16

44 4 2
                                    

"Pasangan kekasih!". Kepala sekolah itu berkata dengan geram, "Ini tidak masuk akal. Siswa SMA sekarang tidak punya niat untuk belajar, ke sekolah untuk mencari cinta! Bagaimana kalian bisa masuk Perguruan Tinggi kalau begini?!".

Jantungku berdebar kencang, tangan serta kakiku terasa dingin.

"Lu Feng, lepaskan tanganmu, percuma kamu melindungiku, sebesar apapun kau tutupi tidak ada gunanya, semua akan diproses dan dihukum!".

Lu Feng masih berusaha menutup wajahku. "Tidak ada hubungannya dengan dia, aku yang memaksanya... Camkan itu semua ideku bukan dia".

[Dalam bahasa mandarin, kata 他 (dia laki-laki) dan 她 (dia perempuan) memiliki pengucapan yang sama meski penulisannya berbeda, dan itu menjadi ambigu di telinga Kepala Sekolah].

Kepala Sekolah jelas kesal. "Mau coba-coba jadi pahlawan! Biarkan siswi itu mengangkat kepalanya! Sudah berapa kali kubilang murid SMA tidak boleh pacaran. Angkat kepalamu!".

Tangan Lu Feng dengan erat melindungiku. Perlindungannya seperti memperjuangkan antara hidup dan mati, dan itu membuatku merasa kasihan padanya.

Tiba-tiba wajahku disorot cahaya senter yang menyilaukan.

Terjadi keheningan.

Jika saja aku tidak punya hati ingin mengatainya, ekspresi Kepala Sekolah pasti akan terlihat sangat konyol.

Keputusan hukuman untuk aku dan Lu Feng tidak langsung diputuskan, karena masih harus menunggu perundingan hukuman seperti apa yang harus diberikan terhadap perilaku memalukan antara laki-laki dengan laki-laki. Para guru yang kolot ​​sedang mengalami dilema yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Tidak peduli seberapa terbukanya atau acuh tak acuhnya kami, saat ini kami sudah tidak bisa tertawa lagi.

Memberi tahu orang tua merupakan prosedur yang harus dijalankan.

Apa yang akan dilakukan ayah Lu Feng kepadanya masih belum diketahui, begitupun dengan ayahku pasti tidak akan melepaskanku begitu saja.

Pihak sekolah masih belum bisa menindaklanjuti kasus ini sebelum orang tua kami tiba.

Jika kami kembali ke asrama putra pasti akan menimbulkan kegaduhan, kami juga tidak mungkin kalau harus tinggal di asrama putri.

Dalam ketegangan itu, tanpa pikir panjang Lu Feng langsung membawaku keluar dari sekolah tanpa ada perlawanan apapun.

-------------

Kami istirahat di sebuah bar. Lu Feng menenggak birnya tanpa mengucapkan sepatah katapun, meskipun begitu, satu tangannya selalu menggenggam tanganku. Kami sudah merasa tidak berdaya menghadapi bencana ini, tapi dia masih lebih kuat dariku.

"Aku tidak akan membiarkanmu dikeluarkan dari sekolah". Ekspresinya begitu tenang dan optimis saat mengucapkan kata-kata itu, "Kalau kamu ditanya, katakan saja aku yang memaksamu. Pahit-pahitnya, aku mungkin pindah sekolah. Tidak usah khawatir, jika ada kesempatan kita masih bisa bertemu meskipun secara diam-diam. Tidak apa-apa, jika kita harus bertahan satu setengah tahun lagi, kita masih bisa bersama lagi saat kita kuliah".

Bagaimana mungkin aku tidak tahu kalau dia sedang menghiburku, tapi siapa yang tega membeberkan kebohongannya saat ini demi diriku?

"Jangan menangis. Selama ayahku tidak memukulku sampai mati, kita akan selalu punya kesempatan untuk bertemu, kan?".

Aku menyeka air mataku, mencoba tersenyum seolah-olah aku yakin pasti akan ada jalan keluarnya.

"Eh, bukankah ini Lu Feng? Berpegangan tangan dengan laki-laki memangnya kamu tidak merasa jijik?".

Dengan perasaan muak mata Lu Feng menatap tajam si pembicara itu, juga melihat banyak tukang tindas di belakangnya.

Aku juga kenal orang ini. Ketua dari anggota K, yang dulu bernama Yang Wei. Namanya konyol, mirip dengan orangnya.

"Kenapa, apa yang dilihat matamu? Tidak yakin? Mau berkelahi, sini, gay mesum, memangnya aku akan takut padamu?".

Aku mendengar sendi-sendi jari Lu Feng menggrutuk.

Dalam keadaan satu lawan satu dengan Lu Feng, dia akan dihajar hingga babak belur sampai harus kehilangan giginya. Tapi melihat situasi sekarang banyak yang melihat, hanya bisa mengeluarkan kata-kata kotor.

"Lu Feng, kita pergi".

Kukira dia mengerti maksudku. Situasi sedang tidak baik, kalau masih harus berkelahi justru akan lebih memperburuk keadaan.

Yang Wei menatapku dari atas ke bawah, tatapannya sangat tajam. "Lu Feng, apa si homo kecil ini yang kamu mainkan? Apa enaknya main dengan pria kurus? Di mana saja kamu bercinta dengannya? Tidak malukah?".

Sebelum aku bisa menahan Lu Feng, dia sudah memukulnya dengan keras. Seketika darah sudah berceceran dari wajah Yang Wei.

"Bagus, bagus! Ternyata kamu masih punya nyali juga". Yang Wei memamerkan giginya lalu memberi perintah. "Kalian semua, hajar dia sampai mati!".

Pengunjung bar berhamburan keluar, sementara pemiliknya tidak tahu di mana dia bersembunyi.

Kawanan itu mengepung Lu Feng, bertarung dengan pukulan dan tendangan, aku sama sekali tidak berdaya, tidak bisa melawan maupun membantunya. Ditengah-tengah kecemasan itu aku sempat berusaha berjuang meskipun sia-sia, sampai akhirnya aku melihat sebuah telepon dan langsung bergegas ke sana.

"Kenapa, panggil polisi, percuma". Sebuah tangan menekan pergelangan tanganku, dan itu adalah Yang Wei, "Kamu cukup menarik baginya, apakah Lu Feng memainkanmu dengan sangat hebat sehingga membuatmu ketagihan?".

"Kentut ibumu!".

Mungkin ini pertama kalinya aku mengeluarkan kata kasar untuk mengutuk seseorang, aku benar-benar merasa lega.

Ekspresi Yang Wei berubah, dia menarikku. "Aku akan menelanjangimu, lihat apa kamu masih bisa mengutuk!".

"Dasar cabul!".

"Aku mau lihat apa ada bedanya kamu dengan laki-laki. Mungkinkah kamu waria? Lu Feng saja bisa main, kenapa aku tidak bisa?".

"Persetan ibumu!". Pakaianku ditarik, membuatku panik. "Awas, lepaskan... Dasar binatang, lepas!".

Dia tersenyum bahagia, lalu mengulurkan tangannya untuk menarik celanaku.

"Lu Feng, Lu Feng!!". Aku berjuang mati-matian. "Jangan... Lu Feng!!".

Aku yang ketakutan membuatku teriak memanggil Lu Feng untuk menyelamatkanku, andai saja bisa diulang, aku akan memilih diam. Yang Wei belum melakukan apapun padaku, kalaupun harus terjadi sesuatu kepadaku, seharusnya aku tidak berteriak kepada Lu Feng, aku tahu saat itu betapa menakutkannya tangisanku di matanya.

Prang...

Terdengar suara botol bir pecah, cengkeramannya sedikit mengendur, Yang Wei, yang awalnya masih menekanku, tiba-tiba kerahnya sudah dicengkram dan ditarik ke atas.

"Persetan berani memukulku?! Lihat aku akan perkosa si homo kecil ini...".

Mata merah Lu Feng melirik ke arahku, pakaianmu saat itu sudah tidak karuan. Ekspresinya seperti binatang liar yang terperangkap.

Aku hanya mendengar sedikit suara "haa", dan darah sudah keluar dari perut Yang Wei.

Tenggorokan Yang Wei mengerang samar beberapa saat, sampai akhirnya dia tumbang.

Ada teriakan dari preman kecil itu, mereka sangat ketakutan membuat wajah mereka berubah menjadi hijau, mereka hanya bisa berteriak. "Dia membunuh! Membunuh! Dia telah membunuh!".

Tangan Lu Feng masih memegang pecahan botol bir yang berlumuran darah, wajahnya sedingin besi. Dia menatapku sebelum akhirnya akupun menatapnya. Kedua wajah itu dipenuhi dengan keputusasaan yang menakutkan.

----------

Saat itu tahun 1998 menjelang musim panas. Aku berumur 15 tahun sementara Lu Feng sudah berumur 19 tahun.

Apa yang harus kita tanggung jauh lebih berat dari apapun yang bisa kita tanggung.

DUA JALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang