Yang paling sering terjadi di usia-usia pubertas adalah ketertarikan pada sesuatu yang lain selain diri kita. Selain Ayah dan Ibu dirumah. Selain figur aksi dari kartun yang sedang ramai di perbincangkan. Atau selain bermain futsal.
Tapi ternyata, di usianya yang menginjak 14, Chan tidak tertarik dengan itu semua. Chan tidak suka Ibu dan Ayahnya. Apalagi figur aksi dan bermain futsal. Chan tidak pandai olahraga. Jadi kalau pulang dari sekolah, Chan hanya akan menyusuri kompleks perumahannya dan menikmati semilir angin.
Chan akan melewati banyak rumah yang menarik perhatian. Salah satunya, rumah yang ada di samping rumah Soobin. Selalu terdengar gelak tawa begitu Chan melewati rumah itu. Pagi-pagi sekali, ketika putera mereka berangkat sekolah, sang Ibu akan berdiri di ambang pintu. Mengecup keningnya.
Si suami lain lagi. Memeluk perempuan itu dari samping kemudian berpamitan. Dalam hitungan ketiga, si suami akan berbalik dan memberikan satu kecupan menjijikan di bibir sang istri. Adegan yang paling tidak berarti.
Tapi, si anak lelaki tertawa jenaka. Terdengar renyah dan menyenangkan. Chan jadi tiba-tiba saja menunggu tawa itu setiap pagi. Soobin bilang kalau lelaki itu sudah masuk Pendidikan Menengah Atas. Sudah senior. Jadi, lingkaran pertemanannya pun jauh dengan mereka.
Tapi, laki-laki itu sering bermain futsal di lapangan.
Chan sering melihatnya ketika hari minggu hendak membeli dua porsi bubur setelah lari pagi dengan Ayah. Laki-laki itu pakai jersey hitam dengan nomor punggung 6. Sering mencetak gol. Dan mengelilingi lapangan dengan tangan dibuka lebar-lebar.
Memeluk satu persatu kawan-kawannya. Meloncat dan bersorak bersama padahal hadiah main futsalnya hanya sebotol kola. Chan akan ikut tersenyum kemudian berjalan meninggalkan euforia di belakangnya.
Sampai, kebiasaan itu berubah ketika si anak lelaki menyapa dirinya dan Ayah yang hendak membeli sarapan. Berlari dengan rambut yang dikuncir ke atas dan jersey dengan nomor punggung 6 miliknya yang basah oleh keringat.
"Tuan Lee"
Ayah dan Chan menghentikan langkahnya. Lelaki itu kini berdiri menjulang dihadapannya dan Ayah. Tersenyum hangat dan menunduk sopan.
"Perkenalkan aku Jeon Wonwoo"
Ayah kemudian mengobrol sedikit dengan lelaki yang kini Chan ketahui bernama Wonwoo. Isi obrolan mereka seputaran kekaguman lelaki itu dengan film debut Ayah yang sukses. Kemudian buku-buku Ayah yang sering ia baca.
Chan hanya berdiri mematung dibelakang Ayah tak ingin terlibat. Lebih tepatnya tak berani terlibat. Ia gugup tiba-tiba saja, entah kenapa. Mungkin karena Jeon Wonwoo tampak tampan sekali dari dekat begini.
"Maaf sepertinya aku menahanmu terlalu lama"
Wonwoo menunduk lagi. Ayah menepuk bahunya dan bilang tidak apa-apa. Sahutan terdengar dari ujung lapangan tanda permainan akan dimulai lagi. Wonwoo berpamitan pada Ayah dan Chan. Atau mungkin pada Ayah saja.
Setelah Wonwoo pergi, Ayah mengajak Chan untuk pergi juga. Tapi baru beberapa langkah. Wonwoo menghampiri keduanya lagi.
"Kalau tak keberatan, aku ingin mengajak Chan main futsal, Tuan Lee"
Chan terkejut tentu saja. Pertama Wonwoo tahu namanya, kedua Chan tidak tahu cara bermain futsal. Hampir menolak tapi entah bagaimana ceritanya ia malah mengiyakan dan berakhir di lapangan. Wonwoo menjelaskan semua peraturan soal olahraga ini. Chan mencoba mencerna lebih cepat karena tidak ingin dianggap bodoh.
Jadi, Chan berusaha keras mencetak satu saja gol untuk disumbangkan pada tim Wonwoo.
Tapi harapan cuman tinggal harapan. Sebab, sampai akhir pertandingan Chan tidak mencetak satupun gol dan naasnya, tim Wonwoo kalah. Chan merasa bersalah tapi Wonwoo bilang tidak apa-apa. Namanya juga pemula. Chan hanya tinggal rajin-rajin berlatih bersama di lapangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dino and The Twelve Shadows
FantasíaLee Chan terjebak dengan urusan 12 hantu yang mengikutinya semenjak ia kembali dari Belanda. Bayangkan, 12 hantu. Semuanya kini tinggal di rumah Chan dan mengganggunya setiap hari. Chan frustrasi!!!