Eps 3: Hello, Hell!

1.3K 101 8
                                    

Terlambat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terlambat. Terlambat. Terlambat.

Berkali-kali terucap, berkali-kali pula rasa panik tertancap. Masa iya hari pertama sudah terlambat saja? Sea pikir saat-saat seperti itu hanya ada dalam dunia fiksi, eh di dunia nyata—dunianya—malah kejadian. Gara-gara semalam keasyikan nge-solo anime romance, jadi bangun agak terlambat. Kebiasaan saat masih pengangguran suka bangun siang pula.

"Tapi, udah beda, Seana. Sekarang lo udah kerja." Omelan Tika lewat speaker ponsel satu jam lalu saat menelpon untuk menanyakan keberadaannya,  kini mulai terngiang dalam kepala Sea.

Mana harus naik bus, macet, berdesak-desakan. Wow! Lengkap sekali perjalanannya pagi itu menuju kantor penerbitan Star Media. Semoga saja aroma parfumnya tidak luntur. Pagi-pagi sudah bau apek, 'kan enggak lucu banget.

"Star Media ...." gumam Sea saat berdiri tepat di depan gedung kecil berlantai empat.

Katanya Star Media belum punya gedung khusus sendiri yang menapak di tanah. Tepatnya Star Media bergabung dengan dua lantai yang berisi kantor perpajakan dan pada lantai dasar difungsikan sebagai restoran. Lantai empat dan tiga barulah ditempati oleh penerbit kecil tersebut.

"Oke, Se! Nggak apa-apa magang dulu di penerbit kecil, yang penting lo ada kerjaan dan nggak jadi pengangguran di rumah. Ibu bisa maksa lo untuk segera kawin," gumam Sea seraya mempercepat langkah.

Tiba di dalam gedung, Sea melihat ke sekitar. Beberapa pekerja masih santai di restoran membeli sarapan dan kopi. Sea terbengong-bengong sebentar. Ketika sepasang matanya menatap pintu lift yang hendak tertutup, Sea buru-buru berlari. Untung saja lift belum tertutup sepenuhnya. Ia bergabung dengan pekerja lain di ruangan sempit itu.

"Eh, aduh!" Ia nyaris tersungkur ke depan, jika saja lengannya tidak ditarik seseorang. "Terima kasih."

Pria berkemeja hijau gelap itu tersenyum lebar. Tali tas selempang berwarna hitam menyilang di dadanya. Kalau dilihat dari perawakan, dia mungkin tipe yang memperhatikan kesehatan dan gemar olahraga sehingga otot-ototnya sedikit terbentuk.

Sepasang mata Sea melirik id card yang melingkar terkalung di leher pria tersebut. Tulisan 'Star Media' terlihat dengan sangat jelas karena tertulis besar. Sedangkan nama lelaki di depannya sedikit tidak terbaca. Sea terperanjat saat senyum pria itu terlukis. Ugh! Sial, terciduk pula mengamati orang lain. Mana seorang pria.

Denting lift menyelamatkan Sea dari lamunan. Para pekerja langsung turun berhamburan  ke lantai tiga. Sedangkan tempat kerja Sea ada di lantai empat. Lift agak sepi setelahnya. Menyisakan Sea dan pria berperawakan macho. Kayaknya rekan kerja. Bakal betah kerjanya kalau bareng yang bening gini.

"Pagi, Pak," sapa pria itu. Suaranya pun terdengar cukup seksi dan berat.

Sea melongo saat pintu lift ternyata belum tertutup. Pria lain berjas rapi masuk ke dalam. Sea mengalihkan atensi karena suara pria berkemeja hijau gelap. Kedua mata Sea membulat kaget saat menyadari siapa yang masuk barusan. Sea auto bergerak ke belakang pria berkemeja hijau gelap.

Editoromance√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang