"Waktu yang terasa begitu lama, kian berkurang. Ah rasanya sangat berdebar sekali semakin menuju hari dimana aku dan kamu akan menjadi satu dalam ikatan halal."
-Faradisa Renjani-
🍂🍂🍂
Tak terasa, tinggal tersisa satu bulan lagi waktu menuju halal Hafidz dan Disa. Selama satu bulan ini para calon pengantin itu sibuk dengan urusan pernikahan, mulai dari mengecek WO, membeli barang seserahan, dan kini keduanya berada di sebuah butik untuk melakukan Fiting baju pengantin di sebuah butik milik temannya Ibu Aprilia.
Hari yang sebelumnya Hafidz bilang terlalu lama itu, siapa sangka bisa menjadi sangat cepat berlalu, dan sebentar lagi hari bahagia itu akan tiba.
"Lama banget sih Fidz, baru datang sekarang." Ibu Aprilia mengeluh kepada sang putra yang datang terlambat. Padahal ia dan Faradisa sudah datang setengah jam lalu.
Hafidz menghela napas, dan mengecup punggung tangan sang ibu. "Disa mana, Bu?" tanya Hafidz.
"Disa lagi coba baju, abisan nunggu kamu gak sampe-sampe. Sana kamu coba bajunya kamu dulu!"
Disa di jemput oleh sopir Ibu Aprilia, karena Hafidz sedang ada beberapa meeting yang harus di lakukan olehnya maka dari itu Hafidz datang cukup terlambat, di tambah dengan jalanan yang cukup macet juga adalah salah satu alasan ia terlambat.
Sedangkan Mama Diandra, beserta suami sudah kembali ke singapura sesuai dengan rencana mereka sebelumnya yang hanya menetap dua minggu saja di indonesia, itu juga kebetulan karena suaminya ada pekerjaan di sini. Namun, meski demikian baik Disa, dan Ibu Aprilia keduanya selalu melibatkan Mama Diandra dalam hal apa pun yang berkaitan dengan pernikahannya dengan Hafidz, mengingat jika Mama Diandra beserta suami sudah seperti orang tua kandung bagi Faradisa sendiri.
"Ini Mas, silakan coba dulu di ruang ganti." ucap salah satu pegawai di sana yang memberikan satu stel pakaian berupa jas, serta celana berwarna hitam yang sebelumnya sudah di ukur sesuai dengan ukuran tubuh Hafidz.
Hafidz segera mengambil pakaian itu dari tangan sang pegawai, baru saja ia hendak pergi ke ruang ganti, ia menolehkan kepalanya saat suara sang ibu menginterupsi. Kedua matanya melebar, Faradisa dengan balutan gaun pengantin yang baru setengah payet berwarna putih itu terlihat sangat cantik dan bersinar. Padahal Disa hanya mengenakan gaunnya saja, tanpa riasan pengantin, dan hijab khas pengantin, tapi sudah terlihat sangat cantik. Ah, Hafidz jadi semakin tidak sabar untuk segera memiliki Disa untuk selamanya.
"Ngapain kamu masih bengong iih! cepet ganti baju, terpesonanya di tunda dulu." tegur sang Ibu.
Hafidz mencebik, lalu segera menuju ke kamar mandi sebelum sang Ibu kembali berteriak kepadanya. Ia heran, mengapa akhir-akhir ini ibunya itu cepat sekali marah, sih?
"Bajunya pas nggak, Sa? Nggak kesempitan?" Tanya Ibu Aprilia setelah mendekat pada Faradisa yang tampak membenarkan gaunnya, mencoba merasakan bahwa pakaian yang tengah di kenakannya itu tidak terasa sesak.
"Pas Bu, bahkan masih longgar ini." jawab Faradisa.
Ibu Aprilia menghela napas, "Gimana menurut kamu Di? Ini gaun buat resepsi sih, buat akad mereka setuju mau pakai adat Jawa." ucap Ibu Aprilia sembari melirik tab nya yang berada di atas meja dengan panggilan video yang terhubung dengan Mama Diandra yang berada di singapura.
"Udah cocok kok, itu payetnya baru setengah dipasang, kan?"
Ibu Aprilia mengangguk, lalu sang pemilik butik menjelaskan beberapa detail yang belum selesai di pasang pada gaun yang di pakai oleh Disa untuk di kenakan pada saat resepsi nanti di sore harinya.
Tak lama, Hafidz yang juga telah selesai mengganti pakaian datang dan ikut bergabung berdiri di sebelah Faradisa. "Masih agak kebesaran banget ini Tan, di aku." ucap Hafidz kepada sang pemilik butik yang merupakan adalah teman ibunya yang bernama Tasya.
"Iya itu juga kan baru setengah jadi Fidz. Coba, bagian apa yang menurut kamu perlu tante perbaiki?"
"Bagian tangan sama badan sih Tan, aku mau model yang slim gitu press body gitu, Tan." ucap Hafidz kepada Tante Tasya.
"Oke, nanti tante ubah lagi. Selain itu, gak ada yang perlu di ubah lagi Fidz?"
Hafidz menggeleng. "Udah Tan, celananya juga udah pas banget." Jawab Hafidz.
Hafidz menoleh ke arah Disa seraya tersenyum. "Cantik banget sih. Boleh sekarang aja nggak sih akadnya?" bisiknya yang mendapatkan pukulan pada bahunya dari Disa yang tidak seberapa sakit itu bagi Hafidz.
"Plis deh, jangan mulai," decak Faradisa yang di tanggapi dengan kekehan ringan dari Hafidz, pemandangan itu tidak luput dari pandangan Ibu Aprilia, ia akui setelah Hafidz mengenal Faradisa binar-binar kebahagiaan mulai muncul berseri-seri di wajahnya. Ia hanya bisa berharap semoga saja, putranya itu tidak salah dalam memilih pasangan.
*****
Setelah selesai fiting, mereka mulai mengecek gedung yang akan di gunakan untuk pesta pernikahan. Mengingat ada banyaknya rekan sesama relasi bisnis dari Pak Sahril, dan Hafidz mereka tidak mungkin mengadakan pesta di tempat yang kurang luas. Pilihan mereka jatuh pada ballroom hotel yang berada di tengah kota, sekalian melakukan tester makanan, serta kue-kue, dan minuman apa saja yang akan ada di pesta mereka nanti.
Selesai dengan gedung, dan catering, mereka pergi ke mall untuk membeli perlengkapan seserahan, dan juga memilih cincin untuk syarat mas kawin nanti.
Ibu Aprilia membiarkan Hafidz dan Disa yang memilih cincin, sementara ia yang sudah agak lelah memilih duduk di depan toko cincin dengan kursi plastik.
"Mau yang mana Sa?" tanya Hafidz, yang menyadarkan Disa jika Hafidz membawanya bukan ke toko Mas biasa, tapi ke toko cincin dengan merek yang terkenal, swarovsky.
"Mas .... "
Hafidz menoleh pada Faradisa. "Kenapa? Sudah nemu yang cocok?"
Disa menggeleng, menemukan yang cocok katanya? Bagaimana bisa, lagi pula kenapa Hafidz membawanya kemari sih, bukan ke toko Mas biasa saja?
Sungguh, rasanya Faradisa tidak enak hati karena terlalu banyak merepotkan Hafidz.
"Hey, kenapa? Apa nggak ada yang cocok? Mau pindah tempat?"
Faradisa terdiam, sampai seorang pelayan menginterupsi keduanya. "Permisi, tuan dan Nona, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.
Hafidz mengalihkan tatapannya kepada sang pelayan. "Ah, kami sedang mencari satu set perhiasan untuk pernikahan, Mbak. Apa ada yang model terbaru?"
Kedua mata Faradisa melotot. Satu set katanya? Bukannya niat mereka hanya membeli cincin saja?
"Oh, satu set ya? Sebentar, kebetulan kami ada model terbaru."
"Ah, tidak usah Mbak. Kami hanya akan membeli cincin saja kok, bukan satu set." Disa langsung berbicara dengan cepat.
Hafidz menatap Disa dengan kening yang mengerut. "Nggak mau satu set aja, Sa?"
Disa menggeleng tegas. "Nggak Mas. Itu kebanyakan, aku nggak mau ngerepotin kamu." katanya. Hafidz tersenyum, lalu mengangguk kepada sang pelayan toko untuk menuruti apa yang Disa inginkan.
Setelah itu, Hafidz hanya memperhatikan Disa yang tampak memilih cincin, dan beberapa kali meminta desain yang biasa saja. Hafidz benar-benar senang melihat Disa yang seperti itu, jika itu wanita lain mereka pasti akan memilih barang paling mewah dan tentu menguras kantongnya, tapi Disa bukan hanya menolak untuk di belikan satu set perhiasan, namun ia juga menolak cincin dengan harga yang fantastis.
"Sudah?" tanya Hafidz setelah Disa mendapatkan cincin dengan desain yang biasa saja, meski harganya juga sama mahalnya.
"Tapi mahal."
Hafidz tertawa. "Gapapa, yang penting sesuai sama yang kamu mau."
Disa mengangguk. "Tapi tetep aja mahal."
Hafidz tertawa lagi. Ah, Faradisa ini benar-benar menggemaskan.
![](https://img.wattpad.com/cover/358028849-288-k571798.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SINCERITY OF LOVE [TERBIT] ✓
RomansaTidak pernah ada yang baik-baik saja setelah ditinggalkan orang yang kita cintai. Faradisa Renjani, sang pemilik toko bunga 'Disa's Florist' hanya menghabiskan waktunya sendirian di dalam toko, dan tempat-tempat sepi seolah enggan berbaur dengan ban...