Producer Lee Jihoon
Universe Factory, 26 Mei 2015.
---"Aku tidak berharap kita akan bertemu lagi"
Tuan Lee menatap kakaknya yang berada diantara ia dan Bae Irene. Lelaki itu mencoba memalingkan wajahnya ke manapun asal bukan pada adiknya. Sementara, yang diberi kalimat tidak suka itu tampak tak tergentarkan. Sibuk meminum sajian tehnya dengan anggun.
Chan hanya menunduk mencoba memproses hal yang ada di depannya sekarang. Chan kenal perempuan ini. Teman Paman Minkyu sekaligus senior Ayah ketika di universitas. Ia pernah berkenalan di acara gala premiere salah satu film yang dibintangi perempuan itu.
Ibu sedikit tidak suka padanya, dan Ayah sama saja.
Kalau Chan, sih, tidak tahu. Itu urusan orang dewasa. Paman Minkyu tadi bilang, Bae Irene ingin Ayah menjadi sutradara film terbarunya. Sedikit kaget bercampur bingung karena biasanya sutradara yang mencari aktris bukan sebaliknya.
Tapi kebingungannya terjawab ketika di tangannya kini ada buku dengan sampul putih dan judul yang dicetak seminimalis mungkin. Nama Bae Irene tercetak sebagai penulisnya.
"Para Penyihir Agung"
Ceritanya soal seorang penari tradisional China yang meninggal karena di jadikan tumbal pada saat pembukaan Teater Korea pertama kali oleh tentara Jepang. Penari itu dibangkitkan oleh seorang penyihir dan membalaskan dendamnya.
Cerita yang sederhana tapi kuat. Dan yang paling penting, kesukaan Ayah. Mendukung sesama anggota keluarga adalah apa yang diajarkan Ibu. Jadi, Chan sering melihat film-film pendek karya Ayah. Salah satu yang menjadi lirikan dunia adalah karyanya baru-baru ini. Hanya film senyap hitam putih dengan durasi tak lebih dari 90 menit. Ayah mendapat penghargaan atas film itu dengan nominasi Best Sound Recording.
Dan Bae Irene ingin keterampilan Ayah di sana, yang masalahnya adalah film itu tidak di produksi di Korea.
"Hanya sebuah projek film bisu tak lebih dari satu jam, produksinya mungkin memakan waktu lama karena banyak unsur kebudayaan timur dan barat," Bae Irene meletakan cangkir tehnya, menatap Ayah dengan ekspresi kosong. "Lima bulan saja, kita bisa kembali sebelum natal"
Ayah menghela nafas panjang. Chan paham keresahannya. Lima bulan itu lama. Dan Ayah tak pernah meninggalkan Chan sendirian sampai selama itu. Paling hanya dalam hitungan minggu, bukan bulan. Dan tampaknya, Paman Minkyu menjemputnya untuk membujuk Ayah.
Chan sebetulnya tak ingat sejak kapan Ayah menjadi sangat protektif. Meski tidak sampai membuat Chan tidak nyaman, tapi Ayah selalu berada di sekitar Chan. Selalu harus mengetahui keberadaan dirinya. Atau setidaknya ada orang-orang kepercayaannya yang menemani Chan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dino and The Twelve Shadows
FantasyLee Chan terjebak dengan urusan 12 hantu yang mengikutinya semenjak ia kembali dari Belanda. Bayangkan, 12 hantu. Semuanya kini tinggal di rumah Chan dan mengganggunya setiap hari. Chan frustrasi!!!