Aku tidak pernah memahami apa arti menyukai makhluk asing yang berbeda bahasa ibu. Kisah ini bermula saat aku diharuskan sebagai teman pembimbing salah seorang mahasiswa Jepang yang sedang student exchance di Indonesia. Namanya Nishi.
Pertemuan saat pertama di stasiun kereta. Kujemput ia. Dengan koper berwarna hitam dan kaus oblong, celana jeans hitam, sepatu yang membuatnya sporty. Tak lupa tas kecil yang diselempangkannya di dada. Kusodorkan tangan dan berkata, "Bungaa"."I am Nishi, nice to meet you!"
"Lets, Nishi. My lecturer (Mr. Septo) was booking a room for you"
Aku antar dia ke kamar penginapannya sebelum beberapa hari ia akan pindah ke kamar kosannya yang sangat mahal. Mr. Septo adalah dosen yang menyuruh aku untuk menjadi teman Nishi selama 6 bulan di Indonesia. "Ini adalah kali pertama Nishi di Indonesia. So, Nichi membutuhkan teman untuk berkomunikasi dan membantunya dalam beradaptasi"
Aku tidak dapat menolak permintaan Mr. Septo karena ia adalah dosen pembimbing tesisku. Menolak permintaannya adalah tanda kiamat bagi seorang mahasiswa pascasarjana (menurutku). Entahlah.
Dengan menggunakan transportasi daring, aku antar Nishi ke hotelnya. Sebelumnya, Mr. Septo telah mengirimkan beberapa nominal uang untuk biaya transportasi, makan, dll. keperluan Nishi dan aku sebagai penjaganya. Kugunakan uang itu dengan sebaik-baiknya.
"Nishi, apakah kau lapar? Kita akan makan malam. Namun, sebelumnya, kita akan membeli kartu perdana Indonesia agar kau dapat berkomunikasi.""Baiklah"
Nishi, laki-laki Jepang yang begitu manis dan sangat ramah. Ia selalu mendahulukan diriku saat di publik. Mungkin ladies first. Kami mengunjungi satu mal di Bandung dan segera membeli satu kartu perdana Indonesia yang segera dipasang di Iphone-nya. Ia masukkan kartu perdana Jepangnya ke dalam wadah plastik kecil tempat berkas-berkas yang telah ia bawa dari Jepang.
"Nishi, are you hungry? Aku akan mengajakmu makan"
"Baiklah"
Setelah menyodorkan berbagai macam jenis makanan, ia memilih untuk makan steak. Kami makan berdua. Awalnya, kumerasa ini adalah tugas yang akan membosankan. Namun, Nishi, lelaki Jepang membuatku seperti masuk ke dunianya.
Kami mulai membincangkan berbagai topik berat di Indonesia dan Jepang yang memungkinkan berbagai tranfer ilmu terjadi. Setelahnya, melalui topik berat tersebut, kami mencoba bercanda dengan perbedaan budaya yang kadang sukar untuk menjelaskan satu sama lain. Untung saja, gadget canggih sebagai penyelamat di antara kami.
"Bagaimana Nishi, apakah kau menyukai steak versi Indonesia ini?""Ya, aku suka. Aku menyukai all of Indonesian food."
"Baguslah. Kamu memang harus menyukai berbagai macam makanan Indonesia yang sangat lezat dan membuatmu ketagihan", balasku sambil terkekeh.
Sepanjang malam ini, kuhabiskan bersama Nishi di tempat makan tersebut. Setelahnya, ia memintaku untuk diantar ke swalayan untuk membeli minuman dan keperluan lainnya yang mungkin tidak ada di hotel. Kutemani ia ke sebuah swalayan mini di kota ini.
"Mbak, sekarang sudah tidak boleh menggunakan kantong plastik.""Oh, ya tidak apa-apa, Mbak. Nishi, you can use my totte bag."
Nishi mengambil tas tersebut dari tanganku dan segera mengisi barang belanjaannya ke dalam. Nishi, lelaki berbadan kurus dan tidak terlalu tinggi seperti orang Eropa atau orang Barat lainnya seakan ia adalah orang Indonesia yang merupakan keturunan Tionghoa Indonesia (secara fisik).
Ia mengambil tas yang berisi barang belanjaan dan keluar dari swalayan dengan diikuti olehku di belakangnya. Kami berjalan menuju hotel yang jaraknya tidak jauh dari swalayan tersebut. Di jalan, kucoba untuk menggoda Nishi.
"Nishi, jika kau di Indonesia, kau harus menganggat tanganmu ketika ingin menyebrang. Mungkin hal ini tidak lazim di Jepang""Baiklah."
Ia pun mengikuti tindakan yang kulakukan. Namun, kugoda ia dengan menyuruhnya untuk mengangkat tangan tinggi-tinggi seperti melambai-lambai. Hal ini membuat diriku tertawa sangat puas.
"Mengapa kau tertawa? Apakah ada yang aneh?"
"Tidak. Tidak ada yang salah. Hahahahah"Ia membalas dengan wajah yang bingung dan kulihat matanya yang begitu sipit menyiratkan bahwa ia sedang ditipu olehku saat ini.
Kami masuk ke dalam hotel dan ketika di lobby. Aku menyuruhnya untuk masuk terlebih dahulu. Sebelum ia masuk kamar, ia mengeluarkan gadgetnya.
"Tulis nomormu dan namamu di sini" Menyodorkan Iphone putih ke hadapanku.
"Baiklah. Ini adalah nomor WA dan line-ku"
"Baiklah. Aku akan menguhubungimu untuk kegiatan besok"
"Oke. Sekarang waktunya istirahat, Nishi."
"Bagaimana dengan tasmu?"
"Bawa saja dahulu, besok baru berikan kepadaku. Hari ini aku hanya membawa dompet kecil dan gadget yang dapat disimpan ke dalam saku baju. Santai saja"
"Baiklah, terima kasih, Bunga. Sampai berjumpa besok"
"See you"
Langkahku berjalan meninggalkan dirinya ke luar hotel. Kulihat dia masih melambai di depan pintu lobby hotel. Matanya yang sipit dan senyum yang menunjukkan gigi ginsulnya terbekas dalam ingatanku. Kulihat ia pun akhirnya berbalik badan dan pergi menaiki tangga berjalan menuju kamarnya.
"Akhirnya, selesai juga pekerjaan yang melelahkan ini" desahku dalam hati menuju parkiran motorku dan bergegas pulang ke kosanku."Masih ada esok dan esok dan esok lagi. Sampai kapan."
KAMU SEDANG MEMBACA
L.E.L.A.K.I
Short StoryAku Bunga. Ketika orang bertanya, aku ini bunga apa, aku hanya bisa diam. Aku tergantung di antara atas dan bawah. Tali ini yang akan memutuskannya. Tali ini adalah lelaki. Mencari esensi kata "lelaki" yang sulit kutemui dari arti kata "hidup". Nam...