32

1.1K 78 3
                                    

Salma bernapas lega saat tidak melihat Dimas di depan rumahnya. Padahal, di sepanjang jalan, ia sempat khawatir Dimas akan menunggunya dan melihatnya pulang bersama Rony. Ia hanya takut, jika Dimas akan berpikir macam-macam padanya dan Rony, bisa saja Dimas kembali menghajar Rony dengan tuduhan tidak jelasnya, seperti waktu itu.

Ya, ia harap pria brengsek itu tidak lagi datang menemuinya, untuk mengganggunya dan memintanya mendengarkan penjelasan, yang penuh kebohongan. Muak sekali rasanya, jika mengingat kembali kata-kata manis dan ungkapan cinta dari pria itu, membuatnya terbang lalu terhempas dan pada akhirnya semua itu hanyalah bualan belaka.

Salma lalu turun dari motor, ia juga melepaskan helm dan mengembalikannya pada Rony,“thanks Ron, tapi lain kali Lo ga usah repot-repot nganter jemput gue, gue bisa sendiri.” ujar Salma.

“kata siapa gue repot? Gue nggak ngerasa repot, gue malah seneng, dulu kan waktu kita pacaran, gue gak pernah punya kesem–”

“Ron... gue ga mau bahas yang lalu,” potong Salma ketika Rony mulai membahas hubungan mereka yang lalu.

“maaf.” Salma mengangguk,“Sal..., gue minta maaf untuk yang lalu, gue gak maksud seperti yang lu kira, gue waktu itu balikan karena–”

Salma memotong lagi, ia mulai kesal dengan pria dihadapannya ini,“Ron! Gue bilang udah, gue juga gak peduli, mau lo balikan kek, mau lo nikah kek sama dia, gue bodo amat! Jangan bikin gue males sama Lo ya Ron, udah... Lupain aja! gue bilang anggap kita ga pernah ada hubungan apapun, oke?” Rony mengangguk pasrah dan mendesah pelan.

“ya... kalo ga satu kantor, sebenernya gue juga ogah sih ketemu sama Lo lagi, tapi ya gimana lagi kan? Harus profesional,” sambung Salma menghela napas pasrah. Yang diucapkan Salma benar, namun sekarang ia telah menerima Rony kembali, ia hanya mengucapkan itu untuk menjahili Rony saja.

“ooh gitu, jadi lu terpaksa maafin gue? Hmm?” tanya Rony menaikan alisnya.

Salma menganggukkan kepalanya dengan bibirnya yang mengerucut. “gue sebenernya masih benci sama Lo,”

“benci tapi cinta kan?” goda Rony,“makanya lu ga bisa lama-lama marah sama gue?” sambungnya percaya diri.

“kepedean! Udah ah sana Lo pulang!” usir Salma mendorong bagian depan motor Rony, membuat motor itu tergerak mundur. Kuat.

“Hahah... Oke gue pulang, tapi besok gue  mau jemput lu!” putus Rony

“ish! Kalau di jemput mulu, kapan bisanya gue nyetir, yang ada tuh mobil cuma jadi pajangan doang dong,” ujar Salma, sebal.

“loh, jadi lu selama bertahun-tahun pacaran sama dia, belum di ajarin nyetir?” tanya Rony tak percaya, bukankah seharusnya banyak waktu untuk Salma belajar nyetir dengan Dimas? Pikirnya.

“ya... Pernah sih dia lajarin, itu pun sekali, dua kali. Tapi juga udah lama, jadi gue lupa. Kata dia waktu itu sibuk skripsi, terus sekarang sibuk kerja, dan mobil gue juga kemana-mana dia yang bawa kan? gimana gue mau bawa mobil belajar coba.” keluh Salma. "Mobil Novia ada sih.., tapi guenya mager. Kalo gue ga mager, Novia yang mager, gitu... terus...” sambungnya.

Rony manggut-manggut,“Paul?”

“pernah sekali dia ngajarin gue, terus katanya dia trauma, gara-gara gue nabrak tanaman orang, jadinya gue sama Paul kena marah sama yang punya, terus Paul yang kepaksa ganti rugi, gara-gara waktu itu gue lagi bokek, belum dapet kerja.” tutur Salma.

“HAHAHHA... gue baru tau ini HAHA...” Rony tertawa, ia membayangkan wajah Paul yang pasti sangat tertekan.

Salma memukul lengan Rony, “ck! gausah ketawa!” tegur Salma sebal

Masih di HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang