Ia tidak pernah berbuat senekat ini. Berlari menaiki anak tangga menuju atap rumah sakit yang dibuat tanpa kanopi. Bukan hanya karena wanita yang berdiri di tepi pembatas dan siap terjun, tetapi karena wanita yang rasa kepeduliannya sangat tinggi. Iya, Sea. Siapa lagi kalau bukan perempuan itu?Maka katakan alasan apa lagi yang dibutuhkan Langga untuk terus denial terhadap perasaannya sendiri? Tidak ada. Sea sangat sederhana, mandiri, dan punya rasa kemanusiaan yang tinggi. Langga mengagumi perempuan itu, sangat.
"Mbak Anjani!" pekik Sea saat mereka tiba di area rooftop yang sepi.
Hanya ada Anjani yang berdiri di tembok pembatas. Wanita rapuh itu tidak menoleh. Sama sekali tidak, meski tahu Sea ada di sana.
Saat Sea hendak bergerak mendekati Mbak Anjani, Langga mencekal lengannya. "Jangan gegabah," kata Langga.
"Tapi, Pak ...." Pikiran gadis itu barangkali kalut, sehingga ingin bertindak cepat. Namun, itu bisa saja memicu keinginan Mbak Anjani untuk lebih cepat melompat dari sana. "Mbak, saya mohon jangan lakukan ini. Mari kita bicara baik-baik, saya akan mendengar apa yang akan Mbak katakan. Saya akan mendengarnya meski harus berlama-lama."
"Kamu tidak paham apa-apa, Mbak Sea!" pekik wanita itu.
Langga yang masih di sana hanya menyimak pembicaraan di antara kedua wanita tersebut. Inilah yang Langga maksud agar Sea tidak terlalu ikut ca.pur urusan orang lain. Bisa saja hal-hal berbahaya malah berdampak pula pada dirinya. Namun, gadis itu terlalu keras kepala.
Di sisi lain, Langga tidak punya alasan kuat untuk menyuruhnya berhenti melakukan hal yang membahayakan diri. Ia sadar, bahwa dirinya bukan siapa-siapa gadis itu. Selain rekan kerja. Langga bertahan dengan pendapatnya, begitu pula Sea yang tidak mau kalah.
Profesional dalam bekerja dan empati terhadap orang lain adalah dua hal yang berbeda menurut Langga. Ada batasan dalam hidup siapa pun. Seharusnya begitu. Sea tidak bisa ikut terlalu jauh dengan urusan atau masalah Mbak Anjani. Selain tugasnya sebagai orang yang mengurus naskah perempuan itu.
"Mbak, saya mohon!" seru Sea. Bahkan jika Langga melihatnya lebih teliti lagi, gadis itu sampai berderai air mata. Dalam pegangan Langga yang masih kuat, Sea berusaha meronta-ronta. "Mbak harus tetap bertahan. Berakhir seperti ini nggak akan menyelesaikan masalah Mbak Anjani."
"Saya nggak bisa bertahan lagi. Anak saya dibawa pergi. Bagaimana bisa saya terus hidup tanpa dia?!" pekik Mbak Anjani.
Langga terkesiap kaget mendengarnya. Memang ia tidak mengerti apa yang terjadi. Namun, sepertinya ada hal besar yang menyangkut rumah tangga Mbak Anjani.
Sang editor malah berkata, "Saya akan membantu Mbak Anjani. Jadi, tolong ... jangan melompat. Ingat ada anak Mbak Anjani, jadi saya mohon bertahanlah."
"Sea?" panggil Langga. Ia merasa gadis itu sudah terlalu jauh menembus batasan si penulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Editoromance√
RomanceSea bermimpi menjadi editor profesional. Namun, di usia ke 24, ibunya mendesak agar Sea ikut kencan buta. Demi menghindari kencan buta, ia meminta seseorang menggantikannya. Ternyata itu tidak berjalan lancar karena rencana tersebut gagal total. Ke...