GARIS TAKDIR || 37

1.8K 139 17
                                    

Duar!!

Suara petasan yang di bunyikan, di iringi suara gendang hadroh yang terdengar, menjadi tanda jika calon mempelai laki-laki telah tiba. Semua orang tentu sudah sangat heboh sekali berbondong-bondong melihat iring-iringan pengantin yang ramai dengan para santri, dan santriwati yang menggiring Gus Irham yang berada di barisan paling depan dengan Amih dan Abinya.

Sementara keluarga Baba Ikmal, dan yang lainnya tampak membawa satu buah kotak berisi seserahan di tangan mereka masing-masing, yang tentunya dengan jumlah yang sangat banyak.

Tampak Ayah Malik, dan Bunda Khilma yang menyambut kedatangan mereka dan mengalungkan kalung yang terbuat dari karangan bunga melati yang indah.

Sementara di dalam kamar, Ning Safa yang di temani oleh sang adik, Ning Khalisa. Si cantik yang sudah selesai di rias itu memilin jemarinya, dirinya di landa gugup yang bukan main saat melihat kedatangan Gus Irham dari layar tabnya yang memunculkan siaran langsung yang sudah di atur oleh WO yang di pilihnya.

Gus Irham dengan setelan adat Jawanya benar-benar membuat Ning Safa tiada hentinya mengagumi sosok itu. Apalagi, selama hampir satu bulan ini mereka tidak saling bertemu, tentu jantungnya bereaksi dengan sangat berlebihan seperti ini. Pria itu terlihat berkali-kali lebih tampan dari sebelumnya, dan sangat berwibawa.

Ning Khalis juga sama, ia tidak bisa menampik bahwa Gus Irham dengan setelan adat Jawa benar-benar memukau, dan memancarkan kharismanya.

Cklek!

Tak lama pintu kamarnya terbuka, memunculkan Ning Aila, dan Ning Marshanda yang tampak terpukau melihat sang calon mempelai yang luar biasa cantik. Aura yang di pancarkan kedua mempelai hari ini benar-benar sangat memancar, bagaimana bisa mereka berdua terlihat berkali-kali lebih bersinar dari biasanya?

"Safaaaaaa!!" Ibu si kembar itu berseru, dan memeluk sahabatnya dengan erat. "Ah, cantik sekaliii. Kaya boneka hidup!"

Ning Safa terkekeh, dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Ini semua masih seperti mimpi baginya, tidak menyangka sama sekali jika pada akhirnya ia akan menikah dengan Gus Irham, sahabatnya sendiri.

"Kok nangis?" tanya Ning Aila.
Ning Safa menggeleng, sang adik langsung mengambil tisu dan mengusap air mata yang mulai mengalir di wajah kakaknya.

"Gimana perasaan kamu? Senang?"

Ning Safa mengangguk, tentu saja. Perasaan di dalam dadanya begitu sangat membuncah hingga nyaris meledak.

"Sini dek. Duduk!" Ning Aila melambaikan tangan meminta sang adik ipar untuk bergabung duduk di ranjang yang ia dan Ning Safa duduki, sementara Ning Khalisa duduk di kursi rias kakaknya.

"Ning Safa, selamat ya." Ning Marshanda memberikan sebuah paperbag berisi kado pernikahan untuk Ning Safa.

"Terima kasih Ning." jawab Ning Safa, ia lantas menerima pemberian dari istri Fikron.

"Kado dariku ada di depan sama Mas Rama. Nanti aku kasihnya pas udah di pelaminan ya." kata Ning Aila.

Ning Safa mengangguk, lantas mereka semua kembali fokus pada layar tab yang merekam prosesi yang tengah di lakukan di tempat berlangsungnya akad. Gus Irham tampak sudah duduk di sebuah kursi yang berhadapan dengan pak penghulu yang duduk bersama Ayah Malik yang akan menikahkan putrinya kepada Gus Irham dengan di sekat sebuah meja, sementara sisi meja bagian ujung sudah ada Baba Ikmal, dan Abi Zidan dan beberapa saksi yang akan menyaksikan akad yang segera di lakukan oleh Gus Irham.

Dengan instruksi dari pak penghulu, Ayah Malik mulai menjabat tangan Gus Irham setelah selesai mengucapkan istigfar, dan dua kalimat syahadat sebagai pengantar sebelum terucapnya akad.

“Bismillahirrahmanirrahim. Saudara Irham Zaid Al-Fattah, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri kandung saya, Saffana Husna Gayatri binti Malik Alfatih, dengan mas kawin emas seberat 80 gram dan uang sebesar 150 juta rupiah, dibayar tunai!”

“Saya terima nikah dan kawinnya Saffana Husna Gayatri binti Malik Alfatih dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!” jawab Gus Irham dengan satu tarikan napasnya.

“Bagaimana para saksi, sah?”

“SAH!!!”

“Alhamdulillah....”

Pak penghulu memimpin doa atas kelancaran akad nikah yang sudah di lewati dengan Gus Irham.
Kemudian MC memerintahkan mempelai wanita untuk datang ke tempat yang telah di sediakan.

Tap.

Semua mata tertuju pada sang mempelai perempuan yang berjalan ke arah Gus Irham dengan di apit oleh Ning Khalisa sang adik, dan Ning Marshanda, sementara Ning Aila berdiri di berjalan di belakang Ning Safa.
Setiap langkah yang ia pijak, mendatangkan debaran-debaran yang semakin tidak karuan. Ia gugup setengah mati, apalagi di depan sana sudah ada Gus Irham yang berdiri menunggunya, sungguh rasanya benar-benar sangat mendebarkan.

Tanpa di duga, Gus Irham menundukkan kepalanya dan mengusap wajahnya, karena dirinya diam-diam meneteskan air mata penuh haru. Ia mengingat berapa lama dirinya menyimpan perasaan kepada Ning Safa yang hari ini resmi menjadi istrinya. Ia juga mengingat bagaimana ia yang terpukul karena Ning Safa yang di lamar oleh Fikron, kini semua itu sudah berlalu. Ia dan Ning Safa akan sama-sama menjalani hidup baru mereka bersama.

Ning Safa yang mengenakan kebaya putih adat jawa hijab benar-benar sangat cantik, hingga Irham terpana dan berdebar kala langkah Ning Safa semakin dekat ke arahnya.

Ning Safa menghela napas, mengangkat wajahnya hingga tatapan keduanya bertemu. Bunda Khilma mengganti posisi Ning Khalis, dan menggenggam tangan putrinya yang di hias oleh henna yang tampak dingin karena gugup, lalu menyerahkan tangan itu kepada Gus Irham, laki-laki yang sudah sah menjadi suami dari putrinya.

Dengan kedua mata yang berkaca-kaca, Bunda Khilma memberikan sebuah nasihat dengan menggunakan mic yang di berikan oleh MC. "Gus, Bunda serahkan putri Bunda kepada kamu. Tolong bimbing ia, jaga dan nasihati jika sekiranya putri Bunda membuat kesalahan."

Ning Safa tidak dapat membendung air matanya, mendengar penuturan sang ibu. "Jika suatu hari kamu merasa bosan, atau sudah tidak lagi memiliki perasaan cinta untuk Safa, tolong jangan menyakitinya. Kembalikan Safa kepada kami secara baik-baik, sebagaimana kamu memintanya kepada kami."

Bunda Khilma juga menangis, lalu memberikan kecupan pada kening putrinya. "Nurut sama suami ya sayang. Jangan biasakan sifat keras kepala menguasai kamu. Mengerti, sayang?"

Ning Khilma mengangguk, lalu melepaskan tangannya yang berada di dalam genggaman sang suami, dan ia memeluk sang ibu dengan air mata yang berderai. "Maaf ya Bun, jika Safa selama ini belum menjadi anak yang baik. Doakan Safa semoga terus di limpahi kebahagiaan, dan menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah."

Bunda Khilma membalas pelukan putrinya. "Inggih sayang. Bunda akan mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua."

Bunda Khilma melepaskan pelukannya dari sang putri. Sekali lagi memberikan sebuah kecupan pada dahinya, sebelum kembali meraih tangannya untuk di berikan kepada Gus Irham, lalu Ning Safa menyalami punggung tangan suaminya dan mengecupnya disana dengan perasaan yang sama-sama berdebar.

Gus Irham maju satu langkah, mendekat pada kepala Ning Safa yang menunduk menyalaminya, ia meletakkan sebelah tangannya yang lain pada ubun-ubun perempuan yang sudah menjadi istrinya ini, dan merapalkan doa untuk kebaikan pernikahan mereka. Setelah itu Ning Safa mengangkat wajahnya, dan Gus Irham memberikan kecupan pada dahinya dengan dalam.

Perjalanan cinta mereka tentu tidak mudah, terutama bagi Gus Irham. Tapi pada akhirnya garis takdir lah yang mempersatukan mereka dalam ikatan pernikahan suci dan halal.

*****

Huhuhuuu, selamat menempuh hidup baru, Gus Irham dan Ning Safaaaa!! 🎉🎉

Udah nikah aja Gus Irham, cepet banget dewasanya, ya. Huhu

GARIS TAKDIR  [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang