"Papa sudah memintamu untuk keluar, apa perlu dipikirkan terlalu lama?" tanya pria dengan rambut setengah memutih.
Meski bibirnya bersuara, tetapi sepasang mata yang tampak sayu tetap fokus pada makanan di piring. Bahtiar mungkin tidak menatap sang lawan bicara, tetapi semua yang duduk di ruang makan sudah tahu kepada siapa pertanyaan tersebut dilontarkan. Tepat sekali, si anak bungsu yang keras kepala dan pemberontak.
"Apa harus dibahas sekarang?" tanya Langga seiring menghilangnya suara sendok dan piring yang beradu.
"Untuk apa kamu berlama-lama di tempat kecil itu? Nggak menguntungkan sama sekali. Penjualan kalian juga per tahun nggak pernah mencapai target. Apa Papa salah?" Sang ayah rupanya tidak mau kalah.
"Wow!" Langga tersenyum kecut seraya meraih selembar tisu untuk mengelap bibir. Selera makannya jadi mendadak raib. Padahal masakan sang mama selalu menjadi makanan favorit yang menjadi alasan terbesar untuk pulang. "Aku bahkan belum mendengar laporan itu. Papa bisa tau ... keren sekali."
"Mudah untuk mencari tau, Langga."
"Karena Papa berteman baik dengan Pak Arman? Bagus! Sepertinya nggak lama lagi Pak Arman akan angkat kaki dari Star Media. Jadi, Papa nggak punya orang dalam lagi," kata Langga tanpa sedikit pun merasa bersalah telah mendebat sang papa.
"Apa susahnya menuruti Papa? Bekerja di kantor Papa nggak ada salahnya, Langga. Kalau bukan kamu dan Rangga, siapa lagi yang akan menggantikan Papa?"
"Justru itu. Papa punya dua anak dan serahkan saja pada Rangga." Sepasang mata Langga dan papanya terarah pada si sulung. Sejak tadi ia diam, menyimak perdebatan di meja makan.
"Baiklah, Papa harap kamu nggak akan menyesal. Jangan kaget kalau suatu saat Star Media menjadi bagian Bahtiar Pustaka," kata Bahtiar kepada sang putra.
Tenggorokan Langga seketika tercekat. Seluruh perbendaharaan kata yang biasanya selalu tersimpan rapi di kepala, kini hilang tidak tersisa. Rupanya Bahtiar cukup nekat. Terakhir kali Langga mendengar rencana merger Bahtiar Pustaka dan Star Media, yaitu sebulan lalu. Kini papanya malah memberi ancaman demikian.
Satu-satunya yang bisa Langga lakukan di saat seperti itu adalah mengepalkan kedua tangan di sisi tubuh. Matanya tidak henti menatap sang papa dengan tatapan menghunus. Sampai kapan ia tidak akan dibiarkan bebas? Memangnya Langga senang menjadi seorang pekerja yang masuk dengan koneksi? Punya privilege 'anak seorang Bahtiar, pemilik perusahaan percetakan dan penerbitan ternama di Indonesia', lantas tidak mau membuat Langga ingin menikmati hidup enak. Ia bisa sendiri. Dengan usahanya sendiri.
"Bisakah kita nggak membahas ini? Kita berencana makan malam, tapi suasananya jadi canggung dan tidak mengenakkan." Regita—mamanya—ikut berkomentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Editoromance√
RomanceSea bermimpi menjadi editor profesional. Namun, di usia ke 24, ibunya mendesak agar Sea ikut kencan buta. Demi menghindari kencan buta, ia meminta seseorang menggantikannya. Ternyata itu tidak berjalan lancar karena rencana tersebut gagal total. Ke...