Rahma dan Dwi tentang apa yang sebenarnya terjadi di antara Faradisa dan Hafidz.
![](https://img.wattpad.com/cover/358028849-288-k571798.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SINCERITY OF LOVE [TERBIT] ✓
RomanceTidak pernah ada yang baik-baik saja setelah ditinggalkan orang yang kita cintai. Faradisa Renjani, sang pemilik toko bunga 'Disa's Florist' hanya menghabiskan waktunya sendirian di dalam toko, dan tempat-tempat sepi seolah enggan berbaur dengan ban...