Aloha, akhirnya ada salam pembuka~~~
Harapanku cuma semoga kalian suka (dan bahagia). Selamat membaca~
❄️
❄️
❄️“Speak to me: I will spend my lifetime trying to understand you.”
—Kamand Kojouri—Tidak biasanya salju turun selebat ini, apalagi di minggu ketiga Desember. Bahkan transportasi publik sampai dihentikan untuk mencegah kecelakaan. Hujan salju kembali turun jam sembilan pagi ini—menambah tebal lapisan putih yang mewarnai sebagian besar Oxford yang kelabu.
Meski tahu kalau Atzel tak menyukai salju—mungkin juga musim dingin secara keseluruhan—Althea tetap berlari ke kamar suaminya dan menelusup ke dalam selimut yang membungkus tubuh kokoh pria itu hanya untuk menunjukkan betapa indahnya salju di luar. Mereka sering tidur di kamar yang sama sejak dua bulan lalu; selalu mengobrol sampai larut malam dan saling bertukar kecupan. Tapi hal itu masih belum bisa terjadi setiap hari. Selalu ada malam ketika Althea membutuhkan lebih banyak ruang dan waktu sendirian karena penelitiannya tidak berjalan selancar yang diharapkan; atau ketika Atzel merasa terlalu lelah untuk sekadar menceritakan harinya di kantor dan dia tidak mau membagikan perasaan negatifnya pada siapapun.
Penyelesaian masalah yang Althea dan Atzel punya mungkin terdengar tidak masuk akal bagi sebagian orang. Tapi menyimpannya sejenak dari pasangan tidak selalu sama dengan menyembunyikan; sebab keduanya bakal tetap bercerita ketika badai di kepala sama-sama sudah reda. Apalagi keduanya sama-sama bukan tipe yang bisa memendam cerita; terutama pada orang-orang yang dipercaya. Kirana adalah saksi hidup yang sudah mendengar sembilan puluh persen curhatan Althea; sedangkan Althea merupakan satu-satunya orang yang pernah mendengar cerita hidup Atzel. Ini bukan hal yang mengejutkan, Atzel memang selalu tampak jauh dan sendirian. Padahal aslinya dia merupakan sosok periang dan menyenangkan. Atzel cuma agak pemalu, makanya dia tidak banyak bicara.
“Atzel, Atzel, Atzel! Coba lihat deh, saljunya turun lagi!” kata Althea sangat antusias. Dia menjatuhkan tubuh ke atas Atzel, memeluk suaminya dengan erat, dan sedikit memaksanya untuk bangun.
“Eung… nanti deh, aku lihat nanti.”
Respon yang Atzel berikan terdengar sangat lesu. Tapi, alih-alih kecewa, Althea justru langsung mengecek suhu tubuh Atzel dengan punggung tangannya. Keningnya panas, begitu pula lehernya. “Kamu demam? Kok nggak bilang?”
“Nanti juga turun sendiri. Enggak usah khawatir,” ucap Atzel lebih mirip bisikan. Suaranya begitu pelan dan lemah.
“Enggak bisa, nanti malah makin parah kalau didiemin doang. Aku kompres ya? Pakai bye bye fever yang kita bawa dari Indo. Makanya jangan makan es mulu. Dibilangin juga, masih aja makan gelato lah, boba juga.” Althea saat mengomel memang tak ubahnya ibu-ibu anak dua.
Atzel tidak membantah. Dia tidak punya tenaga sebanyak itu untuk mendebat Althea yang dalam sepersekian detik langsung bangkit dan pergi membawa semua hal yang dibutuhkan untuk membuatnya sembuh. Althea masih mengenakan piyama—mungkin baru bangun tidur sebab dia juga (sepertinya) tidak memakai bra.
Tapi tampaknya dia memang tidak peduli sama sekali. Fokusnya saat sedang mengerjakan sesuatu memang patut diapresiasi. Dalam setengah jam, Althea bisa membuat bubur, membersihkan rumah, bahkan mengurus Atzel yang sedang sakit. Satu-satunya hal yang tidak bisa dia lakukan hanya memakai bra. Itu saja.
Sebelum disalah pahami—meskipun sepertinya Atzel sama sekali tak keberatan dan tidak akan menyalah pahami—Althea langsung memberikan klarifikasi tepat setelah dia selesai menyuapi sang suami. Katanya sambil menyimpan mangkuk ke atas meja, “Aku nggak pakai bra bukan karena mau seduce kamu, ya.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Adore You
Fiksi Penggemar[ON GOING] Living like a salmon. Althea and Atzel kick on the wedding life with a very small thing in common. In searching for true love, trust, and comfort, will the two people find peace in each other company? March 1 2024