8

48 5 0
                                    

Sejak kejadian itu aku tidak pernah berbicara lagi dengan Lu Feng.

Lu Feng bahkan lebih parah lagi, dia tidak tahu bagaimana caranya mengungkapkan 'permintaan maaf'.

Jangankan dia membungkuk padaku, saat berpapasan saja wajahnya lebih keras dariku.

Beberapa hari ini secara berturut-turut, aku selalu bermimpi tentang Lu Feng. Pria sombong itu tiba-tiba berubah temperamennya. Dia memegang tanganku dengan lembut dan berkata, "Xiaochen, maafkan aku. Aku salah. Jangan abaikan aku". Lalu aku meraih kerah bajunya sambil menangis. Seketika aku terbangun di tengah tangisan itu, sadar kalau aku masih terbaring di ranjang susun berukuran 80 sentimeter. Aku menjulurkan kepalaku untuk melihat Lu Feng di ranjang bawah, ternyata dia sedang tidur dengan tenang.

Cheng Yichen, kamu sedang bermimpi.

Mimpi serupa terus terulang, hal itu membuatku marah pada diri sendiri karena saat bertemu Lu Feng dia selalu terlihat tenang seolah tidak terjadi apa-apa.
"Xiaochen, jangan marah, ini salahku". Kali ini, belajar dari pengalaman. "Jangan membujukku, aku tahu ini hanya mimpi".
Benar saja, aku terbangun, begitu aku membuka mata, rasa sedih itu kembali datang ketika melihat Lu Feng yang sedang duduk di samping tempat tidurku, sambil menatapku dia tersenyum tipis. "Kamu sudah bangun? Xiaochen, ayo berdamai". Aku menangis lagi. "Lu Feng, aku baru saja bermimpi kamu sedang berbicara kepadaku. Aku takut kamu akan mengabaikanku lagi ketika aku bangun". Lu Feng tersenyum lembut, mengusap kepalaku. "Bukankah ini hanya mimpi? Berhentilah menangis".

"Lonceng─ ..........................................".

Aku langsung membuka mata, jantungku berdebar kencang.

Ini adalah bel alarm gedung sekolah. Aku duduk, menyeka keringat dingin di dahiku, terdiam beberapa saat, lalu berpakaian dan turun dari tempat tidur.

Antara sengaja atau tidak aku melirik ke arah tempat tidur Lu Feng, terlihat sebenarnya tempat itu kosong.

Aku sempat kebingungan untuk beberapa saat, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. "Bukankah tadi malam Lu Feng ada?".

Teman-teman yang lain baru saja bangun, mengambil handuk dan cangkir. Xiaoshang yang sedang bercermin dengan hati-hati memencet jerawatnya, dia berkata. "Lu Feng, Memangnya kamu tidak tahu? Baru-baru ini dia berkencan dengan gadis cantik SMA Kelas 2, setiap hari naga itu terlihat kepalanya tapi tidak terlihat ekornya, entah kemana dia membawa kudanya untuk bersenang-senang tadi malam, anak itu, pergerakannya begitu cepat...".

Saya berdiri diam terpaku.

Secepat kilat dia bahkan sudah punya kekasih, benar-benar seperti dengan gayanya. Hanya orang bodoh seperti aku yang terlalu banyak berpikir, yang akan selalu mengkhawatirkan temannya. Tapi orang seperti Lu Feng memang sangat keren, dia selalu menggampangkan sesuatu. Dia akan berpikir merasa kalau dia punya banyak teman, dan tidak jadi masalah meskipun harus kehilanganku. Tidak seperti aku yang hanya mempunyai satu atau dua teman baik dan memperlakukan mereka seperti benda berharga untuk bisa mendapatkan mimpi indah dalam mimpi, kalau dipikir-pikir itu sangat lucu.

Aku tertawa sebentar ketika memikirkannya.

"Apa yang kamu tertawakan?".

"Tidak ada, tidak ada apa-apa". Aku melambaikan tanganku sambil tersenyum.

Faktanya, itu hanya pertemanan yang kurang dari setengah tahun, jadi wajar kalau tidak ada yang istimewa.

Aku menundukkan kepala mencari sikat gigi dan pasta gigi di meja, tiba-tiba perutku terasa sedikit sakit.

---------

Sudah empat hari Lu Feng tidak masuk kelas. Aku tidak akan menebak sedang di mana dan sedang apa dia, yang harus aku lakukan saat ini adalah konsentrasiku dalam belajar. Saat jam istirahat aku telah menyelesaikan dua materi aljabar, ini lebih efisiensi daripada sebelum-sebelumnnya. Teman sekamarku sampai tercengang. "Xiaochen. Gila... Gila... Hebat...".

"Kecepatan menjawab soal sangat penting". Aku berkata dengan serius.

"Jumlah soal ujian sangat banyak. Jika kamu tidak mengerjakannya lebih cepat, nanti waktunya keburu habis".

"Pantas saja bahasa Mandarinmu selalu mendapat 20 poin lebih tinggi di atasku...". Gumam teman sebangkuku.

Seperti biasa soal ujian bahasa Mandarin sangat panjang sehingga tidak ada yang bisa menjawabnya dalam dua menit, tapi aku mungkin satu-satunya pengecualian.

----------

Ranjang bawah masih kosong saat jam istirahat siang. Aku tidak mau lagi memikirkan tentang Lu Feng, akupun mulai menghitung domba.

[Menghitung domba, istilah mencari kantuk agar cepat tertidur]

"403 Cheng Yichen, ada telepon!". paman petugas yang berada di ruang tugas lantai bawah berteriak keras.

"Iya, iya". Aku!!! Langsung lari ke bawah. Biasanya jika ada hal serius ayahku yang biasa menghubungi sekolah. Aku sangat serius sampai-sampai tidak bisa tenang. Dia menelepon pasti ada sesuatu yang  mendesak atau ada yang tidak beres.

"Ayah!".

"Cheng Yichen?".

"...".

... Suara wanita muda...

"Kamu teman baik Lu Feng".

Aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya, jadi aku memberikan jawaban 'Hhh' yang tidak jelas.

"Adikku yang idiot ditusuk saat menculik pacarnya. Aku tidak tahu apakah dia sudah mati atau belum, tolong lihat".

DUA JALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang