Afair

38 3 0
                                    

Aku menemui banyak laki-laki dan aku dibuat jatuh cinta kepada mereka. Ada salah seorang Kumbang yang menyukai Kembang. Ya Kembang itu aku. Dulu, mulanya, kukenal ia dari sebuah tempat perkumpulan pembelajar hingga cinta pada pandangan pertamaku muncul padanya. Semua yang kuinginkan ada pada sosok Kumbang ini.

Lalu, aku mendapatkan hatinya. Ternyata, hatinya sekeras batu. Sangat sulit untuk mengubah apapun kemauan dan pikirannya. Aku selaku Bunga serba salah kepadanya. Apakah cinta itu terlalu mematikan dan beracun seperti ini? Aku sebenarnya tak ingin mengenal cinta yang esensinya nano-nano seperti ini.

Aku sering menangis jika semuanya tidak sesuai dengan kehendakku. 

Malam ini, aku ingat ketika aku mengajaknya untuk makan malam seperti biasa, ditemani dengan bintang dan angin malam. Indah, bahkan menenangkan. Semua orang pasti menyukainya. Lalu, hari ini hari Selasa. Kumbang tidak bisa karena ia memiliki berbagai tugas yang katanya lebih penting dari apapun, apalagi aku, sosok Kembang yang mungkin tidak ada harganya di matanya. Kumbang bilang, hari Rabu saja ya. Baiklah, selaku Bunga yang belajar sabar dan tidak memiliki kekuatan apapun. Kekuatan apa yang kumiliki sekarang? Aku tidak memiliki keluarga utuh seperti Kumbang ini. Ibarat kata orang Jawa, bibit, bobot, dan bebetku tidak seimbang dengan dia. Lalu, aku merasa minder dan selalu tak memiliki kekuatan untuk melawannya. Padahal, ke binatang lainnya, aku berani. Gila, entah mengapa aku menyerahkan segalanya kepadanya. Salah satunya adalah kepercayaanku. Kepercayaan yang sangat mahal harganya, tetapi dia takkan pernah memberikan nilai untuk hal tersebut.

Dia memang seperti laki-laki lain, binatang. Memang benar, secara dominan memang seperti itu. Memang, terlihat sempurna si Kumbang ini, tetapi tetap saja binatang. Sialan. 

Kulanjutkan kisahku hari Rabu, ia mengatakan tidak bisa dan menyodorkan beribu alasan yang membuatku tiba-tiba kelabu. Entahlah. Sosok perempuan seperti aku, mana mungkin bisa mendapatkan kebahagiaan selain melalui Kumbang. Jadi, aku mengalah saja. Kupikir, Kumbang adalah salah satu yang bisa menorehkan senyuman di bibirku. Ya, aku mengalah lagi. Kuharap besok aku bisa pergi. Tidak apa.

Hari ini hari Kamis. Aku senang bisa ke luar dari pohonku yang membosankan dan membuat pusing. Aku ingin menghirup udara segar dan bertemu malam yang dapat menyuntikkan energiku kembali pulih. Aku sudah mempersiapkan. Kumbang tak ada kabar. Kutunggu. Tak ada kabar hingga pukul 17.00. Akhirnya, kucoba untuk menghubungi ia melalui percakapan media sosial di pukul 17.06. Lalu, kutunggu. Oh, ya, aku sengaja belum makan apapun karena biasanya kami akan makan malam bersama. Kutunggu. Namun, tidak ada kabar. Kucoba telepon, ia tak ada kabar. Lalu, aku lelah untuk mengetik dan menekan tombol "call" yang ada di gawaiku. Aku tak menyerah. Aku ingin keluar dan menemukan energi kebahagiaanku. Makan hanyalah alasan klise agar aku bisa bertahan hidup di kehidupanku. 

Tak ada kabar. Hingga akhirnya, ia kembali menghubungiku setelah berjam-jam waktu yang kugunakan untuk menghantui dan mengganggu kehidupannya. Aku tak mengangkat. Aku tersentak sedih ketika ia menelepon setelah beribu-ribu usaha melalui media sosial yang kulakukan. 

"Setidakbernilai inikah diriku", lirihku dalam hati.

Seketika, setelah panggilannya berhenti, kucoba untuk menelepon dan mengetik kata-kata kekesalan dan kemarahanku sebagai perempuan. Alasannya adalah tidak ada internet. Bohong, padahal, kutahu bahwa pesan dan panggilanku terkirim ke nomor gawainya. 
Aku marah, aku kesal. Aku belum makan sejak siang, perutku sakit. Pulsaku habis menelepon dan mencaci dia walaupun dia merasa seperti tidak ada masalah berat di antara kami. Tangan kiriku sakit tetiba dengan alasan yang tak kumengerti. Aku pernah baca bahwa jika batin seseorang sakit, sakit pula anggota tubuhnya. 

Jujur, aku lelah dengan berbagai drama aku si Bunga dengan ia si Kumbang. Aku lelah seakan mengejar dia sampai jatuh berkali-kali, sedangkan ia seperti mati suri dan tidak merasakan apapun usahaku. Lelah. Namun, aku telah mendudukannya di kursi paling depan di hatiku. Ingin kuusir, tetapi aku tidak menemukan penggantinya. Mungkin belum. Sulit di usia seperti ini untuk mencari binatang lain. 

L.E.L.A.K.ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang