Atensi Langga tersita karena pemandangan yang tidak jauh di depan lift. Langkah kaki lelaki itu tertahan. Sepasang matanya menangkap keberadaan Raki dan Sea yang berdiri di depan lift, keduanya menunggu pintu ruangan sempit itu terbuka. Untuk sesaat keduanya terlihat berbagi tawa. Entah apa yang lucu."Untuk apa saya terusik?" gumam Langga dan bergegas melanjutkan langkah.
Kedatangan Langga membuat Sea dan Raki menoleh kompak. Bahkan tawa mereka mulai reda. Ekspresi Sea berubah, padahal tadi dia tidak setegang itu. Saat bersama Raki, Sea tertawa begitu lepas. Begitu juga dengan Raki. Jarak di antara Sea, Raki, dan Langga bukankah sangat kontras?
Gara-gara Langga adalah atasan, sudah pasti keduanya bersikap hati-hati. Padahal kalau berbicara tentang jabatan, bukankah Sea dan Raki juga berbeda? Namun, Sea terlihat lebih santai saat bersama sang redaktur pelaksana. Oh, tidak! Langga tidak boleh memikirkan hal-hal seperti itu? Untuk apa memikirkan Sea dan Raki?
"Pak Langga mau ke lantai berapa?" tanya Raki sesaat setelah mereka masuk ke lift.
"Utama."
Raki mengangguk dan menekan tombol lift. Kebetulan tujuan mereka juga sama. Andai saja tidak ada Langga di sana, mungkin Sea dan Raki sudah berbincang bebas, tertawa-tawa, atau barangkali mengeluhkan masalah pekerjaan. Sayangnya, di sana ada Langga sehingga keduanya tidak bisa berkutik.
Beberapa saat berikutnya, mereka tiba di lantai utama. Entah karena apa, Langga malah melambatkan langkah di depan mereka. Sampai Sea dna Raki berhenti tepat di depan gedung.
"Aku ambil mobil dulu, Se. Tunggu di sini," kata Raki.
Mereka mau pulang bersama? Apa mereka diam-diam menjalin hubungan? Apa Raki nggak ingat dengan aturan kantor? Langga berusaha menerka. Pikirannya pasti sedang tidak baik-baik saja. Bisa-bisanya ia sibuk mengurus Sea dan Raki. Apa pun hubungan mereka jelas-jelas bukan urusannya.
"Pak Langga nggak ngambil mobil?" tanya Sea yang berdiri tidak jauh dari sang pimpinan redaksi.
Alih-alih menjawab, Langga mengalihkan pembicaraan. "Kapan kamu akan bertemu penulis Bookland itu? Sudah ada janji? Sudah ada kabar?"
"Pak, kita sedang di luar, tapi kenapa bahas pekerjaan? Lagi pula ini bentar lagi jam kerja mau kelar."
"Lalu?" Alis kanan Langga terangkat memperlihatkan ekspresi heran. "Masih di sekitar gedung Star Media, 'kan?"
"Iya, tau. Tapi ... ini saya mau pergi ketemu beliau."
Jadi, Sea akan pergi dengan Raki? Sudah sore begini pula. Kerjanya bukan main sekali. Ternyata benar, api semangat Sea tidak akan mudah padam. Langga teringat kata-kata Sea beberapa waktu lalu, bahwa sikap optimis itu aka selalu ada. Begitu, ya? Sea tidak akan menyerah dan ingin menjadi pegawai tetap di Satar Media.
"Dengan Raki?" tanya Langga basa-basi. Bukankah jawabannya sudah pasti?
Pertanyaan Langga dijawab anggukan oleh gadis itu. "Mas Raki baik banget, jadi sulit ditolak. Nggak nyangka aja punya rekan kerja kayak beliau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Editoromance√
RomanceSea bermimpi menjadi editor profesional. Namun, di usia ke 24, ibunya mendesak agar Sea ikut kencan buta. Demi menghindari kencan buta, ia meminta seseorang menggantikannya. Ternyata itu tidak berjalan lancar karena rencana tersebut gagal total. Ke...