GARIS TAKDIR || 31

1.7K 137 37
                                    

Kembali ke kediaman Ning Safa ....

Ning Safa menghela napas, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Jika saja saat ini sedang tidak ada kedua orang tua Gus Irham, ia pasti sudah pergi meninggalkan Gus Irham. Sungguh rasanya ia sudah ingin menyerah saja dengan kisah mereka yang sangat--rumit.

Apakah Gus Irham tidak tahu kalau ia sampai mempertaruhkan harga dirinya untuk datang dan melamarnya, setelah semua itu Gus Irham malah semena-mena menggantungkan perasaannya.

Ia pantas kan, jika memilih untuk mengakhiri semuanya?

"Ning .... " Gus Irham sampai berucap dengan permohonan, begitu Ning Safa memalingkan wajah.

Bunda Khilma meraih sebelah punggung tangan Ning Safa dan menggenggamnya. "Ada apa tho? Bukannya selama ini Mbak sudah menunggu saat-saat ini?" Bunda Khilma berucap lirih, dan lembut sampai ucapan itu hanya bisa di dengar oleh ia dan putrinya.

"Kenapa, hm?" Bunda Khilma kembali bertanya.

Ning Safa hanya menggeleng, enggan memberitahu sang Bunda sekarang. Namun kini, Ning Safa tidak lagi mengalihkan tatapannya ke arah lain. Ia menunduk menatap jemarinya yang di genggam sang ibu. "Kalau saya bilang, perasaan saya sudah berubah selama masa penantian, apa yang akan anda lakukan Gus?"

Bahu kekar Gus Irham tampak melemas, ia semakin gusar. "Ning--"

Ning Safa menggeleng. Kini tatapannya mengarah kepada kedua orang tua Gus Irham. "Amih, Abi. Maaf ya kalau Safa--"

"Ning!" Irham berseru sedikit keras, wajahnya sudah tampak sangat kasihan sekali, rambut rapi pria itu bahkan kini tampak berantakan karena ia mengacak rambutnya sendiri, menunjukkan betapa gusarnya ia saat ini.

Suasana mendadak menjadi sangat tegang, Amih Ayana dan juga Abi Zidan ikut cemas. Apa mungkin Ning Safa sudah tidak lagi menginginkan pernikahan dengan Irham? Jika iya, mereka akan menyayangkan nasib Irham nantinya.

"Ada apa Ning? Ning Safa kenapa seperti ini? Ning Safa kesal dengan Irham? Ning Safa marah karena Irham terlambat datang?" Amih Ayana sampai menatap Ning Safa dengan penuh harap. Ibunda dari Gus Irham itu sudah kadung sayang kepada Ning Safa, ia juga menginginkan Ning Safa untuk menjadi menantunya.

"Ning Safa, nanti Amih akan marahi Irham kok. Ning Safa nggak boleh nolak Irham ya, Ning. Amih udah sayang banget sama Ning Safa." imbuh Amih Ayana yang lagi-lagi penuh permohonan.

Melihat sang ibu yang sampai memohon seperti itu, Gus Irham semakin dilanda keresahan. Ia tidak bisa menyalahkan orang lain, semua keraguan yang datang sebelumnya itu karena ulah dirinya sendiri.

"Maaf Amih, Safa nggak bisa."

Amih Ayana tampak lesu, dan Abi Zidan memeluk sang istri dan menenangkannya. Sedangkan Gus Irham? Jangan tanyakan sudah seperti apa perasaannya sekarang, jika saja ia bukan laki-laki mungkin ia akan menangis seperti ibunya. Ia sudah kehilangan cintanya karena ulahnya sendiri, ia merutuki dirinya sendiri yang begitu bodoh karena terus meragu.

"Maaf, karena Safa nggak bisa menolak Gus Irham." imbuh Ning Safa yang membuat wajah murung Irham mendongkak.

Ia menyorot Ning Safa dengan tajam, seolah memastikan jika barusan dirinya tidak salah dengar. "Ning?"

Ning Safa tertawa, begitu pun Amih Ayana dan Abi Zidan. Irham sendiri menatap mereka semua dengan heran, apa maksudnya ini?

Apa jangan-jangan sejak tadi dirinya sedang di kerjai?

Melihat anggukan dari Ning Safa, Irham langsung menghela napas dan mengusap wajahnya. Astaga, ia sudah lemas, dan hampir menangis ternyata ia hanya di kerjai? Bahkan lebih parahnya, kedua orang tuanya juga ikut andil. Ya Allah ....

*****

"Hahahaha!!"

Irham mendelik kesal kepada Aila yang tengah tertawa melalui panggilan telepon dari tab milik Ning Safa. "Nggak lucu Aila!" serunya kesal. Ia kesal karena ternyata semua rencana itu adalah ide dari ibu si kembar.

"Makanya jadi cowok itu harus sat-set. Jadi cowok kok lelet banget kayak siput, untung Ning Safa nggak beneran berpaling ke lain hati. Kalau aku yang jadi Ning Safa pasti udah milih Gus Iqbal."

Irham merotasi kedua bola matanya. Irham dan keluarganya memang belum pulang, mereka masih mengobrol di ruang tamu, hanya Irham yang melipir ke teras depan dan melakukan panggilan video dengan si biang kerok yang membuatnya nyaris menangis hari ini.

"Nggak jelas banget sumpah. Apa coba, sampai Amih, Abi, dan keluarganya Ning Safa juga ikutan rencana aneh kamu."

Aila masih tertawa, "Harusnya kamu bilang makasih nggak sih, ke aku?"

katanya dengan nada jahil.

"Males!" jawab Irham dengan ketus.

Aila kembali tertawa, senang sekali menjahili Irham. "Sama-sama Irham-ku sayang." Aila sengaja menggoda Irham dengan nada manja yang di buat-buat.

"Diih! Semoga sifat si kembar nggak nurun dari ibunya. Awas ya, kapan-kapan aku mau mampir dan nabok kamu pake sendal!" seru Irham.

"Mau dong di tabok pake uang!!!"

Irham mendengkus, lalu mematikan panggilan videonya. Sungguh berbicara dengan Aila hanya akan membuatnya semakin emosi saja. Ia menghela napas, tatapan matanya menatap wallpaper tab milik Ning Safa yang menunjukkan sebuah siluet laki-laki, keningnya mengerut dalam kemudian bibirnya tersenyum. Ia jelas tahu siluet siapa itu, karena itu adalah dirinya. Foto dirinya yang di unggah pada laman instagram nya. Ia tidak menyangka, jika Ning Safa sampai menjadikan fotonya sebagai wallpaper tab nya.

Ia tidak menyangka jika Ning Safa sesuka itu padanya.

"Gus, di panggil---aakkh!! Jangan lihat!!"

Ning Safa yang semula di perintah oleh kedua orang tuanya untuk memanggil Gus Irham masuk ke dalam, karena ada yang akan mereka bahas malah panik sendiri saat kedua matanya menangkap tab miliknya yang menampilkan wallpaper dengan siluet foto Gus Irham, wajahnya langsung memerah ia langsung mengambil tab miliknya dari atas meja dan berlari masuk ke dalam rumah seraya memeluk tab nya. Gus Irham yang melihat itu hanya tertawa seraya berjalan masuk ke dalam rumah mengikuti Ning Safa.

Tanggap pernikahan mereka sudah di tentukan, satu bulan dari sekarang. Ning Safa tidak meminta pernikahan yang mewah sampai harus di balroom hotel, tapi ia tetap ingin resepsinya di adakan di rumah dengan dekorasi yang juga tidak terlalu mewah, yang penting sah katanya.

"Iya deh, yang udah nggak sabar nikah!" Seru Irham yang sengaja menggoda Ning Safa dengan wajah yang semakin memerah.

"Apa sih. Yang nggak sabar nikah itu kan sampeyan bukan aku." sungutnya dengan wajah yang memerah.

Para orang tua hanya tertawa saja.


"Masa sih. Siapa ya yang pakai fotoku buat di jadiin wallpaper tab nya, ya?"

Ning Safa mencebik, ia bahkan sampai memeluk bundanya karena malu.

Pada akhirnya, semua bersatu sesuai dengan garis takdir mereka masing-masing, meski harus melewati jalanan rumit dan penuh perjuangan, rasanya semua itu sepadan karena berakhir dengan manis.



GARIS TAKDIR  [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang