PEREMPU-SHIT

15 0 0
                                    

kuputar lagu dengan keras. Lagu-lagu mengkritik pemerintah yang tidak adil untuk memilih dan memilah yang mana yang pantas dan tidak. Semakin keras lagu tersebut, semakin keras hatiku pada perempuan depan kamarku ini. Sial. Banyak topeng! Memakan yang bukan haknya. 

Awalnya, aku tak kenal dia. Mahasiswa dari kampus yang lokasinya pun aku tak tahu di mana. Dengan bangga ketika perkenalan denganku, dia menyebutkan dengan lantang bahwa ia adalah penerima beasiswa ke luar negeri oleh pemerintah. Awalnya, hatiku biasa saja. Ya, perkenalan kepada orang pertama kali, hanya mendengarkan, memperkenalkan diri dan ya sebatas itu. Melanjutkan kembali aktivitas yang ingin kulakukan. Aku tak tertarik pada dirinya. 

Aku agak skeptis dengan orang baru yang menunjukkan kepalanya yang besar di hadapanku, apalagi jika kutahu dia berada di bawahku secara akademik. Sudahlah, aku tak terlalu tertarik dengan perempuan yang kamarnya berada di depan kamarku itu. 

Suatu hari, tukang paket datang mengantarkan paket. Ia berteriak di lorong kosan dengan memanggil nama, "Uut Munawaroh". Perempuan itu keluar dari kamarnya dan mengambil paketnya. Oh, kuketahui bahwa namanya adalah itu. Kucari informasi mengenai dirinya. Oh, ya lumayanlah. Dia pernah memenangkan juara 5 untuk membuat aplikasi pariwisata dan itu hanya dummy. Kemudian, kudapatkan dia memenangkan lomba mahasiswa berprestasi di sekolahnya. 

"Oh..." kutarik napasku dalam-dalam. Aku belum percaya dengan dirinya. Mungkin aku terlalu apatis terhadap orang baru yang besar kepala tersebut. 

Lama-kelamaan, perempuan itu mendekati diriku. Sebenarnya, aku benci didekati oleh orang yang tidak kukenal. Kuceritakan kepada ibuku. Kata ibu, dia hanya mengambil berbagai ilmu yang kumiliki. Banyak pengalaman yang melahirkan berbagai ilmu yang kuserap dari hal tersebut. Bukankah pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru termahal? Bukannya pelit, tapi aku ingin memilih dan memilah kepada siapa ilmu atau pengalamanku akan kubagikan. Tidak untuk perempuan keras kepala. 

Dia semakin masif mendekatiku. Aku benci. Aku tak suka. Namun, ya kucoba untuk menyembunyikan di palung hatiku terdalam. Suatu saat, di titik hatinya yang sudah nyaman dengan diriku. Aku sengaja bertanya berbagai hal yang telah menjadi hantu dalam otakku selama ini. Dia menjawabnya dengan penuh semangat. Ya, ruangan kamar kosanku menjadi saksinya. Ia menceritakan hidupnya dengan fasih. Dengan berbagai ekspresi yang menyiratkan bahwa aku harus memujinya dengan semua kehidupannya. 

Sebenarnya, aku yang memancing dengan memulai bercerita kehidupanku. Kuceritakan semua mengenai mimpiku yang kandas untuk kuliah ke luar negeri karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Banyak hal yang tak sengaja kuucapkan, padahal kutak ingin mengucapkannya. Yasudahlah. Kuharap ia cepat melupakan apapun yang kukatakan tersebut. Tiba di suatu percakapan yang membuatku sontak kaget dan kesal dengan perempuan ini.

"Sebenarnya, ayahku bukan sebagai selles. Ayahku bekerja sebagai supervisor di perusahaan rokok tersebut." katanya dengan membusungkan dada. 

Sial, aku benci dengan kata-kata ini. Dia mendapatkan beasiswa untuk orang yang kurang secara finansial sejak SMA. Padahal, ia menceritakan bahwa ia tinggal di rumah neneknya yang dulunya adalah perawat di rumah sakit pemerintah. Rumahnya ada 13 kamar. Wah, berarti rumah yang cukup besar dan ia katakan bahwa rumahnya berada di dekat kampusnya dan rumah sakit atau pusat pemerintahan lainnya. Sial, berarti dia orang kaya. 

Yang paling membuat sesak napas adalah ketika dia katakan bahwa ia sudah les bahasa Inggris sejak SD hingga SMA sehingga wajar dia bisa fasih berbahasa Inggris. 

"Orang tuaku telah mengeleskan diriku sejak kecil, les bahasa Inggris dan les lainnya" ujarnya dengan senyuman menyanyat hati

"Oh, gitu. Lah, katanya ayahmu selles. Kok, bisa sampai mengeleskan?"

L.E.L.A.K.ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang