Eps 1: Good News

2K 125 18
                                    

Pesan di ruang obrolan datang silih berganti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pesan di ruang obrolan datang silih berganti. Sampai ratusan pesan masuk dan banyak yang menandai namanya, tetapi rupanya ia tidak peduli. Minggir wahai kaum 'pamer berkedok reuni', hati perempuan berambut bergelombang sedang dalam suasana paling bahagia. Ia memilih mengabaikan pesan-pesan di ruang obrolan.

Reuni katanya? Meh! Sori-sori saja. Dia tidak mau lagi menjadi penyimak di antara orang-orang flexing. Pencapaian mereka ditebar ke sana kemari, tidak ada yang mau mengalah dan merasa bahwa tidak ada yang paling sukses di antara peserta reuni. Dua tahun belakangan cukup menjadi bukti. Selama dua tahun berturut-turut ia ikut reuni, tetapi hal yang sama selalu didapati. Pamer.

Sekarang kakinya yang berbalut flat shoes berjalan di antara lalu-lalang pejalan kaki. Sedikit lagi langkahnya akan sampai. Toko buku kecil di antara bangunan yang berdempetan sudah terlihat di depan mata. Hati perempuan mungil itu berbunga-bunga. Tak sabar membagikan dua kantong plastik kepada Tika dan Vonny—sepupunya.

"Permisi!" seru Sea—perempuan yang baru tiba di depan toko buku. Tubuh kecilnya yang berbalut jaket tebal tampak kewalahan membawa dua kantong plastik besar. "Mbak Tika? Popon?"

"Sea? Tumben malem-malem." Tika muncul dari balik gorden hitam yang menghubungkan area kasir dan gudang belakang.

"Yuk, makan-makan! Udah tutup, 'kan?"

Tika mengernyitkan dahi melihat Sea yang tampak bersemangat. Ke mana hilangnya wajah murung yang berkali-kali terlihat karena surat lamaran kerjanya ditolak? Dia kembali ceria seperti semula. Seperti Seana Fidelya yang dikenal Tika.

"Lo lagi ada maunya, ya, Mbak?" Vonny yang bisa dipanggil Popon oleh Sea terlihat turun dari anak tangga.

"Nggak, gue mau cerita. Hari ini gue lagi bahagia. Yuk, ke atas! Kita makan dulu. Kalau perut udah kenyang, gue jamin hati pun senang." Gadis berwajah bulat itu nyengir lebar. Menyisakan tatapan heran kedua sepupunya. "Ah, nggak usah banyak bengong. Ayo, ke atas!"

Tanpa memberikan kesempatan pada kedua sepupunya untuk protes, Sea berjalan melewati Vonny di anak tangga. Area lantai dua toko buku milik keluarga Tika dijadikan sebagai rooftop berkanopi sulur-sulur tanaman merambat. Pemandangan yang pertama kali menyapa mata adalah warna hijau tumbuhan dan warna-warna bunga bugenvil, mawar, serta banyak lagi.

Sea selalu suka berada di sana. Tempat sepi yang sering dijadikan markas mereka bertiga untuk membaca, berbincang, makan, dan kegiatan lain. Selama beberapa bulan Sea pernah bekerja di sana, sekalian memeriksa naskah para penulis saat masih menjadi editor lepas. Namun, sekarang rasa-rasanya Sea butuh pekerjaan lain dengan gaji lebih baik. Mengingat kehidupan mereka—Sea dan sang ibu—hanya ditopang oleh dirinya.

"Jangan bilang lo lagi bahagia karena Tante Niken nggak nyuruh lo blind date lagi?" terka Tika sesaat setelah mereka tiba di sana.

Oh, shit! Lupakan tentang kencan buta. Sea ingin memaki dirinya sendiri setiap mengingat kejadian itu.

Editoromance√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang