ENAM BELAS || HAFIDZ?

316 31 3
                                    

"Bagaimana bisa aku melupakan semua rasa yang ada, sedang engkau selalu berada di sekitarku."

-Faradisa Renjani-

🍂🍂

Written By: nonamarsanda

Kepulangan Mama Diandra ke Indonesia, tentu merupakan hal yang sangat menyenangkan bagi Faradisa, setelah sekian lama akhirnya mereka bisa bertemu, melepas rindu serta menghabiskan waktu bersama sampai sore hari.

Belanjaan mereka berdua juga sudah sangat banyak sekali, ah--ralat. Semua barang-barang yang berada di tangan Disa adalah pemberian dari Ibu mendiang Sandi tersebut, Disa awalnya hanya berniat membeli sepasang sepatu, dan juga beberapa hijab pashmina.

Tapi, Mama Diandra malah membelikannya banyak barang, mulai dari make up, pakaian, sampai sepatu yang tentu saja awalnya Disa menolaknya dengan halus namun karena Ibu dari mendiang Sandi itu terus memaksanya, akhirnya ia hanya bisa mengalah saja dengan menerima barang yang dibelikan oleh Mama Diandra.

“Oh ya, sayang. Nanti malam kamu kosong tidak?” tanya Mama Diandra.

Disa menganggukkan kepalanya singkap, “Kosong, kenapa, Ma?” tanya Disa balik.

"Nanti malam Mama ingin makan malam sama kamu, nanti kamu pakai baju yang tadi Mama belikan ya, sayang. Yang warna biru muda biar samaan sama mamah. Terus nanti kita makan malam di restoran ya, Nak." papar Mama Diandra seraya menggenggam tangan Faradisa. Saat ini mereka berdua tengah berada di dalam taksi yang akan mengantarkan ke apartemen Mama Diandra.

"Apa nggak ngerepotin Mama? Mama baru sampai lho, nggak apa-apa Ma makan malamnya kapan-kapan saja."

Mama Diandra menggeleng. "Nggak apa-apa, sayang. Mama malah seneng lho, kangen banget sama kamu."

Disa tersenyum, ia juga merindukan sosok wanita yang meski telah berumur tetap cantik, dan menyayanginya seperti anaknya sendiri. Bagaimana Disa tidak selalu mengingat sosok Sandi dalam hidupnya, sementara kedua orang tuanya begitu baik kepadanya meski Sandi sudah tidak bersamanya.

Andaikan saja Sandi masih ada di dunia ini, pasti dirinya akan merasakan kebahagiaan yang lengkap, sangat lengkap. Tapi semuanya sudah selesai dengan porsinya masing-masing dan akan menjalani kehidupan selanjutnya dengan penuh rasa ikhlas di dalamnya.
“Kalau begitu Mama masuk dulu, kamu beneran tidak mau mampir dulu?” tanya Mama Diandra pada Disa yang lagi-lagi menggelengkan kepalanya dan tersenyum.

“Tidak dulu, Ma. Lagian sudah sore banget,” tolak Disa halus.

Mama Diandra mengangguk mengerti maksud Disa, “Tidak apa-apa, sayang. Tapi nanti jangan lupa makan malam sama Mama!” peringat Mama Diandra yang dibalas Disa dengan tangannya yang terangkat hormat pada Mama Diandra.

“Siap, Ma!” seru Disa dengan gaya hormatnya membuat Mama Diandra terkekeh.

Setelah Mama Diandra keluar dari taksi dan masuk ke dalam apartemennya, taksi yang ditumpangi Disa kembali berjalan dan akan mengantarkan dirinya pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, Disa meletakkan barang-barang yang telah dibelikan oleh Ibu dari mending Sandi tadi di atas kasur empuknya. Berhubung nanti Disa akan makan malam di luar, Disa memilih untuk bersih-bersih terlebih dahulu dan melaksanakan kewajibannya untuk sholat tanpa terlebih dulu memasak makanan untuknya makan malam seperti biasanya.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, selepas melaksanakan sholat Isya, Disa bersiap-siap untuk pergi makan malam bersama dengan Mama Diandra. Disa segera menyelesaikan memoles tipis wajahnya dengan beberapa peralatan make up-nya.

Ting!

WhatsApp Messenger
Mama : Sepuluh menit lagi taksi pesanan Mama datang, Nak.

Disa sudah siap dengan gamis biru muda yang dimaksud oleh Mama Diandra tadi dengan pashmina yang senada dengan gamisnya. Disa menatap dirinya dari pantulan cermin besar di dekat lemari bajunya, Disa tersenyum tipis.

Dengan warna kulit Disa yang putih bersih membuat baju yang dikenakannya sangat cocok dipakainya yang lengkap kerudung pashmina, tak lupa tas putih elegan dan sepatu hak tinggi putih yang cantik. Dirasa sudah siap, Disa segera ke depan untuk menunggu taksi yang sudah dipesankan oleh Mama Diandra untuknya.

Tak lama kemudian, taksi tersebut datang dan dengan segera membuat Disa masuk ke dalam taksi. Tak membutuhkan waktu berjam-jam, taksi sudah sampai di depan sebuah restoran mewah yang berada di perbatasan kota yang cukup terkenal.

Disa mengitari beberapa meja dan celingukan mencari seseorang, tiba-tiba setelahnya kedua netranya jatuh pada sosok wanita paruh baya yang memakai pakaian yang senada dengannya hanya saja berbeda motif dan bentuk.

“Sudah lama?” tanya Mama Diandra pada Disa setelah Disa menyalami punggung tangan sang Mama Diandra.
“Baru saja kok, Ma. Mama sudah lama tunggu Disa?” tanya Disa balik.

“Lumayan tapi nggak apa-apa. Yuk ke sana, Mama sudah pesankan kamu makanan,” ajak Mama Diandra pada Disa ke sebuah meja yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

Faradisa memilih membuka ponselnya dan duduk di samping Mama Diandra yang masih sibuk berbicara dengan seorang pelayan laki-laki yang mengantarkan pesanan.

“Loh kalian? Kok bisa sampai sini?” tanya Mama Diandra tanpa membuat Disa mengalihkan perhatiannya dari ponselnya.

“Iya, kamu juga kenapa bisa sampai sini? Sudah pulang dari luar negeri?” tanya seseorang yang membalas pertanyaan Mama Diandra.

“Sudah baru saja tadi,” jawab Mama Diandra.

Faradisa memang mendengar percakapan mereka tapi Disa memilih untuk menyelesaikan urusannya dengan para pegawainya terlebih dulu dari ponselnya. Tapi tiba-tiba Mama Diandra menepuk pundaknya pelan.

“Sayang, teman Mama mau gabung makan malam di sini tidak apa-apa?” tanya Mama Diandra pada Disa yang kemudian mengangkat kepalanya.

Tanpa melihat siapa teman Mama Diandra, Disa lebih memilih tenggelam pada ponselnya lagi.

“Kalian ini pakaian rapi sekali, mau ada acara?” tanya Mama Diandra kembali membuka pembicaraan.

“Iya, aku mau melamar wanita untuk putraku,” jawab teman Mama Diandra.

“Jadi sama yang itu?” tanya Mama Diandra.

Disa kembali memasukkan ponselnya pada tas selempangnya dan akan mencoba ikut bergabung dengan pembicaraan Mama Diandra dan temannya.

“Jadi dong, Tante.” Jawab seseorang.

Deg!

Suara itu? Tidak! Pasti Disa salah dengar saja.

Faradisa masih menundukkan kepalanya mencoba mendengarkan dengan jelas suara bariton yang baru saja berhasil masuk menerobos gendang telinganya. Suara itu? Oh Allah, apakah Disa salah mendengarnya?

“Semoga wanita itu menerima ya, Fidz,” ucap Mama Diandra.

Disa memberanikan dirinya untuk mengangkat kepalanya dan melihat siapa teman Mama Diandra yang ikut bergabung dengannya makan malam kali ini.

Jleb

Disa membuang pandangannya setelah tahu siapa teman Mama Diandra.
Laki-laki itu? Mengapa harus dia?
Oh Allah, katakan jika ini adalah mimpi belaka! Tolong bangunkan Disa!

“Hai, Disa,” sapanya.

Disa bergumam, “H-hai,” balas Disa kikuk.

Hafidz Nugraha, laki-laki itu adalah Hafidz Nugraha.

Hati Disa kembali teriris melihat senyuman yang ditampilkan oleh Hafidz padanya. Seandainya dirinya tahu bahwa teman Mama Diandra itu adalah Hafidz dan Ibunya, lebih baik Disa akan memilih berpamitan pulang lebih dulu dari pada harus satu meja dengan Hafidz. Disa akan melupakan Hafidz yang notabenenya sudah menjadi milik perempuan lain, dirinya harus segera melupakan Hafidz secepat mungkin.

****

Duh, jadi kasian sama Disa huhuhu 😭😭

SINCERITY OF LOVE [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang