Apa yang kucari jika hanya sebuah alur yang hampa dan kosong dan menyayat hati? bertahun-tahun aku ikuti alur yang entah membawaku ke ujung yang seperti apa. Kata orang-orang, ini adalah tindakan yang bodoh, membiarkan perasaan terombang-ambing dengan berbagai ketidakpastian. Bermula dari perayaan ulang tahun yang kuharapkan lelakiku akan senang dengan kehadiran dan keberadaanku di sampingnya. Nyatanya?
Jumat pagi, kusiapkan berbagai keperluan untuk keberangkatanku ke pulau lain itu. Ya, tentunya hanya ingin bertemu dengan lelakiku yang akan ulang tahun ke-27 tahun. Sebenarnya, hanya penuh keraguan dan kekesalan dengan melihat responsnya yang kurang semangat atau bergairah dengan pengajuan keinginanku ke sana. Namun, seakan paham hatinya, aku berusaha untuk meyakinkan hatiku bahwa ia akan menerimaku dengan baik di sana.
Penuh dengan kepercayaan diri dan rasa kangen yang membuncah membawaku untuk melangkah agresif setelah pulang kantor yang jamnya juga kupercepat untuk bertemu lelakiku. Banyak hal yang kutemui dan hal ini pun yang menjadikanku semakin senang untuk berpetualang. Sesampainya di kota X, pada pukul 02.00, kabut yang masih pekat dengan jalanan yang sunyi sepi. Kuhubungi lelakiku dan kuminta untuk dijemputnya, padahal aku sudah membayar travel untuk mengantarkanku langsung ke depan kosannya. Namun, ia yang bersikeras agar dia menjemputku dengan alasan tidak enak bertamu malam-malam ke kosannya. Baiklah, aku ikuti kemauannya.
Sesampainya di kosannya, kutunggu hingga pagi menjelang. Rasanya aneh, tanpa tidur dan tanpa melihat daerah sekitar yang menyadarkanku aku entah ada di mana. Kulihat sekitar, tidak mendukung untuk melakukan berbagai aktivitas. Aku hanya dapat duduk atau sekadar membaringkan tubuh lelahku selama perjalanan. Sesekali, mungkin ia bertanya bagaimana kondisiku, apakah aku lelah atau tidak. Namun, entahlah, magis apa yang membuat aku tidak merasakan keletihan sama sekali. Aku sudah sangat senang dan letihku hilang begitu saja. Apa memang jatuh cinta itu membuat orang menjadi bodoh? Mungkin.
Hari itu, aku ingat membelanjakan dia banyak hal untuk mengisi semua kebutuhan agar dia tenang untuk mengerjakan tugas kantor dan lain-lain. Setelahnya, makan dan lain-lain aku yang menanggungnya karena ia katakan bahwa gajinya belum turun berbulan-bulan. Tak apa, aku takkan meminta ia membiayaiku atau mentraktirku seperti yang laki-laki lakukan. Aku mau membiayai diriku dan dirinya. Entahlah.
Aku benci dengan kata pernikahan di negara ini,
kau harus menikahi 90 persen keluarga pasanganmu
dan 10 persen adalah lelakimu,
lantas apakah mereka akan 24 jam bersamamu?
kadang, aku merasa terikat dengan stigma yang ada dan sulit untuk mengungkapkannya
aku bukan sesuatu yang baru di negeri yang sudah lama ini
kulihat raut wajah seorang perempuan yang melahirkannya
apakah perempuan ini dapat menerimaku seperti perempuan yang melahirkanku?
atau dia membuat banteng besar sebagai perlawanan bahwa anak lelakinya tak boleh dikuasai oleh siapa pun?
entahlah, apa aku bisa menikahi semua keluarga lelakiku yang menuntut kesempurnaan dalam lubang yang kumiliki?
lelakiku sama saja, tidak mau mendengarkanku
apakah memang harus ada kata berpisah lalu semuanya akan menjadi baik-baik saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
L.E.L.A.K.I
Short StoryAku Bunga. Ketika orang bertanya, aku ini bunga apa, aku hanya bisa diam. Aku tergantung di antara atas dan bawah. Tali ini yang akan memutuskannya. Tali ini adalah lelaki. Mencari esensi kata "lelaki" yang sulit kutemui dari arti kata "hidup". Nam...