19. The Witches Pray

330 52 26
                                    

"...O, sang Suci,
rimba yang gelap serta seram ini,
di mana cengkerik berbisik dan binatang buas mengaum beringas,
di mana pemakan bangkai dan burung-burung lain menjerit-jerit mengiris langit,
penuh dengan babi hutan, singa, harimau, gajah dan berbagai macam pepohonan ...
dhawa, aswakarna, kakuna, bilwa, patala, tindaka, yuyube...
rimba ini
begitu mencekam, begitu seram..."

---

Dalam epos Ramayana, Sita diculik Rawana. Chan berpikir, mungkin saja saat ini dirinya adalah Sita. Menunggu seseorang datang menyelamatkannya. Entah itu Sita atau Hanuman. Atau kalau Rawana mau berubah pikiran dan menyelamatkannya pun, ia tak masalah.

Kaokan gagak terdengar mengisi langit malam. Chan terbangun dengan keadaan tubuh yang terikat. Ia sudah mencoba minta tolong. Menggerakan tubuhnya sampai kelelahan tapi tak ada yang berubah. Chan hanya semakin merasakan seluruh organ dalamnya berubah menjadi dingin.

Tenggorokannya kering, bibirnya yang pecah-pecah mungkin sudah berdarah sebab ia rasakan sesuatu mengalir ke mulutnya. Rasa besi yang kental. Tubuhnya mencoba dengan sekuat tenaga untuk menghangat. Melawan dingin yang entah bagaimana tak kunjung pergi.

Sekujur tubuhnya sakit. Tulang-tulangnya seperti habis ditimpa sekawanan gajah. Perutnya melilit. Mual dan perih naik sampai ke dadanya. Chan seperti tidak diberi makan beberapa hari.

TAK

TAK

TAK

Suara benda yang entah apa kini terdengar membuat malam terasa semakin mencekam. Nafas Chan memburu. Matanya melirik kesana kemari. Ia diikat di atas tanah. Di kelilingi orang-orang asing. Yang laki-laki tak memakai baju. Hanya menggunakan kain jarik.

Kini suara-suara terdengar. Seperti suara doa-doa atau jampi-jampi. Lama-kelamaan bukan hanya mereka yang tampak berputar. Langit dan seisinya ikut berputar tak tentu arah. Kaokan gagak makin terdengar, seolah memerintahakannya untuk menyelamatkan diri. Orang-orang yang tadinya berputar kini sudah tak ada lagi.

Mantra-mantra diperdendangkan lebih keras lagi. Kini seolah mereka marah. Gelisah mendera tanpa bisa dicegah lagi. Semua yang terjadi di sini jelas membingungkan, dan kebingungan banyaknya membuat tak berani.

Orang-orang itu berhenti.

Musik dan gamelan serta suara benda yang dipukul-pukul tongkat kayu juga sudah tidak ada. Berganti seorang laki-laki yang kemudian memandangnya dengan datar. Menyatukan kedua tangannya seolah memberi hormat. Berputar mengelilinginya sambil meneriakkan entah apa.

Mantra dan doa kembali di kumandangkan. Kali ini lebih tenang namun seperti makin banyak orang yang ikut. Lelaki tadi, setelah tujuh kali putaran, kemudian berdiri di dekat kepalanya. Menyimpan tangannya di dada. Masih mengatakan padanan kata-kata yang tak Chan mengerti.

Chan makin gelisah. Seolah ada sekelompok lintah diatas tubuhnya. Menggerogoti kulitnya. Menyedot darahnya. Kengerian datang lebih banyak kali ini. Bergerombol. Lelaki itu kini memaksa Chan duduk. Memberikan tujuh kali cambukan ke punggungnya karena tidak mau tegap.

Dino and The Twelve ShadowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang