5

52 5 1
                                    

Saat semua orang bersemangat menikmati liburan musim dingin pertama di sekolah, sebaliknya, aku merasa sedikit sedih karena bisa tidak bertemu Lu Feng selama empat minggu. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku bisa merasakan merindukan seseorang, dan seseorang itu... Sebenarnya adalah seorang laki-laki... Ckckckck.

Bahkan selama lima hari liburan itu aku malah diisi dengan mengerjakan PR, dan juga menyelesaikan PR adikku.

Yichen sangat sibuk bermain, sampai dia lupa makan ataupun tidur. Baru-baru ini, dia sangat terobsesi dengan BAND Jepang, bahkan sambil tiduranpun dia masih harus memegang gitar bekasnya sambil menggerak-gerakkan jarinya. Sekelompok anak nakal berkumpul dan membentuk sebuah band, namanya adalah... Mereka mungkin belum memutuskan namanya. Yang aku ingat ketika ingin memberinya nama, aku mencarinya di kamus sambil memejamkan mata, tapi kata pertama yang kutunjuk adalah 'diare', dan yang kedua adalah 'kanker'. Terlepas dari apakah itu kanker atau diare, yang jelas sangat mengecewakan, jadi biarkan saja.

Si pemalas itu tidak mengerjakan ujian akhir dengan baik. Dia tahu kalau orang tuaku, jika aku masuk peringkat tiga di kelas, maka aku akan diberi hadiah, dan disaat itu adikku tiba-tiba ingin meminjam uangku dan dia bersumpah Demi Tuhan kalau dia akan membayarku dengan angpau imlek nanti. Meskipun aku tahu itu adalah roti daging yang akan diambil anjing, tapi aku tetap memberinya. Jika kamu mempunyai adik yang selalu dekat denganmu saat dia masih kecil, kamu punya uang lima puluh sen saja hatimu akan lunak dan dibagi dua menjadi dua puluh lima sen, itu tandanya kamu mencintai saudaramu.

Asalkan dia tidak berlatih gitar di tengah malam.

Yichen pergi ke rumah temannya untuk berlatih, aku sangat bosan dengan acara TV dan itu membuatku sedih, akhirnya aku hanya duduk dan menonton iklannya saja, saat serial TV tayang, aku segera mengganti saluran atau pergi ke toilet. Ibuku mengganti saluran, dia ingin menonton drama Qiong Yao, padahal aku malas saat melihat para pemerannya sedang menangis. Saat pemeran wanita itu menangis keras, tiba-tiba telepon berdering, ibuku yang sedang sibuk menyeka matanya membuat aku tidak punya pilihan selain bangun dan berjalan mengitari meja makan untuk mengangkat gagang telepon.

[Qiong Yao, seorang penulis novel. Karya-karyanya sangat terkenal dan sudah banyak dibuat dalam bentuk serial televisi]

"Halo, cari siapa?".

"Xiaochen?".

Seluruh tubuhku menjadi tercerahkan dan aku menyeringai. "Lu Feng!".

"Apa yang terjadi dengan keluargamu? Ada tangisan begitu keras".

"Tutup mulutmu yang bau! Itu suara dari TV XXXXXX".

"Bagus ya? Keluargaku juga sedang menonton".

Setelah membahas dan berdebat dengan menggunakan bahasa yang jelek untuk menyerang karya klasik Bibi Qiong Yao yang sudah seperti sebuah kompetisi, tiba-tiba Lu Feng bertanya. "Xiaochen, apakah kamu merindukanku?".

"...Menjijikkan sekali...".

"Iya atau tidak?" Dia terus menyerang.

"…Sedikit". Aku merasa canggung mengatakannya dan wajahku terasa sedikit panas.

"Oh". Dia tampak sangat bahagia, "Aku merindukanmu. Orang tuaku mengajakku liburan selama beberapa hari, dan hal pertama yang aku lakukan ketika sampai di rumah adalah menghubungimu. Bagaimana kabarmu hari ini?".

"Aku sudah menyelesaikan semua pekerjaan rumahku". Aku bangga seperti ayam jago.

"Luar biasa?! Datanglah ke sini beberapa hari sebelum sekolah masuk.... Pinjamkan aku pekerjaan rumahmu untuk dicontek".

"Tidak usah keras-keras bicaramu kalau hanya mau mencontek...".

Obrolan sepele itu berlangsung lebih dari dua jam, ketika sudah selesai, aku menutup telepon, telinga kiriku memerah.

Aku berbalik dan mendapati ibuku sudah berhenti menatap TV dan berbalik menatapku.

"Teman sekolah perempuan?!".

"Laki-laki".

Ibuku masih terlihat seperti 'kamu berbohong padaku', dia bergumam. "Xiaochen, kamu baru kelas satu SMA.  jangan dulu jatuh cinta. Ini sangat buruk. Ayahmu akan memukulmu sampai mati jika dia tahu...".

"Aku tidak sedang jatuh cinta. Bagaimana bisa berharap seorang gadis jatuh cinta padaku dengan penampilanku yang seperti ini?".

"Hei, Memangnya seperti apa? Lihat bagus kan? Ini hidung, ini mata".

"... Iya bagus daripada hidung di atas mata, kan?".

"Ah, Memangnya kebohongan apa yang dibicarakan anak-anak? Lihat Bibi X dan yang lainnya, semua mengatakan kalau kamu dan Achen sangat tampan".

"Bu, ini tentang penampilan, kalau aku memang jelek. Aku tidak menyalahkan siapapun".

"Iya, eaktu kecil kamu tidak jelek. Lihat saja foto di akta kelahiranmu. Matamu begitu besar dan cerah. Bukan karena kamu menangis sepanjang waktu sehingga matamu mengecil...".

Aku membalikan badan untuk kembali ke kamar tidur, dan langsung menutup pintu karena omelan ibuku yang tidak bisa dimengerti.

-----------

Sejak itu paling tidak satu kali dalam satu hari Lu Feng pasti menghubungi, orang tuaku maupun Yichen sudah beberapa kali secara bergiliran menjawab panggilan hanya untuk memastikan kalau orang itu adalah anak laki-laki atau bukan, sampai akhirnya merekapun percaya. Namun, yang namanya seorang ibu, tetap saja dia tidak akan pernah kekurangan materi untuk mengomel.

"Xiaohen, jangan terlalu lama berbicara dengan temanmu. Mahal, satu kali panggilan dapat memberi makan keluarga miskin selama sebulan...".

"Bu, ibu tidak perlu khawatir. Dia yang memanggilku, bukan aku. Lagipula dia bukan orang miskin".

"Oh, tapi kalau ada yang ingin kamu bicarakan, kamu bisa membicarakannya saat kamu sudah masuk sekolah. Satu menit biaya interlokal itu 60 sen, kalau satu menit sudah 36 yuan, dua menit 72 yuan...".

Sangat langka seorang ibu yang pandai berhitung.

"Anak-anak tidak tahu betapa sulitnya orang tua mencari uang...".

--------

Setelah seharian itu, di malam harinya, Lu Feng kembali melakukan panggilan, dengan sedikit cemas aku menasihatinya. "Jangan bicara terlalu lama, itu pemborosan".

"Baiklah kalau begitu, besok aku tidak akan menghubungi".

"...".

Aku langsung tersedak, "Kamu... Kamu sangat jujur".

"Aku memang apa adanya".

"... Kalau begitu aku akan meneleponmu besok".

"Memangnya sedang ada gratis menelepon? Tidak usah!".

"...".

Mungkin dia mengira aku bosan, tapi sebenarnya aku sedang tidak bisa berpikir panjang.

Sepertinya tenagaku sudah terkuras, aku tutup panggilan lebih awal dan pergi tidur, tetapi nyatanya aku tidak dapat tidur.

Lu Feng... Oh... Lu Feng... Orang ini benar-benar menyebalkan.

DUA JALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang