Regret

53 9 1
                                    

⭐Please Support Follow, Comment, and Vote⭐

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Please Support Follow, Comment, and Vote

.

.

.

Pepatah mengatakan jika penyesalan selalu datang di akhir. Bagi sebagian orang, hal tersebut tentu menjadi pertimbangan untuk berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak. Mira tidak pernah mengira jika malam itu menjadi awal mula malapetaka di hidupnya.

Wanita itu tidak menyangka jika kesalahan malam itu akan berakibat fatal untuknya. Kesalahan yang dirinya lakukan ternyata menghasilkan benih yang mulai tumbuh di dalam rahimnya. Benih kehidupan baru yang sama sekali tidak ia inginkan kehadirannya.

Netra bulat Mira terpaku pada dua buah alat tes kehamilan yang sama-sama menampilkan dua garis merah. Pagi tadi, wanita itu kembali mencoba untuk mengunakan alat tes kehamilan dengan merek yang berbeda. Mira berharap ada kesalahan pada alat yang kemarin sore ia gunakan. Namun, lagi-lagi wanita cantik itu harus menelan pil pahit kekecewaan manakala hasil yang di tampilkan alat tes tersebut masih sama.

Mira berdiri di depan cermin besar kamarnya. Ia menunduk, memperhatikan ke arah perutnya. Dengan ragu, diusapnya perut itu. Masih datar. Sama sekali belum terlihat ada kehidupan di sana. Ia menghela napasnya panjang, lalu meraih tasnya hendak turun ke lantai satu rumahnya.

"Pagi, Ayah, Ibu," sapa Mira tatkala netranya melihat kedua orang tuanya tengah asik berbincang di meja makan.

"Pagi, Mir," sapa balik sang Ayah.

Mira mendaratkan bokongnya disalah satu kursi yang kosong. Bau harum masakan Ibunya seketika menyeruak menusuk indera penciumannya. Sejurus kemudian, rasa mual kembali menghampirinya. Perutnya seolah diaduk, siap untuk menumpahkan apa-apa saja yang terdapat di sana. Namun, Mira berusaha mati-matian untuk menahannya. Ia tidak mungkin memuntahkan isi perutnya sekarang dan membuat kedua orang tuanya curiga.

"Mir, mukamu kok pucat banget? Kamu masih sakit?" Rina bertanya dengan raut khawatir tercetak jelas di wajahnya.

"Eh? Ng-nggak, Bu. Mi-Mira nggak kenapa-kenapa. Cuma pusing dikit aja kok," jawab Mira gugup.

"Kalau masih sakit, nggak usah ke kampus dulu, Mir," sahut Surya.

Mita menyunggingkan senyum tipisnya, "Mira nggak apa-apa kok, Yah."

Keluarga kecil ini bergeming sama-sama sibuk dengan pikirannya masing-masing. Mira tengah merutuki dirinya yang lagi-lagi melakukan kebohongan pada orang tuanya. Sementara itu, Rina, diam-diam menelisik wajah anak semata wayangnya itu. Wanita paruh baya itu menatap sang anak dengan intens. Manik matanya tenggelam berusaha mencari kejujuran di sana.

Telah membesarkan anaknya dalam waktu yang lama, membuat Rina paham mengenai karakteristik anaknya itu. Dan kali ini, ia merasa ada sesuatu yang janggal. Seperti ada yang tengah Mira tutupi dari dirinya.

DANDELION || JJK ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang