Mbak Tika: Lo di mana, Se? Tante Niken nelpon gue tadi. Malem-malem gini lo ke mana? Awas aja kalau lo nakal.
Sea baru hendak mengetik balasan untuk pesan Tika. Derap kaki yang mendekat ke dapur membuat gadis itu buru-buru memasukkan ponsel. Kini ia berharap Tika bisa membantunya membuat kebohongan. Terkutuklah Seana Fidelya! Tadi saat pergi dari rumah, ia hanya berkata pada ibunya ingin ke tempat Tika.
Harap-harap cemas dirasakan oleh gadis itu. Semoga saja pikirannya dan Tika bisa terkoneksi. Tak mau berpikir yang buruk-buruk, Sea berusaha mengenyahkan perasaan cemas tersebut. Terlebih saat Langga mendekat ke dapur dan meletakkan piring-piring kotor.
"Biar saya yang cuci," kata Langga.
"Saya bantu."
Langga menghidupkan keran air. Sedangkan Sea memisahkan beberapa piring dan gelas. Apalah malam absurd ini, pikir Sea. Tidak pernah terbayangkan sama sekali, bahwa dirinya akan terjebak di rumah pria dewasa, lajang, dan tentu saja atasannya di tempat kerja.
Mau bagaimana lagi? Sea juga merasa aneh, tidak bisa menolak begitu saja ketika Langga mengirimkan pesan. Dengan penuh keberanian, ia bertandang ke rumah lelaki itu. Iya, Langga memang membayar jasanya untuk perbaikan lampu dan keran air, tetapi haruskah Sea sampai berbaik hati memasak segala untuknya? Sejak kapan dia menjelma serupa malaikat?
Sea bukannya tidak ikhlas. Jika dipikir-pikir, malam ini memang Sea merasa agak aneh. Apa boleh buat? Semua sudah terlanjur.
"Sebentar, saya mau angkat telpon dulu," kata Langga seraya membuka sarung tangan dan mengibaskan tangannya saat menjauh dari dapur.
Lelaki itu naik ke lantai dua, meninggalkan Sea yang kini terjebak dengan pekerjaan di dapur. Demi mempersingkat waktu di rumah itu, Sea buru-buru menyelesaikan pekerjaan di bak cuci piring. Sepersekian menit, tidak ada tanda-tanda Langga muncul. Entah sedang berbicara dengan siapa lelaki itu.
Sea selesai dengan pekerjaan. Tak enak pulang menyelonong begitu saja, jadi dia memilih menunggu Langga untuk berpamitan. "Kok, gue ngantuk, ya?" Perempuan bertubuh mungil itu menggeleng seraya menguap sekilas. "Tahan, Se. Ini rumah orang."
Meski terus membisikkan kata-kata agar dirinya bisa menahan kantuk, nyatanya Sea tetap tidak tahan. Matanya sudah teramat berat. Tubuh kurus gadis itu kemudian mengubah posisi di sofa. Ia mencari posisi paling enak untuk berbaring dalam posisi menyamping.
"Ah, leganya ... tuh, orang kayaknya lagi ngobrol sama orang penting. Gue tidur bentar nggak apa-apa kali, ya? Ntar dibangunin juga paling." Alhasil Sea mulai memejamkan mata setelah menguap berkali-kali.
Ini memang sudah jamnya untuk tidur karena besok akan bekerja. Jadi, Sea memutuskan untuk tidur sementara Langga kembali dan membangunkan dirinya. Lagi-lagi ia harus menebalkan muka untuk minta diantar pulang. Anggaplah Sea tidak tahu malu. Ya, memang dia tidak tahu malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Editoromance√
RomanceSea bermimpi menjadi editor profesional. Namun, di usia ke 24, ibunya mendesak agar Sea ikut kencan buta. Demi menghindari kencan buta, ia meminta seseorang menggantikannya. Ternyata itu tidak berjalan lancar karena rencana tersebut gagal total. Ke...