01

641 57 23
                                    



Selamat membaca



***

"Sayang, jangan tinggalin aku?"

"Iya, aku janji, aku gak akan tinggalin kamu."

"Kamu ke mana di saat aku butuh kamu? Kamu di mana saat aku bener-bener ketakutan? Aku benci kamu, Sastra! Aku benci kamu!"

"KAYESHA!"

Sastra tersentak dari tidurnya seraya meneriakkan nama Kayesha. Ia langsung terduduk dengan napas terengah dan dadanya yang sampai naik turun. Kedua tangannya lalu terangkat ke sisi kepalanya, ia meremas erat rambutnya dengan kepala yang agak menunduk dan perlahan punggungnya mulai bergetar dengan suara isakan yang akhirnya lolos dari bibirnya.

Lagi-lagi ia memimpikan Kayesha dan yang begitu menyakitkan adalah kenyataan jika setiap ia memimpikan Kayesha, di akhir mimpinya sebelum ia tersentak bangun, Sastra selalu melihat tubuh Kayesha yang berlumuran darah.

"Maafin aku ...," lirih Sastra berbisik di tengah tangisnya.

"Aku jahat, aku harusnya ada di samping kamu. Aku mau tebus semua ... tapi kamu di mana, Kayesha? Tolong kasih tahu aku, kamu di mana, Sayang?"

Tangis Sastra kian menjadi dan ya, ini bukan kali pertama ia menangisi Kayesha karena nyatanya tiga minggu ini tiada hari yang ia lewati tanpa menangisi Kayesha yang entah berada di mana.

Ya, tiga minggu telah berlalu sejak hari di mana Sastra tak mendapati keberadaan Kayesha di rumah sakit, dan tiga minggu juga sejak Yudha memaksanya untuk melupakan Kayesha bahkan sampai pria itu tak membawa Kayesha ke Rusia.

Ya, Yudha tak membawa Kayesha ke Rusia dan mungkin alasannya karena ia tahu Sastra akan mencari Kayesha ke sana dan itu sama sekali tak salah. Tiga hari setelah mendapati surat dari Yudha, Sastra bersama kedua orang tuanya dan juga Sila pergi ke Rusia untuk mencari Kayesha. Namun, kepergian mereka saat itu sama sekali tak membuahkan hasil. Jangankan mengetahui keberadaan Kayesha, mereka bahkan tak bisa menemui Yudha yang menurut bawahannya bahkan belum Kembali ke Rusia sejak meminta cuti karena harus pulang ke Indonesia dikarenakan kondisi putrinya yang kembali memburuk.

Ya, Yudha dan Ayla katanya masih belum kembali ke Rusia saat Sastra menyusul mereka ke sana dan tak ada yang benar-benar tahu di mana keberadaan dua orang yang membawa serta Kayesha bersama mereka itu.

Setelah tangisnya mereda Sastra pun kembali merebahkan tubuhnya. Ia berbaring dengan posisi menyamping dan meringkuk mencoba memeluk dirinya sendiri dengan isakan yang belum sepenuhnya terhenti.

"Kamu di mana?" gumam Sastra yang kembali menggumamkan pertanyaan yang sama seperti apa yang selalu ia pertanyakan setiap harinya.

"Aku harus cari kamu ke mana? Mama sama Papa gak mau bantu aku buat cari kamu, Kayesha ... Aku harus gimana?"

Sastra kembali menitikan air matanya di balik selimut yang ia tarik hingga atas kepalanya. Sastra kembali menangis cukup lama sampai akhirnya ia kembali terlelap setelah cukup lama menangis. Beberapa jam setelahnya pintu kamar Sastra terbuka. Maya mengintip ke dalam sana sebelum akhirnya membuka pintu dengan lebih lebar dan masuk ke sana dengan tatapan getir yang hampir setiap pagi kini menghiasi matanya.

Maya duduk di tepi tempat tidur Sastra lalu menurunkan selimut yang dikenakan Sastra sampai ia bisa melihat wajah putranya itu. Maya masuk ke sana sebenarnya untuk membangunkan Sastra tetapi begitu kulitnya bersentuhan dengan dahi Sastra saat akan mengusap puncak kepala Sastra, Maya langsung tertegun dengan tatapan yang kian getir.

SUARA SASTRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang