12

1.3K 60 0
                                    


***

Setibanya di rumah, Rony langsung menghempaskan badannya ke atas kasur dengan posisi tengkurap. Ia lalu membalikkan badannya menjadi berbaring dengan posisi satu tangannya ia letakkan di belakang kepala untuk ia jadikan bantalan, dan kaki sebelah kanan yang ia tekuk. Rony menatap langit-langit di kamarnya dengan pandangan kosong.

Pikirannya sedang berkecamuk, hatinya juga sedang tidak baik-baik saja.

Dipikirannya ia terus mempertanyakan.
apakah ia layak untuk berjuang mendapatkan kembali hati gadis itu?Namun, di sisi lain, ia juga merasa takut jika akhir ceritanya akan sama saja seperti sebelumnya ,ya berakhir sia-sia karena sebuah perbedaan yang cukup jelas. Hatinya terus mengatakan untuk kembali berjuang, ah ... berjuang bagaimana maksudnya? Apakah berjuang berarti ia harus memperjuangkan cinta mereka? Cinta mereka atau hanya cintanya saja? Apakah Salma masih menaruh hati padanya?

huuuffft... Rony menghembuskan napasnya pelan. Ia pusing sendiri memikirkan hal itu.

Ia kemudian meraih ponselnya yang terletak di dalam saku celananya yang berwarna hitam, lalu membuka aplikasi chat yang berwarna hijau. Ia mulai membaca dan membalas beberapa pesan yang masuk dari teman-temannya. Namun, di tengah kesibukannya itu, ia baru tersadar bahwa sudah beberapa hari ini Rere tidak menghubunginya seperti biasanya. Ah, Ia tidak perduli dan tidak mau terlalu mempermasalahkannya. Bahkan, ada perasaan lega yang menghinggap dihatinya.

“Rere beberapa hari ini ga ada ngehubungin gua sama sekali ... ah bodo amatlah. Gue akhirnya bisa sadar, kalau hati gue cuma buat Salma, bukan buat Rere.”

“Semakin berusaha menjauh tapi jiwa dan hati rasanya malah semakin dekat dengan Salma, sedangkan dengan Rere? semakin dia menjauh rasa cinta itu malah semakin menghilang dan memudar.” Ucap Rony pada dirinya sendiri.

Tapi bodohnya gue, kenapa bisa luluh dengan rayuan Rere? Kali ini gua harus bertindak tegas sama diri sendiri, imbuhnya dalam hati.

Ia ingin kembali menghubungi Salma, tapi ia urungkan. Ah..., takut. Bagaimana kalau Salma risih, pikirnya. Ia tahu gadis itu tidak ingin lagi berinteraksi dengannya.

Rony mematikan ponselnya, meletakkan ke atas nakas. Ia beranjak untuk membersihkan dirinya, setelag selesai, ia mematikan lampu kamarnya dan menggantinya dengan lampu tidur, ia kembali merebahkan dirinya, matanya mulai meredup. Tak perlu waktu lama, kini ia sudah tertidur pulas.

***

“Kamu bilang aku temen? kenapa status kita kamu sembunyikan? Apa ada yang kamu sembunyiin dari aku? atau kamu malu pacaran sama aku? tapi kenapa kamu ga nolak waktu kamu aku ajak pacaran?" Bio terus mencecar Rere dengan pertanyaannya.

Rere mendesis, menghembuskan nafasnya kasar. Lalu menampilkan senyum paksanya pada Bio.

Tangan Rere terulur mengelus pelan lengan Bio. “Sayang..., aku ga ada maksud buat ga ngakuin atau apa yang seperti kamu pikirin ... dia itu sahabat aku, nanti kalau dia ga setujuin aku sama kamu gimana? dia itu orangnya ga suka kalau sahabatnya pacaran sama orang yang ga dia kenal. Makanya daripada nanti dia misuh-misuh sama aku jadi ya aku terpaksa bohong, maaf ya....” rayu Rere berbohong, untungnya Bio percaya. Lelaki itu menganggukkan kepalanya pelan.

“Oke, aku juga minta maaf, udah curiga sama kamu,”ujar bio dengan lembut,“Tapi kamu harus ingat, yang ngejalaninnya hubungan kita, bukan dia...” imbuhnya kemudian memeluk dan mencium kening Rere.

***

Di malam yang sama, Novia sedang melakukan panggilan telepon dengan Syarla. Ia sedang duduk di meja makan sambil menyuapkan beberapa potongan buah ke mulutnya.

"Gandengan? Kau yang benar aja lah Syar,"

"iya kak nov, tapi jangan bilang kak Salma ya! dia itu luarnya aja haha hihi tapi aslinya tukang overthingking,"

"Tapi, sejak kapan, Dimas jalan sama cewek? aku kenal nda ya sama ceweknya?'

"kalau itu aku pun ga tau, orang aku baru liat sekarang."

"Tapi ... Ah, awas aja ya si Dimas itu, rasanya tak percaya aku dia begitu,"

"tapi itu benar bang Dimas kan."

"ya sih Syar, foto yang kau kirim tadi udah jelas, udah, kita diam dulu, jangan ku bocor dulu sama Salma, kau tau sendiri kan, dia tidak mau percaya kalau lihat dengan mata dia sendiri, foto ini pun dia belum tentu percaya, ku rasa dia itu kalau cinta bisa bodoh."

"Tapi kak nov... Kalau nggak di kasih tau sekarang, nanti dia malah makin sakit ..."

"Ya sudahlah, semoga aja si Dimas itu tobat, katanya kan dia mau serius sama Salma, aku nggak mau kalau sahabat ku ini di sakiti cowo terus."

"Ish ku ini kak nov, selingkuh itu kan katanya penyakit susah sembuh..."

"Sudahlah, kita doa kan saja, kalau benar dia macam-macam di belakang Salma, biar ku kasih pelajaran dia itu ... Eh Syar, kayaknya Salma mau keluar, ku matiin aja ya."

"iya kak nop."

Novia mematikan sambungan teleponnya.


“Nov!” seru Salma sambil menepuk pundak Novia.

Novia tersentak, ia mengelus dadanya.

“Astaga Salmaa...., kau ini sekarang balas dendam kah sama ku”, untung hp ku ini ngga sampe jatuh,”

“Dih, lu aja yang lebay orang gue cuma manggil doang,” ujar Salma, ia lalu berjalan ke sebelah Novia dan membuka kulkas, mengambil satu botol air mineral dan meminjamnya.

Novia menatap Salma yang sedang minum, ada rasa takut, takut kalau sahabatnya itu mendengarkan percakapannya dengan Syarla barusan.

“Lu habis telponan sama syarla?” tanya Salma setelah selesai minum.

“e- iya,” jawab Novia sedikit gugup, Salma mengangguk.

“eh Sal, sejak kapan kau di sini?” tanya Novia memastikan kalau Salma tidak mendengar gosip mereka.

“Baru aja, gua haus jadi gua turun buat ambil minum.”Jelas Salma, Novia mengangguk,“ooh.” jawabnya.

“Gua sebenernya mau sekalian nguping, tapi udah lo matiin!”

“idih kepo kali kau ini!”

"Aku cuma nanyain kabar Syarla aja.”

“ooh, yaudah ah nov, gue ke atas, dah lu mending tidur sekarang nov,” ujar Salma sebelum berlalu kembali ke kamarnya.

“eleh kau ini nyuruh orang tidur, kau sendiri saja sering bergadang,” sindir Novia saat Salma sudah berada di depan pintu kamarnya.

“tau aja Lo!” sahut Salma sebelum masuk ke kamar.

Huuuft

“untung aja dia ga denger....” guman Novia kemudian segera memasuki kamarnya.

Masih di HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang