28. Makam Mama

21 6 0
                                    

Salah satu tempat yang tak pernah terbayang akan Davin kunjungi dalam keadaan begini adalah pusara sang Mama. Biasanya, jika berkunjung ke sana, pasti beramai-ramai sambil membawa doa-doa baik bagi sang mendiang.

Kali ini sedikit berbeda, Davin datang seorang diri dengan perasaan hancur yang sudah lelah dia jelaskan melalui kata. Davin hanya berjongkok di dekat nisan dan mulai mengusapnya lembut.

"Siang, Ma. Hari ini aku datangnya nggak sama cucu Mama, karena kita baru aja kehilangan calon cucu kedua Mama" ujar Davin datar

"Sheyra nggak tahu kalau dia hamil, Ma. Dan dia nggak sengaja jatuh di tangga, perutnya kebentur keras, posisi jatuhnya juga nggak bagus. Jadi, Sheyra keguguran" sambung Davin masih datar

Sejenak Davin menghela nafas, "Sheyra hancur, Ma. Aku juga hancur"

Kalimat Davin mulai terhenti karena sesuatu terasa mencekat di kerongkongannya. Dadanya tiba-tiba terasa berat seperti ditimpa beban, tangannya yang mengusap nisan juga mulai memberi tekanan.

"Ternyata, jadi suami itu nggak gampang ya, Ma?" ujar Davin mulai bergetar

Sudah tidak ada lagi kalimat yang keluar dari mulut Davin, karena dia benar-benar menahan tangisnya. Dia bersikukuh untuk tidak menangis di sana. Dia sudah berjanji tidak akan menangis lagi di makam sang Mama.

Jadi, sekitar lima menit ke depan, Davin hanya habiskan untuk menatap dan terus mengusap nisan Ratih. Davin harus berhasil, dia harus berhasil menahan air matanya kali ini.

"Kalau mau curhat ke Papa aja yang masih bisa kasih feedback"

Davin tersentak dan langsung menoleh ke belakang, ada sosok Erwin yang berdiri tak jauh dari sana. Davin buru-buru bangkit berdiri dan berusaha secepatnya menetralkan emosi.

"Papa? Papa ngapain?" tanya Davin sedikit panik

"Ini nganterin bunga. Hari ini, hari anniversary Papa sama Mama" jawab Erwin santai sambil melangkah maju dan meletakkan seikat bunga segar di dekat nisan

"Oh iya, aku lupa" desis Davin

"Udah, yuk! Mau nongkrong di mana?"

"Papa nggak mau ngobrol dulu sama Mama?" tanya Davin

Erwin tertawa pelan, "Papa udah sering ketemu Mama di mimpi, ngobrol juga sering. Sama kamu kan jarang. Yuk!"

Akhirnya, Davin mengikuti langkah Erwin ke tempat parkir. Mereka lebih dulu menentukan tempat yang akan didatangi, lalu masuk ke mobil masing-masing.

Hingga mereka berdua itu akhirnya singgah di sebuah kafe yang lumayan sepi di siang hari itu. Lebih dulu mereka memesan minuman sebelum akhirnya duduk santai di sebuah meja.

"Sheyra gimana, Mas?" tanya Erwin memulai basa-basi

Davin mengangguk pelan, "Udah bisa lepas dari kursi roda, walaupun belum kuat banget kalau dibuat kelamaan jalan atau berdiri"

Erwin mengangguk-angguk, "Syukurlah. Terus kenapa kamu malah sedih?"

Davin menghela nafas berat, dia teguk kopi dingin di meja sejenak untuk menjernihkan pikiran.

"Yang Papa takutin kemarin hampir terjadi sama aku" ujar Davin memulai

Erwin mengernyit, "Maksudnya?"

"Kata pisah hampir keluar dari mulut Sheyra" jawab Davin pasrah

"Nggak mungkin tanpa sebab kan? Kamu apain Sheyra?" tanya Erwin tegas

Davin mengangguk, "Iya, aku yang salah. Istriku lagi sedih, harusnya aku peluk, bukannya aku bentak. Harusnya aku temenin dia sampai tenang bukannya pergi dan pulang dalam keadaan mabuk berat"

Bundle of Joy || Kim Doyoung & Kim SejeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang