Malam ini, Bunga kembali kepada Tuhannya, untuk meminta berbagai hal yang ia inginkan. Tahunya, ada salah satu pesan dari kawan yang dilihatnya memiliki seorang anak yang baru lahir. Segera, Bunga mengucapkan selamat kepada rekannya itu. Lalu, ketika kembali ke Tuhannya, ia seperti dielus kepalanya. Kata Tuhannya, mungkin kau harus mengetahui.
"Mengetahui apa?"
"Mereka"Ya, Bunga memang sudah lama di tempat yang menurutnya, bak sebuah hutan yang membuat dirinya harus terus bertaruh dan berjuang untuk melanjutkan hidupnya, tanpa sebuah rumah yang senyaman tempatnya di rumah aslinya. Padalah, banyak amin yang telah dirajut dan disetorkan kepada Tuhannya. Kata Tuhannya, "Mereka".
Tetiba, muncul wajah-wajah yang dahulu pernah memberikan warna bagi Bunga. Nyatanya, ada rumpang kekosongan bagi "mereka" yang sebenarnya sudah lama tidak disinggahi. Bunga melihat kembali ke hatinya yang kosong dan hampa tanpa adanya hiasan sedikit pun.
"Dear Bunga, kau tak pernah untuk melangkahkan kakimu di tanah atau hutan ini dengan kesendirian. Kau harus berjuang untuk mendapatkan air atau apapun yang kau inginkan. Kau terlalu cemen dan lemah untuk mengangkat tangan atau mengibarkan bendera putih, apalagi bendera kuning yang mereka akan kibarkan untukmu. Ada mereka", bisik Tuhan kapad Bunga.
Nyatanya, Bunga rindu bersama mereka. Bersama kenangan yang tidak dapat dibeli dengan apapun. Dengan berbagai harapan yang ingin menenangkan atau tidak memikirkan bahwa hidup itu kejam, bukan? Semuanya tidak adil jika kita tidak dapat mengulang kembali apa yang diharapkan.
"Tuhan, kau mampu memahamiku, bukan?
"Apa aku sudah lama untuk di sini dan menginggalkan semua bayanganku yang semestinya kukembalikan pada diriku kembali? Aku mengingat rumah Tuhan di kota yang penuh dengan kesejukan itu, mengingat berbagai ramah tamah dan senyum yang begitu hangat dalam diriku. Namun, tidak hanya itu. Aku ingat pula bahwa di kota panas itu, Bunga melakukan berbagai kegiatannya dengan orang-orang yang benar-benar peduli pada Bunga. Dengan menantang kota yang katanya ibu, semuanya masih bisa terkendalikan karena ada rumah untuk pulang"Seketika wajah-wajah tetiba menghampiri Bunga. Nyatanya, apakah benar ia tidak hanya bergulat dengan hutan ini sendirian? Ia dibersamai oleh banyak orang yang tentunya ingin diharapkannya. Tapi, Bunga ingin terus bertanya, apakah ia akan kembali pada rumah yang ia ingin terus kembali ke sana? Dipeluk oleh mentari senya kemuning yang begitu hangat. Atau ia melihat tempat tempat yang begitu terus menyapanya walaupun keringat dan suara kendaraan yang begitu menderu tidak karuan.
Bunga ingin pulang. Ingin pulang. Pulang ke tempat yang begitu hangat untuk menenangkan dan merasa bahwa mereka ada untuk Bunga.
"Kami ada untukmu, Bunga. Ke mana saja kau selama ini? Ini rumahmu, rumah masa kecilmu, tentunya, semua akan menemukanmu sebagai anggota rumah ini"
Tentunya, begitu hangat bahwa mengingat ada rumah lain yang ingin dikunjungi selain rumah yang besar, tetapi sepi dan sunyi. Mungkinkah ia harus bertahan pada deru angin dan malam yang begitu menyusup pori?
Sendu dan rindu itu sama, dua hal yang kadang bisa bersahabat untuk dua dimesi hati yang kadang bertolak belakang, apakah mata yang menderu dengan derai tangis atau bibir yang dapat menyungging dengan lebarnya dari sisi ke sisi? Kau rindu untuk mereka menyusup pada hatimu yang kosong dan lelah selama ini.
"Ucapkan terima kasih untuk dia."
"Tidak adil. Aku tetap tak ingin untuk menjadi pohon"
"Tenang, ada mereka"
KAMU SEDANG MEMBACA
L.E.L.A.K.I
Cerita PendekAku Bunga. Ketika orang bertanya, aku ini bunga apa, aku hanya bisa diam. Aku tergantung di antara atas dan bawah. Tali ini yang akan memutuskannya. Tali ini adalah lelaki. Mencari esensi kata "lelaki" yang sulit kutemui dari arti kata "hidup". Nam...