Ketika fadi membalikkan badannya, ia menemukan tempat rani sudah kosong tak ada orang, tanpa membuka matanya ia berteriak mengira sang istri berada di kamar mandi.
" Yang" teriak fadi, satu dua detik ia menunggu jawaban dari rani. Namun tak kunjung mendapat respon dari samg istri, akhirnya ia bangun dan turun ke bawah untuk mencari rani. Saat sampai di dapur, fadi bertemu bi minah yang kembali dari dalam rumah dengan raut cemas.
" Kenapa bi ?" tanya fadi begitu berpapasan dengan bi minah
" Eh aden itu perempuan yang waktu itu raden larang datang, datang lagi. Sekarang lagi ditemui sama non rani" ucap bi minah sambil menoleh ke arah luar, fadi yang mendengar itu langsung bergegas menuju luar menyusul sang istri. Saat sampai di luar fadi mendengar ucapan veni yang tak mengenakan
" Ih iya lagi berantem ya, makanya enggak mau manggilin. Atau udah pisah rumah ????" Tanya veni dengan nada mengejek, fadi yang mendengar hal tersebut sontak mejawab.
" Siapa bilang kita pisah rumah ?" Ucap fadi dengan nada dingin
"Mas" ucap rani ketika melihat fadi sudah menuju kearahnya
" Kamu itu bisa ngerti bahasa manusia enggak sih kan kemarin udah di bilang jangan pernah datang ke rumah saya lagi" ucap fadi setelah tepat di sisi rani
" Aku tuh kangen sama kamu, selama ini aku cari - cari keberadaan mu. Akhirnya sekarang aku bertemu kamu, masa iya aku sia - siain" ucap rani dengan entengnya
" Kamu tuh udah gila ya, saya itu udah punya istri" ucap fadi dengan nada meninggi, rani yang merasakan emosi suaminya langsung mengelus pundak sang suami
" Jangan pernah ganggu keluarga saya terutama istri saya " ucap fadi sambil menarik tangan rani masuk namun tertahan oleh ucapan veni
" Kenapa, aku itu lebih dari istri kamu. Bahkan aku bisa memberikan anak yang banyak, enggak seperti istri kamu yang baru hamil sekarang. Udah gitu nyusain kamu lagi" ucap veni yang mendapat informasi dari orang - orang di kantor tentang kehamilan rani, rani yang mendengar hal itu rasanya seperti terhantam batu besar.
" Apa kamu bilang ?" Ucap fadi semakin emosi
" Kamu bisa menjelekkan saya, tapi tak pantas sedikitpun kamu menjelekkan istri saya" timpal fadi, rani sudah tak mampu berkata - kata, overthingking tentang ucapan veni yang membuatnya semakin pusing.
" Kalau kamu masih mengganggu istri saya, saya tak akan tinggal diam" ucap fadi kembali sebelum benar - benar pergi meninggalkan veni berteriak - teriak seperti orang gila di luar pagar.
Fadi langsung menuju kamar, dan meminta bi minah membuat teh untuk sang istri.
" Kenapa, pusing lagi ?" tanya fadi yang melihat rani memijit kepalanya
" Iya" ucap rani sambil terus memijat pelipisnya, tanpa berkata apapun fadi membuka tensi yang baru saja ia beli tadi lalu membaca tutorial untuk cara penggunaan. Setelah itu fadi langung memasang tensi untuk mengetahui tekanan darah rani.
" Tinggi lagi Yang tensi kamu" ucap fadi setelah melihat hasil tensi digital yang ia beli di apotik
" Udah yuk tiduran aja, istirahat. Kamu enggak usah dengerin veni, udah gila dia" imbuh fadi
" Ih kamu tuh enggak boleh gitu, nanti anak kamu denger" ucap rani sambil tiduran
Sore hari....
" Masih pusing Yang ?" tanya fadi memasuki kamar setelah dari ruang kerjanya
" Iya" jawab rani singkat, ia masih pusing karena memang sedikit overthingking atas ucapan veni tadi bahwa ia menyusahkan fadi
" Yaudah kalau sampai besok masih pusing ke dokter lagi aja ya" ucap fadi sambil mengambil kembali alat tensi
"Tuh Yang masih tinggi tensi kamu" imbuh fadi setelah memeriksa kembali tekanan darah rani
" Nanti kalau udah minum obat juga turun Yang, lagian dokter kan bilangnya kalau dua hari masih pusing baru balik lagi" ucap rani sambil bersandar
" Yaudah liat besok kalau gitu, aku mandi dulu ya" ucap fadi lalu menuju kamar mandi namun terhenti karena melihat rani akan turun dari ranjang
" Mau ngapain ?" tanya fadi sambil menahan lengan rani
" Mau siapin baju kamu" ucap rani polos
" Udah enggak usah kan masih pusing lagi, aku bisa ambil sendiri" ucap fadi
Rani pun menurut apa kata fadi, rani kembali ke posisi semula dan fadi menuju kamar mandi. Saat fadi di kamar mandi telepon fadi berbunyi, awalnya rani biarkan karena memang rani jarang bahkan hampir tidak pernah membuka hp fadi karena menurutnya itu adalah privasi kecuali atas perintah fadi. Namun handphone fadi terus berbunyi, akhirnya rani melihat siapa yang menelpon takut sekertaris sang suami yang menelpon karena ada pekerjaan urgent.
" Kok nomor enggak dikenal" monolog rani melihat nomer yang tertera bukan nomor yang tersimpan di hp fadi, rani yang ragu pun bertanya kepada fadi apakah perlu diangkat telponnya.
" Mas, ada telpon" ucap rani sedikit berteriak
" Apa ?" tanya fadi dari dalam kamar mandi yang tak mendengar ucapan rani
" Ada telpon" jawab rani sedikit menaikkan volume suaranya agar terdengar fadi yang berada di kamar mandi
" Siapa ?"
" Enggak tau, nomer enggak dikenal tapi dari tadi telpon terus"
" Yaudah angkat aja, kali aja penting"
Setelah mendapat perintah untuk mengangkat telepon, akhirnya rani menekan tombol hijau di layar ponsel fadi.
On telp
Belum sempat rani berkata apapun, dari seberang sudah mendengar suara perempuan dengan nada manja.
" Hallo fadi" ucap wanita itu
" Hallo saya maaf saya istrinya fadi, ini dengan siapa ?" tanya rani mencoba positif thinking bahwa ini hanya salah sambung
" Ih elo terus sih, kasih fadi dong teleponnya. Gue mau ngomong sama fadi bukan elo" ucap wanita itu kesal
" Maaf ini dengan siapa ?" tanya rani masih mencoba sabar
" Veni, calon istri fadi " ucap wanita itu dengan percaya diri
" Maaf kamu dapat nomer suami saya darimana ?" tanya kembali rani
" Itu bukan urusan kamu, mana fadi ?" jawab veni tetep kokoh ingin berbicara dengan fadi
" Mas fadi lagi sibuk" ucap rani kesal langsung menutup telepon secara sepihak
Off telp
Bertepatan dengan itu fadi sudah keluar dari kamar mandi, ia bingung melihat raut muka rani kesal.
" Kamu kenapa, siapa yang telpon ?" tanya fadi sambil menggosok rambutnya dengan handuk
" Penggemar berat kamu" ucap rani sambil menyerahkan handphone ke rani
" Penggemar ?" Beo fadi bingung
" Siapa lagi kalau bukan mantan pacar kamu itu bikin makin pusing aja " ucap rani yang enggan menyebutkan namanya
Fadi lalu berjongkok di bawah kasur lalu mengelus perut rani.
"Tuh mama lagi cemburu soalnya papa kayak artis punya penggemar. Kamu jangan ikut stres ya papa sayangnya cuma sama kamu dan mama, jangan ikut pusing lagi kayak mama ya. Kamu harus sehat - sehat di dalam perut mama" ucap fadi sambil mengelus perut rani lalu beralih menjadi menatap rani dengan senyuman yang menenangkan bagi rani
KAMU SEDANG MEMBACA
My Pregnancy
General FictionKisah sepasang suami istri yang berjuang pada kehamilan anak pertama yang penuh dengan cobaan. Semoga menikmati