Chapter 17

340 56 19
                                    

Heya~~~

Baca pelan-pelan aja dan enjoy!

❄️
❄️
❄️

“They were words that came out of nothing, but they seemed to him somehow significant. He muttered them over again.”
—Yasunari Kawabata—

Tidak ada yang benar-benar istimewa di acara welcome week. Alisya cuma merasa senang karena dirinya bisa mendapatkan tote bag gratis dan beberapa merchandise yang bisa disimpan di kamar. Serta berkat lomba yang dia menangkan, hoodie Imperial College juga berhasil dia amankan. Beberapa tugas pokok yang harus Alisya kerjakan hanya belajar, ikut komunitas, dan memastikan kalau entitas bernama Adimas Putra benar-benar jauh dari radar. Tapi untuk yang terakhir, dia tidak akan sendirian. Ada Atzel dan Kirana selaku co-captain dan crew yang akan menjalankan operasi dengan lancar.

Alisya adalah orang kedua yang menyaksikan langsung betapa terpuruknya Althea saat putus dari Adimas lima tahun lalu. Selama dua tahun Althea kelihatan seperti orang hilang arah—meskipun dia mengelak dengan berkata kalau hidupnya baik-baik saja. Alisya melihat bagaimana kakaknya itu berusaha bangkit dan berjalan terseok-seok ketika hampir seluruh rencananya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Jika ada yang bilang Althea itu beruntung karena tidak pernah gagal, maka Alisya akan jadi orang pertama yang membantah anggapan tersebut. Mereka jelas tidak paham artinya resiliensi.

Dalam satu tahun yang sama, Althea diputuskan secara sepihak oleh kekasih yang sangat dia cintai, dijauhkan beberapa langkah dari mimpinya, merasakan pahitnya ditinggal orang terkasih saat bibi mereka meninggal karena hipertensi, dan pernah mencoba bunuh diri. Jika kakaknya tidak memberi tahu Atzel tentang yang terakhir, maka Alisya akan menjadi satu-satunya orang yang tahu tentang alasan di balik banyaknya bekas sayatan di tangan kiri Althea. Beberapa orang mengatakan kalau itu tindakan konyol dan tidak mencerminkan sikap beriman, tapi dalam persepsi Alisya, kadang manusia hanya merasa terlalu lelah dan kelimpungan. Mungkin mereka tidak tahu kalau kapasitas tiap manusia itu berbeda. Sebab jika menjadi Althea yang selalu dituntut keadaan untuk bersikap kuat dan dewasa, mungkin Alisya akan menyerah dengan sangat cepat.

Bagi Alisya, Althea adalah moral kompasnya. Dia adalah inspirasi yang membuatnya tidak menyerah pada mimpi yang semula terasa mustahil. Jika bukan karena dukungan moral dan material yang terus Althea berikan, Alisya bahkan tidak berani membayangkan dirinya berkuliah di salah satu kampus unggulan dengan beasiswa full dari mereka. Dia tidak akan menyebutnya sebagai utang budi, tapi motivasi. Utang itu terkesan negatif; sementara dia bukanlah tipe yang senang memandang sesuatu dari sisi yang gelap. Kalau bisa berpikiran positif, kenapa harus negatif? Negatif itu hanya milik bilangan, kejahatan, dan Adimas.

Di tengah suasana kafe yang tenang, pandangan Alisya dengan cepat berpindah pada sesosok pria yang baru saja masuk dan kelihatan lelah. Senyumnya otomatis terukir sebab hari ini dia bisa kembali bercakap-cakap dengan salah satu manusia paling menarik yang pernah ia temui di hidupnya. Dia menunggu sampai Biru melihat ke arahnya—Alisya bukan tipe yang senang menginisiasi hubungan karena itu bertentangan dengan prinsipnya. Dia mendukung ide tentang emansipasi, tapi tidak dalam hubungan romantis. Lagipula, setiap orang berhak punya opini yang berbeda, kan.

“Alisya?”

“Heyow.”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Adore YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang