Chapter 5

621 98 20
                                    

Halo, are you still there?

Makasih karena udah add cerita ini ke list bacaan kalian. I hope you like it~

❄️
❄️
❄️

“Love is that condition in which the happiness of another person is essential to your own.”
—Robert A. Heinlein—

Sempat ada masa di hidup Althea ketika Adimas Putra mengambil peran sebagai poros utama di hidupnya. Adimas yang kebetulan duduk tepat di sebelehnya sepanjang perjalanan dari Soekarno-Hatta hingga ke Heathrow, bahkan dari London hingga ibu kota Skotlandia itu, tak ubahnya angin segar yang membuat dunia Althea berbunga. Sikap lembutnya tak terbantahkan; ditambah wajah rupawan dan otak cemerlang yang membuat pesona Adimas semakin unlimited. Jatuh cinta pada Adimas tak ubahnya sebuah default pada sistem berpikir Althea. Bahkan dia tak ragu untuk menutup kesempatan pada pria lain karena cintanya pada Adimas sudah tidak dapat diganggu-gugat.

Seperti kebanyakan wanita lain, Althea sempat merasa sungkan untuk menunjukkan rasa suka secara terang-terangan pada Adimas; ditambah pria itu juga tipe yang baik pada semua orang dan kalangan. Althea tidak mau terlalu jumawa hanya karena Adimas sering mengajaknya grocery dan pulang bareng dari kampus. Kabarnya, dia memang selalu begitu. Sulit menebak apakah Adimas tertarik secara romantis atau cuma basa-basi. Tapi satu hal yang pasti, Althea yakin kalau perasaannya bukan hanya ketertarikan sesaat yang tak punya arti.

Hingga akhirnya, ajakan untuk menjalin hubungan datang. Adimas yang saat itu duduk di seberang meja makan bermain-main dengan tangan Althea—memuji betapa halus dan harumnya tangan itu lalu mengaitkan jermarinya di antara jari-jemari milik gadis itu. Caranya mengajak pacaran bisa dibilang tidak romantis sama sekali. Adimas hanya bilang, ‘Kamu mau jadi pacar aku nggak?’ dan tentu saja pertanyaan itu sempat membuat Althea termenung selama beberapa detik sebelum berlari keluar dapur dan mengunci diri di kamarnya. Jantungnya berdegup kencang. Seperti biasa, orang pertama yang dia hubungi adalah Kirana, dan jawaban yang perempuan itu berikan benar-benar cuma: Anjing!

Kirana selalu konsisten pada keputusan untuk jaga jarak dari Adimas karena menurutnya pria itu sangat suspicious. Makanya ketika Althea bilang kalau dia memutuskan untuk menerima Adimas, sempat ada pergolakan hebat dalam batin Kirana karena dia khawatir Adimas yang dijuluki sebagai social butterfly itu akan mematahkan hati sahabatnya. Dalam lubuk hati yang terdalam, Kirana terus berdoa agar Althea bisa bertemu dengan pria yang lebih baik. Pria manapun asal bukan Adimas. Padahal Althea sudah tahu track record Adimas, tapi keputusannya untuk menerima pria itu benar-benar ada di luar nalar.

“I’m not a virgin, Thea. I think you’ve been quite aware about it,” ucap Adimas saat mereka sama-sama sedang berhadapan di dapur. Mereka dipisahkan oleh kabinet panjang yang biasa dijadikan sebagai sudut untuk minum teh oleh keduanya. Althea duduk di kursinya, sementara Adimas menyiapkan teh seperti biasa. “I always need sex from my partner. Tapi aku appreciate dan respect juga komitmen kamu untuk nggak having sex sebelum nikah.”

“Maaf karena untuk yang satu itu aku sama sekali nggak bisa berkompromi,” terang Althea dengan suara rendah. Ide tentang seks membuatnya ingin muntah—meskipun melakukan itu dengan Adimas mungkin tidak akan seburuk yang dia pikirkan.

Tapi, Althea bersyukur karena mereka tidak pernah sampai sejauh itu. Meskipun, dia memang bukan lagi Althea yang polos dan asing terhadap kehidupan cinta yang sensual. Dia memberikan seluruh jenis cinta yang dia tahu pada Adimas—mendukungnya dalam segala kesempatan yang pada akhirnya dia sesali. Sebab di akhir kisah mereka, Althea sadar kalau selama bertahun-tahun dia selalu berjuang sendiri, Adimas nyaris tidak pernah memberikan usaha serupa. Ditambah, Althea seolah kembali diberitahu jika dalam hubungan mereka yang sudah berlangsung cukup lama, hati Adimas hampir tidak pernah terlibat.

Adore YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang