"Assalamualaikum Umi."
"Waalaikumussallam. Piye hasilnya?" tanya Umi Shilla, setelah menjawab salam dan menyalami punggung tangan suaminya yang baru sampai.
Ya, ia dan suami berhasil mendesak agar putranya itu jujur tentang perasaannya, siapa sangka nama Ning Saffana Husna Gayatri keluar dari bibir putranya. Sontak saja keduanya sangat terkejut, benar kata orang jodoh itu kadang adalah orang terdekat kita. Seperti yang terjadi kepada putranya, ia menyukai Ning Safa yang merupakan sahabatnya sejak kecil.
"Ini Abi, sama Fikron apa nggak di suruh duduk dulu toh Mi?" guyon sang putra yang berhasil mengundang tawa.
Umi Shilla menepuk bahu putranya. "Halah kamu ini, yo wes duduk dulu sini. Umi mau tahu, gimana jawabannya."
Setelah mempersilahkan suami serta putranya duduk Umi Shilla yang sudah sangat penasaran itu langsung mendekati putranya. "Jadi gimana?" tanyanya kepada sang putra.
Baba Ikmal hanya menggelengkan kepalanya, istrinya dari dulu memang tidak pernah berubah, tipe yang tidak sabaran dan juga heboh. "Sabar dong Mi, Fikron mau bernapas dulu!"
Plak!
Fikron meringis saat punggungnya mendapatkan pukulan cukup keras dari sang Ibu. "Sakit Umi. Iih Umi, perasaan nyiksa Fikron terus, Fikron laporin ke kak Seto lho!"
"Akkh!! Iya, iya Umi. Ampuun sakit!!"
Baba Ikmal hanya tertawa melihat putranya yang sedang meringis karena cubitan yang di berikan oleh Uminya.
Fikron mendengkus kasar, hal itu mendapatkan pelototan tajam dari Uminya. "Hehe maaf Umi. Ya Ning Safa ndak langsung jawab Mi, ya kan Ba?"
Baba Ikmal mengangguk. "Ya sesuai aturan yang ada Mi. Ning Safa minta waktu untuk istikharah dulu sebelum menjawabnya. Setelah memberikan jawaban, baru setelah itu lamaran Mi." papar Baba Ikmal.
Umi Shilla mengangguk. "Jadi masih belum pasti ya Fik?" tanyanya.
Fikron dan sang Ayah mengangguk. "Ya, semoga mendapatkan kabar baik." ucap Baba Ikmal penuh harap.
"Amiin," sahut Umi Shilla, dan Fikron bersamaan.
"HWAAAA!!"
Ketiganya di kejutkan oleh suara tangis khas bayi. Mereka sontak menolehkan kepala dan mendapati Aila yang tengah menggendong Fahira yang menangis sepertinya bayi berusia satu tahun itu baru bangun dari tidurnya.
"Eh, eh. Kakak sejak kapan disini Mi?" tanya Fikron.
"Baru sekitar setengah jam." jelas sang Umi, ia menghampiri Aila dan menggendong Fahira. "Cup, cup, cup. Cucu Eyang kenapa nangis nak? Hm, baru bangun tidur ya?" tanyanya kepada si kecil Fahira seraya mengecup pipi gembilnya.
"Iya Eyang, Ira baru bangun tidur." sahut Aila, ia segera menghampiri sang Baba dan menyalami punggung tangannya.
"Sehat nduk? Baba kira kamu bercanda mau pulang, dan minta di bikinin opor ayam sama Umi kamu." katanya.
Aila terkekeh, sebenarnya sudah dua hari lalu ia saling berkabar dengan Babanya jika ia merindukan opor ayam buatan Uminya. "Hehehe iya Baba. Serius deh Aila kangen banget sama Opor Umi. Sama Baba, sama adikku yang ganteng ini!!" ia menghampiri sang adik, duduk di sampingnya dan menarik kedua pipi Fikron hingga membuat sang empunya memukul pahanya beberapa kali.
Setelah itu Aila tertawa, sementara Fahira sudah tidak lagi menangis dan justru tengah tertawa bermain-main dengan boneka dino yang di pegangnya, dan juga sang nenek.
"Uuhh, si kecil ini nggak sangka sudah dewasa, dan mau menikah."
Fikron mendelik. "Enak aja si kecil! Tuh yang masih kecil itu Ira, sama Fahmi. Sembarangan banget sih!"
Baba Ikmal terkekeh, ah rasanya rindu sekali melihat keceriaan ini. "Rama mana nduk?" tanyanya.
"Mas Rama masih tidur deh kayaknya sama Fahmi."
"Tidur?" Fikron menyahut.
"Iya tidur. Kenapa sih?"
Fikron mendengkus. "Ini masih jam 10 pagi lho kak, masa Mas Rama udah tidur aja. Pamali lho katanya!"
Aila menarik sebelah pipi adiknya. "Biarin, Mas Rama tuh capek nyetir dari Bandung ke Jogja. Sampe sini langsung muntah-muntah, lemes, terus tidur deh." paparnya yang membuat Fikron melotot.
"Muntah-muntah?" seru Fikron.
Aila mengangguk, Fikron langsung meraih kedua bahu kakaknya, dan menggoyangkannya. "Jangan bilang, kalau kakak hamil lagi? Mas Rama ngidam lagi?"
Aila tersenyum lebar, lalu mengangguk.
Tubuh Fikron langsung lemas. "TIDAAAAK!!"
Aila tertawa, Baba Ikmal dan Umi Shilla yang berada tidak jauh dari posisi Aila dan Fikron itu tampak terkejut. Aila hamil lagi?
"Kamu serius nduk?" sahut Umi Shilla
Aila mengangguk, "Iya Umi hehe."
"Alhamdulillah .... " Umi Shilla, dan Baba Ikmal mengucap syukur menyambut kabar baik yang baru saja di sampaikan oleh putri mereka.
Fikron sendiri menggelengkan kepalanya, dan menepuk dahinya. Semua orang tertawa melihat kelakuan Fikron. "Plis lah Kak, Ira sama Fahmi baru setahun lho, bisa-bisanya Kakak hamil lagi." rengeknya.
Aila tertawa puas. "Lho, kamu ndak seneng? Kamu mau punya keponakan baru lho Fik."
"Aku mau punya keponakan baru, tapi nggak mau ngadepin ngidamnya Mas Rama. Kapok aku!!"
Semua orang kembali tertawa. Aila kemudian menatap sang adik dengan tatapan memohon, membuat perasaan Fikron mendadak jadi tidak enak. "Kak, jangan aneh-aneh ya."
Aila menggeleng, "Ndak aneh-aneh kok. Tapi kayaknya selama hamil yang ini, kakak mau tinggal disini dulu. Kamu temenin Mas Rama tinggal di Bandung ya?"
Hah!! Demi apa pun, Fikron ingin berteriak dengan kencang, dan memberitahu semua orang kalau mengurus Rama yang ngidam itu ibarat mengurus Singa, sulit sekali!!
KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS TAKDIR [TERBIT] ✓
Fiksi UmumIrham Zaid Al-Fattah, dan Fikron Muhamad Ali adalah saudara sepupu. Sejak kecil selalu bersama-sama, meski saat dewasa keduanya harus menempuh pekerjaan yang berbeda. Irham yang meneruskan bisnis kuliner Abinya, dan Fikron yang mengurus pabrik konve...