Wanita itu bernama Anjani. Sea memanggilnya Mbak Anjani. Dia adalah orang yang selama ini bersembunyi di balik nama pena SagaAuthor. Dialah otak di balik cerita memukau yang sampai-sampai tidak ingin dilepaskan oleh Langga. Kesan pertama yang Sea dapatkan dari Anjani adalah wanita rapuh yang ingin berjuang.Tentu saja Sea berpikir demikian, sebab Mbak Anjani memulai kariernya sebagai penulis platform karena sang buah hati. Salah satu alasan terbesar Mbak Anjani sampai berani melangkah sejauh itu.
Dua hari lalu, Sea duduk di depan wanita berwajah pucat, pipi kelewat kurus sampai terlihat tulangnya yang sedikit menonjol, dan kedua matanya dihiasi lingkar kehitaman. Mbak Anjani terlihat sangat jauh dari kata baik-baik saja.
"Maaf, baru sempat menghubungi Mbak Sea sekarang," katanya dengan suara pelan dan lambat. Berkali-kali wanita itu mengembuskan napas membuat Sea ikut merasa lelah. "S-saya ... sepertinya saya ingin ...."
"Iya, Mbak tenang dulu. Kalau maksud Mbak ingin menerbitkan karya bersama Star Media, maka saya di sini untuk membantu Mbak Anjani," tukas Sea.
"T-terima kasih," katanya terbata-bata.
Mulailah Sea membahas masalah kontrak, benefits, dan hal-hal lainnya yang perlu diketahui oleh Mbak Anjani sebagai penulis. Sekilas Anjani memang tampak memperhatikan, tetapi sepasang matanya kelihatan penuh awas. Seakan-akan takut seseorang muncul dan menyergapnya. Untung sejak tadi Sea juga memperhatikan gerak-gerik wanita itu.
Setelah semua penjelasan Sea rampung, Mbak Anjani menjulurkan sebuah foto lusuh yang bahkan ada bekas lipatannya. Tangan Sea meraihnya dengan gerakan sangsi. Dalam selembar foto lusuh itu, Sea melihat seorang anak kecil yang dipangku oleh seorang wanita berkemeja hijau botol. Tak salah lagi, itu adalah Mbak Anjani.
"Dia anak saya," katanya, "inspirasi dan motivasi saya selama menulis. Dia sangat suka ketika saya menceritakan dongeng-dongeng tentang makhluk fantasi. Itulah mengapa saya sangat ingin suatu saat tulisan saya abadi dan bisa dibaca olehnya. Jika sudah pergi, dia mungkin akan bangga karena ibunya telah membuat novel yang dia suka."
Padahal Sea tidak berharap Mbak Anjani akan bercerita. Namun, melihat kerapuhan dan kesedihan yang berkilat-kilat di mata wanita itu, Sea mendengarnya dengan senang. "Begitu, ya? Mari kita wujudkan keinginan Mbak Anjani dan membuat dia bangga."
Senyum singkat terlukis dari bibir Mbak Anjani yang kering dan pucat. "Mbak, Sea saya nggak bisa lama-lama. Saya harus jemput anak saya ke sekolah."
"Baiklah, kita bicarakan sisanya lewat ponsel, Mbak. Jangan sungkan kalau ada yang ingin Mbak tanyakan," tukas Sea seraya ikut berdiri dari kursi. "Oh ya, berapa usia anak, Mbak?" Sengaja Sea bertanya sebab suatu hari ia berharap bisa bertemu anak itu dan barangkali Sea bisa membawakannya buah tangan.
"Dia baru saja kelas dua sekolah dasar," kata Mbak Anjani.
Sea mengangguk paham, lalu mengantar Mbak Anjani keluar dari kafe tempat mereka bertemu. Dua hari lalu, Sea tidak pernah memiliki firasat apa pun. Kecuali dengan optimis merasa bahwa semuanya akan berjalan baik-baik saja. Pada hari berikut-berikutnya, kita bahkan tidak akan pernah tahu apa yang terjadi. Selalu ada kejutan setiap hari. Sebab, hidup adalah sebuah kejutan. Sea mempercayai itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Editoromance√
RomanceSea bermimpi menjadi editor profesional. Namun, di usia ke 24, ibunya mendesak agar Sea ikut kencan buta. Demi menghindari kencan buta, ia meminta seseorang menggantikannya. Ternyata itu tidak berjalan lancar karena rencana tersebut gagal total. Ke...