Oh Seokmin
Korean National Theatre, 1956.
---Chan menutup buku cerita mitologi di tangannya. Ryeoun bergidik ngeri melihat gambar-gambar yang tersaji di dalamnya. Dari kecil Ryeoun tidak suka cerita mitologi. Dewa-dewi dalam mitologi selalu terdengar sangat abnormal. Kelakuan mereka lebih bisa disebut sebagai bar-bar daripada dewa.
"Kau masih membaca buku-buku begitu?"
Keduanya kini sedang ada di ruang tengah dirumah Chan. Sudah hampir tiga hari Ryeoun tinggal di rumah Chan. Memang sih, rumah Chan bisa dibilang jauh dari keramaian dan hanya diisi lansia. Jadi, tidak ada wartawan yang menangkap kedatangan Ryeoun. Usia Chan dan Ryeoun hanya terpaut dua tahun.
Ryeoun sudah menjadi mahasiswa. Memasuki tahun kedua di universitas. Inilah yang Chan maksud dengan Ryeoun aktor jadi-jadian. Lelaki itu punya beban pekerjaan dan beban akademik tapi masih bisa bersantai dirumahnya sambil menikmati ramyeon dan soda. Chan mendelik. Apakah laki-laki itu tidak punya agenda lain?
"Kenapa memang kalau aku membaca buku ini?"
Ryeoun menggeleng, ia menyeruput ramyoen dengan khusyuk membuat Chan menelan ludahnya. Ngiler. Sepertinya enak. Menyadari Chan melihat dirinya dengan pandangan 'kepingin' yang kentara, Ryeoun menyodorkan mangkuknya yang diterima Chan dengan senang hati.
"Yaa, ini sudah berapa tahun. Aku tidak bisa membayangkan kau setiap malam dibacakan soal pembunuhan begini oleh Ibumu. Sekarang pun masih suka dibacanya buku-buku itu"
Chan tertawa geli. Benar juga, masa kecilnya hampir tidak seperti anak-anak pada umumnya. Cerita dewa-dewi Olympus ini sering diceritakan sebagai cerita pengantar tidur oleh Ibu. Kalau tidak, sejarah-sejarah dari segala penjuru dunia juga akan mengisi malam-malam Chan sebelum jatuh menjemput mimpi. Chan dan Ayah akan berbagi selimut yang sama sementara Ibu bercerita. Ibu adalah pendongeng yang baik.
Kalau giliran Ayah yang bercerita, Ayah akan banyak menceritakan dongeng-dongeng karangannya. Ryeoun paling suka dengan dongeng Ayah. Kalau Chan, Chan suka semuanya. Sebab hanya pada saat itulah keluarganya berkumpul.
Ryeoun memandangi Chan yang tengah asyik menghabiskan sisa ramyeon di mangkuk. Mata Ryeoun mengedar ke rumah kecil itu. Foto Keluarga Lee masih terpajang di dinding-dinding rumah. Banyak tanaman yang tampaknya terawat karena Tuan Lee lebih banyak bekerja dirumah. Ada juga beberapa patung benda-benda yang Ryeoun tebak milik sang sepupu, Ibu Chan.
Rumah yang benar-benar sederhana mengikuti kepribadian para pemiliknya. Ibu dan Ayah Chan menikah sebetulnya tanpa restu. Ayah Chan dulu hanya seorang petani yang sering memberi konsultasi pada penduduk di desanya. Tanpa masa depan. Meskipun terbilang cukup kaya, gaya hidup Ayah Chan benar-benar bersimpangan jauh dengan saudara-saudaranya yang lain. Anak pertama keluarga Lee seorang insinyur yang menetap di Jerman. Anak keduanya pengusaha nikel. Hanya Ayah Chan yang mengababdikan dirinya pada masyarakat dan tentu sedikit mengganggu keluarga Ryeoun yang terbilang aktif di bidang politik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dino and The Twelve Shadows
FantasyLee Chan terjebak dengan urusan 12 hantu yang mengikutinya semenjak ia kembali dari Belanda. Bayangkan, 12 hantu. Semuanya kini tinggal di rumah Chan dan mengganggunya setiap hari. Chan frustrasi!!!