16. SPECIAL CHAPTER: Kesempatan Kedua

19 3 0
                                    

Malam itu, kendaraan roda empat berwarna putih telah menentukan tempatnya untuk berhenti. Mesinnya dimatikan begitu posisinya telah stabil. Namun, pengendaranya tak kunjung keluar. Rupanya memang ada pemilik hati yang tengah memantapkan keputusan di balik kemudi mobil itu.

Sebenarnya tidak ada yang perlu dimantapkan, karena keputusannya sudah final. Namun, apakah dia masih berhak akan sebuah kesempatan? Itu yang mengganggu pikirnya. Dia sadar bahwa dirinya tak bisa memaksakan takdir, apapun nantinya dia hanya punya pilihan untuk menerima.

Berselang sepuluh menit, akhirnya dia membuka pintu kemudi. Kedua tungkai kakinya dia turunkan ke tanah berlapis paving blok, lalu perlahan melangkah ke sebuah rumah yang terlihat sepi. Itulah Nada, seorang gadis yang datang penuh harapan dan rasa bersalah.

Belum sampai di teras rumah itu, tiba-tiba penghuninya keluar. Seorang laki-laki dengan hoodie hitam itu tampak santai mengunci pintu. Nada sontak menghentikan langkahnya, memperhatikan gerak-gerik si lelaki yang menaiki sebuah sepeda motor di dekat pintu masuk. Sampai, akhirnya tatapan mereka bertemu.

Air mata Nada sudah hampir jatuh, dia rindu sekali pada sosok itu. Inginnya dia berlari langsung dan memeluknya dengan erat. Sayang seribu sayang, Nada tidak berhak lagi akan itu. Semua itu akibat dari perbuatannya sendiri, kebodohannya sendiri.

Keduanya tampak membeku di tempat masing-masing, tidak ada yang berkeinginan untuk memulai interaksi. Raut wajah keduanya pun tak jauh beda, memancarkan kesedihan yang tampak sudah mengering.

Akhirnya, Nada yang melanjutkan langkah. Perlahan mendekat ke laki-laki itu hingga jaraknya hanya terpaut 2 meter. Senyum tipis dia sunggingkan sebagai bentuk keramahan.

"Mas Nat mau pergi?" tanya Nada santai

"Iya, kamu ngapain?" balas Nathan dingin

Nada menghela nafas pelan, berusaha menetralkan deru nafasnya yang mulai sesak karena menahan tangis sejak tadi. Sekaligus dia berusaha mencari topik lagi untul berbasa-basi.

"Mau cari makan malam ya?" tanya Nada lagi

"Iya. Maaf, kalau nggak ada yang penting, lebih baik kamu pulang, ini udah malam" jawab Nathan masih dengan nadanya yang dingin

Nada menghela nafas lagi, ternyata mendengar kalimat itu keluar dari si laki-laki membuatnya semakin sesak. Terasa seperti ada yang baru saja memukul dadanya sampai nyeri.

"Aku ganggu ya?" tanya Nada lagi

"Kita udah nggak ada urusan apa-apa lagi, Nad" balas Nathan cepat

"Kita masih saling kenal, Mas. Jadi, kita masih ada urusan, aku mau ngomong sesuatu sama Mas"

Kali ini, Nathan yang terdiam sambil menatap gadis di depannya. Terlihat kesungguhan yang terpancar di sepasang manik beningnya. Siapa yang tak luluh dengan tatapan itu, bahkan tatapan itulau yang berhasil membuat Nathan jatuh untuk pertama kalinya pada hal bernama cinta.

Akhirnya, Nathan turun dari sepeda motornya. Dia keluarkan kunci rumah dari dalam saku celana training, dan membuka kembali pintu yang tadi baru saja dia kunci.

"Masuk!"

Nathan mendahului langkah, dia biarkan pintu utama terbuka dan dia menempatkan diri di sofa ruang tamu. Di belakangnya, Nada masih ragu-ragu melangkah, tapi pada akhirnya turut duduk juga di salah satu sofa di sana.

"Mami Papi nggak di rumah?" tanya Nada sambil melihat sekitar

"Lagi ke Surabaya, jenguk Nenek" jawab Nathan masih dingin

Nada mengangguk-angguk, "Salamin ya ke mereka"

"Iya"

Kecanggungan melanda mereka. Keduanya sama-sama bingung mau memulai dari mana. Nadalah yang paling merasa bertanggungjawab di sini, dia yang meminta waktu Nathan, tapi malah dia yang kesulitan bicara.

Bundle of Joy || Kim Doyoung & Kim SejeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang