Hampir di Garis Akhir

8 0 0
                                    

Di persimpangan kali ini, ada kata menunggu dan ditunggu. Ada kata penting dan coba-coba siapa tahu akan beruntung. Bunga sudah melihat di persimpangan kali ini, ada cabang jalan yang ia dapat pilih. 

Ada macam jalan yang bisa ia pilih, namun, tentunya, semua jalan tidak mulus seperti jalan yang ia harapkan. Tentunya, ada permasalahan yang ia temui dalam berjalan kali ini. Awalnya, pertemuan keluarga yang sudah ia dambakan berlangsung kacau balau dan tidak karuan. Ini aneh sungguh aneh. Tetiba, ketika itu, ia sudah mengiyakan. Ia, ia adalah lelaki itu. Lelaki yang sudah bertahun merajut asa bersama Bunga. 

Waktu itu, pada awalnya, lelaki itu yang berkata bahwa keluarganya akan datang melamar, membawa sekeranjang bunga mawar yang Bunga inginkan selama ini pada minggu kedua bulan pertama awal tahun. Rasanya, sudah berbunga tentunya perasaan Bunga. Siapa yang tidak senang bahwa akhirnya ia pasti akan menemukan garis akhir. Bunga mempersiapkan berbagai hal yang diperlukan, seperti cuti dan juga penampilannya. Cuti yang diambil sudah digembor-gemborkan kepada rekan kerjanya sehingga mereka mengucapkan selamat kepada perempuan itu. Ada pula yang mengirim sekarung doa karena Bunga tidak berlari lagi, tetapi sudah hampir di garis akhir. Tidak lupa, Bunga sudah memiliki bahan baju yang akan dijahitnya kepada langganan yang sudah percayai selama ini. Serta, tak lupa bahwa ia memanjangkan kukunya untuk dicat warna indah dan menawan sehingga ketika dipamerkan di kamera, jemarinya akan terlihat lentik dan indah. Lalu, ia pun sudah membicarakan ibu-ibu arisan sekaligus pengajian kompleknya karena mereka akan mengisi acara yang dianggap Bunga sangat sakral tersebut.

Bunga sudah sangat matang melakukannya. Intinya, dia ingin hari yang penting itu sangat istimewa bagi dirinya. Namun, semuanya luluh lantah ketika lelaki itu mengungkapkan bahwa adat yang paling penting dari segalanya. Ia harus dikunjungi, dilamar, atau dinikahi oleh perempuan. Bukan sebaliknya. Namun, rasanya, sudah berbusa mulut Bunga untuk menyakinkan bahwa ada agama yang dijunjung dari semua hal adat yang kadang berbisa dan sulit untuk ditawar. 

Kepala Bunga rasanya dihantam palu raksasa yang begitu pengang dan menyakitkan. Ia sebenarnya bingung. Namun, ia hanya bisa menangis untuk mengurangi rasa perih, amarah, dan juga berbagai rasa emosional lainnya. Sungguh melelahkan. Ia bingung harus bagaimana terhadap berbagai emosi yang menerbar akibat situasi dan kondisi yang begitu membingungkan. 

Nyatanya, Bunga belum sampli di garis akhir. Nyatanya, semua menggantung hingga bulan ketiga awal tahun ini. Ia mengira semuanya akan baik-baik saja dan berlangsung dengan baik.  Nyatanya, semua salah karena komunikasi. Lelaki itu hanya diam ketika ia melempar bola panas yang begitu panas kepada hati Bunga. 

Nyatanya, ini sudah membawa berbagai pertikaian antarkelompok yang disebut dengan keluarga. Nyatanya, sudah lelah dan terus begini. Bagaimana ceritanya mika bom panas terus bergulir dan tidak ada ujungnya? katanya, Bunga ingin sekali meniupkan bola panas itu dengan tiupan atau tangisannya yang deras. Tidak akan berhasil. Semuanya sia-sia. Atau ia memohon untuk semua kissah yang sudah panjang ia rajut, tetapi tidak menemukan titik temu. 

Lelah rasanya. Ingin segera mengakhiri. Kata Lelaki itu, silakan pergi dan mencari yang lain. Rasanya, seperti ditembak oleh racun yang selama ini tidak Bunga inginkan. Lelah.

L.E.L.A.K.ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang