Eps 4: The Author

1.2K 91 5
                                    

"Kamu bilang dia nggak bisa dihubungi?!" Nada bicara Langga sedikit naik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu bilang dia nggak bisa dihubungi?!" Nada bicara Langga sedikit naik.

Raki berdiri di depan meja kerja Langga. "Saya sudah usahakan kemarin untuk meminta alamat, tapi lagi-lagi saya dengar dia kabur."

"Lalu?" Alis kanan tipis nan rapi milik Langga terangkat sempurna. "Hanya sebatas itu usahamu?"

"Bukan begitu, Pak Langga. Hari ini saya akan menghubunginya lagi."

Langga berdiri dari kursi dan melempar map tebal berwarna hitam ke atas meja. Surat perjanjian yang sudah ditekan oleh salah satu penulis pun tercecer di atas mejanya. Jari telunjuknya yang panjang mengetuk-ngetuk permukaan kertas.

"Katakan padanya untuk nggak bermain-main dengan hukum! Kalau sampai dia menghilang dan nggak melakukan kewajiban sebagai penulis, kita bisa menuntutnya," tukas Langga.

"Baik, Pak."

Raki kemudian bergerak merapikan kertas-kertas di atas meja Langga. Sehari saja Langga tidak dibikin emosi, mungkin hidupnya akan serasa kurang afdol. Bukan hanya masalah di kantor penerbitan, tetapi di rumah juga sama saja. Saat mendengar keputusan mantap dari mama dan papanya, pikiran Langga agak terganggu.

Jangan sampai ia bersikap tidak profesional karena mencampurkan urusan pribadi dengan pekerjaan. Langga duduk sebentar di atas kursi bersandaran tinggi. Sebelum Raki melangkah, Langga menahannya dengan memanggil sang redaktur pelaksana.

"Raki, untuk editor magang belum dapat penulis, 'kan? Mulai besok fokuslah untuk event Star Media. Urusan penulis ini serahkan ke ...." Langga mengecek kertas berisi CV para editor magang. "Seana Fidelya."

"P-Pak Langga yakin?"

"Kalau saya nggak yakin, kenapa saya harus menyerahkan ke mereka? Di sini mereka bekerja sebagai redaktur, bukan tukang fotokopi." Sepasang mata Langga mengamati Sea yang berdiri di depan mesin fotokopi. Baru begitu saja, gadis tersebut kelihatan senang menikmati pekerjaannya.

"Baik, Pak. Saya permisi dulu."

Sepeninggal Raki dari ruangannya, Langga masih memperhatikan Sea. Gadis itu tampak sangat senang, bahkan hanya dengan berdiri di depan mesin fotokopi. Tiba-tiba niat lain terbersit di benak Langga. Anggap saja sebagai pelajaran. Langga tidak suka ditipu atau dipermainkan.

Hari itu saat Sea dengan bangga mengirim gadis lain ke acara blind date, Langga merasa sedikit tersinggung. Padahal mamanya sudah memberitahu agar Langga bersikap baik dan ramah, serta harus menciptakan kesan pertama yang baik. Sebab, Sea adalah anak sahabat baik mamanya.

"Nikmati pekerjaanmu di sini, Sea. Siapa yang bakal menjamin kamu bisa bertahan di sini sampai dua bulan?" Senyum tipis Langga terlukis. Meski Sea tidak melihat, tetapi tatapan matanya menyalakan genderang peperangan.

Ponsel di samping komputer bergetar memperlihatkan sebuah pesan masuk. Dari sang mama. Langga menghela napas karena Regita baru saja memberitahukan kepindahannya.

Editoromance√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang